10

13.1K 704 19
                                    


Satu minggu berlalu, Ibrahim, Mira, dan Cleva akhirnya bisa melakukan perjalanan menuju rumah Mira di Desa Kedung Pati, salah satu desa yang terletak di bawah kaki gunung di Jogjakarta.

Untuk menempuh perjalanan Jakarta-Jogjakarta, Ibrahim membawa Mira dan Cleva untuk menaiki private plane yang ia miliki demi kenyamanan putrinya.

Mira sendiri dibuat terkejut karena baru mengetahui bahwa calon suaminya ini selain memiliki mobil-mobil mewah, rupanya juga memiliki pesawat pribadi. Level kekayaan Ibrahim mungkin setingkat dengan seorang presiden, atau bahkan lebih?

"Tante Mila, yuk bangun! Kita tulun." Ujar Cleva di pangkuan Mira.

Mira yang tertidur pun langsung terbangun oleh Cleva, "Eh udah sampe?"

"Udah, tante. Yuk kita tulun yeay!!" Seru Cleva bersemangat.

Gadis kecil itu beranjak dari pangkuan Mira, menghampiri ayahnya yang juga baru terbangun dari tidurnya.

"Daddy, ayo cepet kita tulun! Cleva udah nggak sabal ketemu mommy daddy-nya tante Mila!" Seru anak itu lagi dengan penuh semangat.

"Iyaiya, sayang." Sahut Ibrahim dalam suara khas bangun tidurnya.

Ibrahim segera menggendong putrinya dan bergerak menuju pintu keluar diikuti oleh Mira di belakangnya.

Di depan pesawat, beberapa pramugari dan pramugara menyapa mereka dengan ramah. Mereka pun hanya tersenyum menyahuti sapaan ramah itu.

"Daddy, nanti kita naik apa ke lumah tante Milanya?"

"Naik mobil dong, sayang. Memangnya Cleva mau naik apa?"

"Cleva pelnah liat di youtube katanya di sini banyak delmannya, daddy."

Ibrahim terkekeh menanggapi putrinya.

"Ohh, Cleva kepingin naik delman?" Tanya Mira.

Cleva mengangguk antusias, "Di lumah tante Mila ada delmannya?"

"Ada dong, tetangga tante Mira kan kusir delman." Jawab Mira.

Cleva semakin terlihat bersemangat.

"Yeay! Nanti kita naik delman sama-sama ya?" Pekik Cleva senang.

"Siap, princess daddy!" Jawab Ibrahim mengiyakan ajakan putrinya.

Mira tersenyum menyaksikan pemandangan di hadapannya. Suasana hatinya terasa sangat baik ketika melihat keceriaan Cleva yang sebenarnya hanya sementara itu.

***

Tak terasa hampir satu setengah jam mereka menempuh perjalanan dari bandara menuju desa, kini mereka telah sampai di kediaman orang tua Mira. Sebuah bangunan khas kolonial Belanda yang telah berakulturasi dengan budaya Jawa. Dari depan, dapat terlihat sebuah meja lengkap dengan kursi yang terbuat dari kayu dan rotan, tak lupa juga beberapa wayang kulit yang terpajang indah di dinding, dan lantai keramik dengan ukiran batik yang sungguh authentic.

Rumah itu nampak hangat dan nyaman. Ibrahim merasa senang melihatnya, rumah sederhana di hadapannya ini seperti mengingatkannya akan kenangan masa kecil di rumah sang nenek dahulu. Terlebih, ia juga sudah merasa bosan dengan rumahnya yang bak istana itu, yang jarak antara kamarnya dengan dapur sama luasnya seperti halaman depan rumah Mira yang memang luas.

"Ayo, pak, Cleva, Silakan masuk. Kayanya bapak sama ibu udah nunggu di dalem." Ajak Mira ketika mereka masih berdiam di ambang pintu gerbang.

Ibrahim mengangguk, ia kemudian berjalan berdampingan bersama Mira memasuki halaman rumah itu. Sedangkan di belakang mereka terlihat beberapa pengawal membawakan koper-koper mereka.

Duren MatengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang