11

11.5K 668 4
                                    


"Ohh ini tah calon mantuku?" Canda bapak Mira yang baru saja memunculkan dirinya dari balik pintu.

Ibrahim dan Mira yang mendengar suara itu segera berdiri untuk menyapanya.

"Assalamualaikum, pak. Saya Ibrahim." Ujar Ibrahim memperkenalkan dirinya dengan sopan sembari menjabat tangan calon bapak mertuanya.

Bapak tersenyum ramah.

"Duh cah bagus ki. Hebat juga yo, mbak. Kamu bisa milih calon suami ngganteng gini, mirip artis Korea iku lho." Goda bapak pada putrinya.

Mira tersipu malu, "Apa sih, bapak? Jangan gitu."

"Lah wong bener kok, siapa ya namanya?" Kata bapak berpikir. "Bu, artis Korea yang waktu itu ibu nonton jenenge sopo yo?" Lanjutnya berteriak pada ibu yang masih berada di dalam.

"PARK SEO JOON, PAK!" Teriak ibu dari dalam.

"Nah kui! Prak Seyo Jon!" Ujar bapak lagi dengan ejaan bahasa Indonesia saat menyebut nama Park Seo Joon.

Ibrahim tertawa kecil setelah mendapat pujian mendadak itu. Ia melirik Mira yang kini beranjak dan pamit untuk membuatkan teh hangat.

"Bapak bisa aja." Balas Ibrahim tersenyum.

"Halah wes wes, silakan duduk, mas Ibrahim."

Mereka pun duduk dengan nyaman sembari menunggu Mira mempersiapkan teh hangat untuk mereka.

"Gimana perjalanannya tadi? Jauh banget yo?" Tanya bapak memulai percakapan.

"Betul, pak. Ini aja tadi berangkat pagi baru sampe sini sorean hehe." Jawab Ibrahim.

"Lho itu mas-mas di luar siapa tah? Kamu bawa temen yo, mas?" Tanya bapak lagi.

Pria paruh baya itu menunjuk para bodyguard Ibrahim yang berjaga di halaman.

"Err itu bodyguard saya, pak."

Mendengar jawaban Ibrahim, bapak nampak terkejut. Rupanya calon menantunya ini bukan orang biasa.

"Bodigard? Kamu presiden tah?"

"Bukan kok, pak. Saya cuma pengusaha biasa."

"Lho kok pake bodigard juga? Kamu pasti orang penting yo? Usaha kamu apa tah memangnya, mas?"

"Usaha biasa aja, pak. Seperti yang lain."

"Seperti yang lain gimana tah, mas?"

Ibrahim terdiam sejenak. Ia memikirkan jawaban apa yang pantas untuk ia berikan pada ayah Mira agar dirinya tidak terlihat sombong dengan semua kekayaannya.

"Hmm sa-" ucapan Ibrahim terpotong oleh Mira yang tiba-tiba sudah berada di hadapan mereka dengan nampan berisi dua cangkir teh hangat.

"Pak Ibrahim yang punya perusahaan Atmadja, pak. Itu lho, perusahaan yang waktu Mira kecil bapak bilang Mira harus bisa kerja di sana karena bapak gagal kerja di sana. Sekarang Mira udah kerja di sana kan walaupun jadi tukang bersih-bersih aja, nah pak Ibrahim ini bosnya Mira, pak." Jelas Mira panjang lebar.

Bapaknya pun hanya bisa melongo memandangi Ibrahim yang tersenyum canggung. Ia teringat, saat Mira kecil dulu, ia selalu menginginkan putrinya itu untuk bisa bekerja di perusahaan yang sudah berkali-kali menolak lamarannya tersebut. Wajar jika kini ia sangat terkejut mengetahui bahwa pemilik perusahaan itu malah akan menjadi menantunya.

"Serius kamu, mbak?" Tanya bapak tidak percaya pada putrinya.

"Yo serius tah, pak. Tanya aja sama pak Ibrahim sendiri." Jawab Mira.

"Serius yang dibilang anak saya, mas?" Kali ini bapak bertanya pada Ibrahim.

Sedangkan Ibrahim hanya mengangguk kikuk dibarengi dengan senyum masam di bibirnya sebagai jawaban.

"Astaghfirullah, mbak. Kok kamu ndak bilang dari kemarin-kemarin kalo ini bosmu tah? Kan bapak bisa minta ibu beresin rumah dulu, haduh!"

"Eh? Nggak apa-apa, pak. Santai aja, saya juga nggak masalah kok mau tinggal di manapun."

"Maaf yo, mas. Rumah bapak sama ibu kaya gini, mungkin mas Ibrahim bisa nginep di hotel saja kalo ndak nyaman di sini."

"Nggak kok, pak. Saya nyaman banget di sini, bikin saya teringat sama masa kecil saya di rumah nenek dulu."

Jawaban Ibrahim membuat bapak bernafas lega, karena calon menantunya yang seorang konglomerat ini tidak menyusahkan.

"Bener nggak apa-apa, pak? Saya bisa pesenin hotel buat bapak sama Cleva biar lebih nyaman." Tawar Mira.

Ibrahim menggeleng.

"Nggak usah, Mira. Saya nyaman di sini sama kamu, sama ibu bapak."

Sukses, seburat merah kembali menghiasi pipi Mira.

"O-oke deh, pak. Kalo gitu kalian ngobrol-ngobrol dulu aja." Pamit Mira gugup.

"Jadi gimana, mas Ibrahim?"

***

WKWKWK

WKWKWK

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Duren MatengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang