17. KHAWATIR

88 85 139
                                    

[Semua orang bisa berubah secara tiba-tiba, ketika keinginannya tak bisa digapai.]

-Nasya Argadwija

****

Ceklek!

Laki-laki itu menutup pintu UKS pelan sebelum akhirnya ia menoleh ke arah Nasya yang masih terbaring di atas ranjang.

“Lo udah sadar, Nas,” ucap laki-laki itu menghampiri gadis itu.

Gadis itu menoleh ke sumber suara sebelum akhirnya menatap wajah Rifa sendu. “Lo abis dari mana, Rif?” tanyanya bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap Rifa.

“BK.” Laki-laki itu menduduki bokongnya di sofa sebelum akhirnya menatap wajah milik Nasya lekat membuat gadis itu memalingkan wajahnya melihat lantai yang mengkilap.

Hening beberapa saat sebelum akhirnya Nasya membuka suara.

“Maafin gue karena gak bisa dateng ke BK,” ucap Nasya menaikkan pandangannya menatap Rifa sedikit ragu.

Laki-laki itu menghela napas panjang sebelum akhirnya berdiri dari duduknya menghampiri gadis yang masih terduduk di atas ranjang itu.

“Gue yang harusnya minta maaf, Nas, gue udah nyusahin lo,” katanya menatap dalam mata milik Nasya.

Gadis itu kembali memalingkan wajahnya sebelum akhirnya ia mengambil kotak P3K yang berada di atas nakas lalu membukanya.

“Gue obati dulu luka lo,” katanya membuat laki-laki itu melotot kaget.

“Gak!” katanya menggeleng. “Gak usah.”

“Kenapa?” ujar gadis itu yang baru saja mengambil sehelai kapas sebelum akhirnya pandangannya naik menatap Rifa.

“Gue aja nanti yang obati luka gue sendiri.” Laki-laki itu mengambil sehelai kapas itu dari tangan Nasya. “Sekarang, gue yang akan obati luka lo.”

Gadis itu menggeleng. “Gak us—”

Rifa berdecak kesal sebelum akhirnya berbicara. “Gue marah ni, kalo lo gak nurutin kemauan gue!” katanya sambil menuangkan setetes betadine pada sehelai kapas itu.

Gadis itu terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk menanggapi perkataan laki-laki di hadapannya ini.

“Yowes.”

Laki-laki itu tertawa kecil mendengar suaranya yang kini tengah pasrah. Kemudian, tangan kiri laki-laki itu naik sedikit mengangkat dagu Nasya agar terlihat jelas lukanya.

Tangan kanannya mengusap pelan kapas itu ke permukaan wajah Nasya yang lebam membiru.

“Lo kenapa sih mau turutin kata-kata gue?” tanya Rifa sambil mengobati lukanya itu membuat Nasya tersenyum tipis.

“Gue kan berbaik hati,” ujarnya sebelum akhirnya cengengesan.

Laki-laki itu sedikit menghela napas panjang membuat Nasya melanjutkan ucapannya.

“Di satu sisi, semua orang bisa berubah secara tiba-tiba, ketika keinginannya tak bisa digapai,” kata gadis itu membuat Rifa berhenti melakukan aktivitasnya.

Laki-laki itu menatap wajah Nasya datar membuat gadis itu menatapnya balik.

“Gue khawatir dengan keadaan lo,” katanya lagi membuat Rifa terdiam sejenak sebelum akhirnya ia membuka suara.

“Gue heran dengan sikap lo yang kayak gini, Nas!” Laki-laki itu berdecak kesal kedua tangannya turun dan meletakkan kapasnya sembarangan di atas ranjang.

FALLING IN LOVE [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang