"Putih apa biru ya?" Gumam Mira sambil memandangi dua kemeja di hadapannya secara bergantian.Istri Ibrahim itu tengah menyiapkan baju kerja untuk suaminya pagi ini. Ia terinspirasi dari ibunya yang selalu menyiapkan seragam kerja untuk bapak setiap pagi saat ia masih tinggal bersama keduanya.
Kini, ia sudah berumah tangga dan itu artinya ia harus melayani Ibrahim dengan baik. Meski hatinya masih belum sepenuhnya bisa menerima kenyataan yang ia dengar semalam, kenyataan tentang Ibrahim yang masih begitu mencintai mendiang istrinya.
"Kamu ngapain di sini?" Tanya Ibrahim yang sudah berada di belakangnya dengan mengenakan bathrobe berwarna navy blue.
Mira yang sedikit terkejut pun membalikkan tubuhnya dan menemukan Ibrahim sedang menatapnya.
"E-eh ini saya lagi nyiapin baju buat bapak hehe." Jawab Mira.
"Saya biasa nyiapin sendiri," ujar Ibrahim datar.
"Ya nggak apa-apa, saya juga biasa liat ibu nyiapin bajunya bapak saya tiap pagi." Elak Mira. "Jadi saya kepingin kaya gitu juga, lagian emangnya pak Ibrahim nggak bosen selalu nyiapin apa-apa sendiri terus?" Lanjut Mira sedikit mengejek suaminya.
Ibrahim memutar matanya, terkekeh pelan mendengar ejekan yang dilayangkan istri barunya itu.
"Saya udah terbiasa apa-apa sendiri, jadi kamu nggak perlu repot-repot gini."
"Kalo kaya gitu mah buat apa bapak nikahin saya? Duda aja terus sana!"
Ibrahim tertawa renyah dibuatnya, terlebih wajah Mira yang justru terlihat imut saat sedang kesal seperti itu membuat Ibrahim semakin tertawa.
Oh istrinya kecilnya ini sangat menggemaskan!
"Iyaiya, Mira. Kamu boleh nyiapin baju saya tiap pagi." Kata Ibrahim setelah menghentikan tawanya.
"Gitu dong,"
"Tapi ada syaratnya."
"Apa?"
"Jangan panggil saya pake sebutan bapak lagi, saya bukan bapak kamu."
"Trus apa?"
"Terserah kamu,"
Mira terdiam sejenak memikirkan panggilan yang cocok untuk suaminya, karena sejujurnya Mira belum terbiasa memanggil Ibrahim dengan sebutan lain selain 'bapak'. Mengingat dirinya juga masih belum percaya bahwa bosnya kini telah menjadi suaminya.
"Om?"
"Saya juga bukan om kamu."
"Tapi kan bapak tua."
Ibrahim menghela nafas menyadari Mira sedang mengejeknya.
"Daddy?"
Dengan polosnya kata itu keluar dari mulut Mira, mengingat Cleva juga memanggil pria itu dengan sebuat daddy.
Sepasang mata Ibrahim seketika membulat, "Jangan."
"Kenapa memangnya?" Tanya Mira.
"Kamu bukan Cleva," jawab Ibrahim.
"Dan artinya jadi beda kalo yang manggil kamu." Sambungnya kemudian.
Sontak pipi Mira memanas.
"Bego! Kenapa gue baru nyadar?!" Rutuk Mira dalam hatinya.
Ia baru tersadar akan apa yang ia katakan barusan, daddy. Tentu ia paham apa yang dimaksud suaminya, ia tahu tentang fenomena para gadis muda yang rela mengencani pria paruh baya hanya demi memenuhi gaya hidup mereka. Mereka memanggil pria tua itu dengan sebutan daddy, tentunya dalam konteks lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duren Mateng
عاطفية"Saya perhatikan kalian sangat dekat, Cleva juga sepertinya menyukai kamu." "Ohiya, pak. Kita mah udah kaya bestie hehe." "Ekhem," dehem Ibrahim. "Kamu sayang sama Cleva?" Sambungnya. Mira mengerutkan keningnya, tentu saja ia sangat menyayangi gadis...