"Oit, Mir!" Seru Beni pada Mira yang sedang melamun di dapur saat jam makan siang."Apa sih, Ben? Ngagetin aja ish." Protes Mira.
Beni tertawa, "Abisan lo ngelamun mulu. Bersihin noh cucian piring numpuk!"
"Ntar ah, males." Ujar Mira.
"Yeuu, anak perawan males-malesan mulu lo ah!" Ejek Beni. "Eh tapi lo lagi kenapa dah? Udah tiga hari ini keliatan galau banget? Trus tumben juga lo nggak bolak-balik ke ruangan pak Ibrahim? Biasanya jam segini lagi nemenin si Cleva." Lanjut Beni sembari meneguk segelas air mineral.
"Nahiya itu, Ben. Udah tiga hari ini gue nggak ketemu sama Cleva, gue juga nggak liat pak Ibrahim gendong-gendong tuh bocil waktu masuk ke kantor kan. Gue jadi galau aja nggak ketemu dia." Jelas Mira dengan tampang lesunya.
Memang, sudah tiga hari ini Cleva tidak terlihat. Mira bahkan tak pernah melihat Ibrahim menggendong putri kecilnya itu lagi. Hal tersebut membuat Mira kebingungan dan tentunya merindukan rutinitasnya bersama Cleva.
"Dia yang lo maksud itu anaknya atau bapaknya?" Ejek Beni lagi.
Ia tahu Mira sangat menyukai bos mereka itu.
"Anaknyalah, woy! Apaan dah bapaknya." Mira membela dirinya.
"Halah alesan, bilang aja lo sedih karena nggak bisa nyamperin pak Ibrahim. Ngaku lo!"
"Dih kagak, Ben. Suwer dah. Gue emang kangen sama Cleva doang."
"Iye aja dah buat lo."
Mira mendengus kesal karena Beni yang mengejeknya terus. Padahal ia memang hanya merindukan Cleva, yah meski tidak bisa dipungkiri ia juga merindukan Ibrahim. Akan tetapi sungguh, rindunya pada Cleva lebih besar daripada rindunya pada Ibrahim.
"Mira!" Panggil seseorang dengan ketusnya dari pintu masuk.
Agnes.
"Kenapa, mbak Agnes?" Tanya Mira.
"Eh ada mbak Agnes hehe." Beni bersuara.
Beni memang tak bisa menyembunyikan ketertarikannya pada perempuan yang setiap hari mengenakan pakaian super ketat itu.
Agnes hanya melirik Beni jijik, "Lo dipanggil pak Ibrahim ke ruangannya!"
Seketika sepasang mata Mira nampak berbinar. Senang rasanya bisa kembali ke ruangan itu untuk bertemu Cleva, seseorang yang sangat ia rindukan.
"Siap, mbak, siap! Saya ke sana sekarang!" Sahut Mira semangat.
Buru-buru ia beranjak dari duduknya dan segera melangkah keluar dari dapur untuk menaiki lift dengan perasaan bahagia.
Ting!
Suara dentingan kecil menandakan lift yang membawanya naik ke lantai tiga puluh lima itu telah sampai. Mira bergegas keluar dari lift setelah pintu itu terbuka.
Tok
Tok
TokIa mengetuk pintu ruangan Ibrahim beberapa kali hingga terdengar suara Ibrahim yang mempersilakan dirinya masuk.
Mira kemudian mendorong pintu tersebut. Ia langsung mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan, mencari keberadaan Cleva. Namun ia tidak menemukan tubuh mungil itu di manapun. Hanya ada Ibrahim yang sedang terduduk di atas single sofa.
"Cleva mana, pak?" Tanya Mira pada Ibrahim.
"Silakan duduk." Kata Ibrahim mengabaikan pertanyaan Mira.
Ia mengarahkan Mira untuk duduk di sofa yang berada di hadapannya layaknya seorang tamu. Gadis itu pun menurut dan mendudukkan dirinya.
"Ada apa manggil saya, pak?" Tanya Mira lagi.
"Saya ingin membicarakan sesuatu sama kamu." Ucap Ibrahim dengan raut serius.
Ia kemudian menenggerkan kaki kanannya di atas kaki kirinya. Punggung kekarnya bersender senyaman mungkin di kepala single sofa yang ia duduki, sedangkan sepasang mata hitamnya fokus menatap Mira lekat-lekat.
"Membicarakan apa ya, pak?"
"Tentang Cleva."
"Cleva kenapa, pak?"
"Saya perhatikan sepertinya kalian sangat dekat, Cleva juga terlihat menyukai kamu."
"Ohiya, pak. Kita mah udah kaya bestie hehe."
"Ekhem," dehem Ibrahim. "Kamu sayang sama Cleva?" Sambungnya.
Mira mengerutkan keningnya, tentu saja ia sangat menyayangi gadis imut itu!
"Iya, pak. Sayang banget saya sama dia, udah saya anggep seperti anak sendiri hehe." Jawab Mira.
"Bapak juga udah saya anggep seperti suami sendiri hihi." Lanjutnya dalam hati.
"Saya sudah mempertimbangkan ini matang-matang,"
"Eh? Mempertimbangkan apa, pak?"
"Menikahi kamu." Ungkap Ibrahim datar.
DEG.
Jantung Mira seperti berhenti seketika. Sepasang matanya membulat sempurna, mulutnya pun terbuka membentuk huruf O sebagai tanda bahwa dirinya sangat amat terkejut dengan apa yang baru saja Ibrahim katakan.
"INI ORANG HABIS MINUM OPLOSAN BERAPA BOTOL DAH?!" Teriak Mira dalam hati kecilnya.
"M-menikah?" Tanya Mira shock berat.
Ibrahim menganggukkan kepalanya serius.
"Saya melakukan ini untuk Cleva, sepertinya dia sangat membutuhkan sosok ibu seperti kamu." Jelas Ibrahim.
Seburat merah mulai bertengger di pipi Mira.
"Nice job, Cleva sayang!" Batinnya tertawa bahagia.
"Jadi gimana? Kamu menerima lamaran saya?"
"Tapi kenapa harus saya, pak? Memangnya bapak suka sama saya?"
"Seperti yang saya katakan tadi. Cleva membutuhkan sosok ibu seperti kamu. Saya nggak bisa menikahi wanita lain yang nggak sesuai keinginan Cleva karena saat ini saya lebih mementingkan keinginan Cleva daripada keinginan saya sendiri. Dan urusan perasaan, saya rasa itu bukan hal yang begitu penting."
Mira bergeming. Itu artinya Ibrahim menikahinya untuk Cleva, bukan untuk dirinya sendiri. Bukankah itu berarti Ibrahim juga tidak menyukainya? Lantas bagaimana sebuah rumah tangga akan berdiri jika tidak ada cinta yang mendasarinya?
Lagipula meski Mira begitu menyukai Ibrahim, bukan berarti ia dapat dengan mudah menerima lamaran tersebut karena masih banyak hal yang mesti ia pertimbangkan seperti salah satunya kesiapan dirinya sendiri. Ia bahkan tidak tahu, apakah dirinya sudah siap menjadi seorang istri dan ibu sekaligus?
"Jual mahal dikit kali ya?" Pikirnya.
"Hmm boleh kasih saya waktu, pak?" Mira akhirnya membuka suara.
Ibrahim menaikkan satu alisnya, "Berapa lama?"
"Satu minggu, pak. Saya juga harus minta izin dulu sama bapak ibu di rumah."
Ibrahim mengangguk mengerti.
"Oke kalo itu yang kamu mau, saya akan tunggu jawaban kamu. Tapi saya mohon, pikirkan baik-baik tentang Cleva."
"Baik, pak. Saya mengerti."
"Ya, kamu boleh keluar."
***
ADUCHH HEHEH
AKU DOUBLE UPDATE SOALNYA EMANG PENGEN XIXIXIBTW, MAKASIH BUAT KALIAN YANG UDAH BACA CERITA GAJE INI HUHU GAK NYANGKA JUGA SEBENERNYA ADA YANG VOTE BAHKAN KOMEN 😭❤️
SEMOGA KALIAN SELALU SUKA YAA
THANK U 🤗JANGAN LUPA TABURKAN BINTANG 😘
LUV YA
KAMU SEDANG MEMBACA
Duren Mateng
Romance"Saya perhatikan kalian sangat dekat, Cleva juga sepertinya menyukai kamu." "Ohiya, pak. Kita mah udah kaya bestie hehe." "Ekhem," dehem Ibrahim. "Kamu sayang sama Cleva?" Sambungnya. Mira mengerutkan keningnya, tentu saja ia sangat menyayangi gadis...