13

11.4K 701 14
                                    


Suara rintik air hujan yang menghantam genting terdengar begitu syahdu bagi Ibrahim. Selama ini dirinya tak pernah lagi mendengar suara rintik hujan mengingat rumahnya yang bak istana itu memiliki atap super tebal sehingga ia tidak dapat mendengarkan suara hujan dari luar.

Pria itu memejamkan matanya sejenak menikmati berisiknya suara hujan dari balik jendela yang menghadap langsung ke arah teras.

Kini Ibrahim tengah berdiri di belakang jendela, ia memandangi pemandangan teras yang sebenarnya nampak redup dan terkesan horor. Akan tetapi itu tak mengurungkan niatnya untuk menikmati malam pertamanya di rumah kedua orang tua Mira. Suasana di rumah ini sangat membuat Ibrahim nyaman, ia seperti di bawa ke masa lalu. Masa di mana Ibrahim kecil yang bahagia tinggal bersama kakek dan neneknya di desa setiap musim liburan tiba.

"Pak?" Panggil seseorang dari arah belakang.

Ibrahim menoleh ke belakangnya, rupanya Mira. Wanita itu memeluk sebuah selimut dan bantal untuk yang ia bawakan untuk Ibrahim.

"Cleva tidur?" Tanya Ibrahim.

"Udah tidur, pak. Tadi saya bacain cerita Roro Jonggrang, eh ketiduran dia." Jawab Mira sembari melangkah menuju kursi rotan panjang yang akan Ibrahim gunakan sebagai tempat tidurnya.

Ya, pria itu harus tidur di ruang tamu karena rumah ini hanya memiliki tiga kamar. Kamar pertama adalah kamar kedua orang tua Mira, kamar kedua adalah kamar Mira yang juga Cleva tempati sekarang, dan kamar ketiga yang sayangnya sudah menjadi gudang. Jadi mau tak mau Ibrahim harus tidur di kursi rotan itu.

Lagipula, memang sudah sepatutnya begitu. Tidak mungkin ayah Mira akan mengizinkan Ibrahim tidur di kamar yang sama dengan Mira, mereka bahkan belum memiliki ikatan apa pun.

Ibrahim mengikuti Mira, ia kemudian mendudukkan dirinya saat Mira sedang menata bantal dan selimut yang akan Ibrahim gunakan untuk tidur malam ini.

"Kamu kenapa belum tidur?" Tanya Ibrahim lagi.

Sepasang matanya menatap Mira.

"Saya mah biasa tidur larut, pak." Jawab Mira mendudukkan dirinya di kursi panjang tersebut. "Bapak sendiri kenapa belum tidur?" Lanjutnya balik bertanya.

"Setelah menikah nanti, biasakan tidur lebih awal." Ucap Ibrahim untuk kesekian kalinya mengabaikan pertanyaan Mira.

"Memangnya kenapa, pak?"

"Nggak baik buat kesehatan kamu."

Mira berusaha menahan senyumnya, bukankah Ibrahim sedang memberinya perhatian?

"InshaAllah saya baik-baik aja kok, pak. Tapi kalo bapak mau saya tidur cepet ya nggak apa-apa juga, bisa saya coba hehe." Ungkap Mira.

"Hm." Respon Ibrahim hanya bergumam menanggapi ungkapan Mira.

Calon suaminya itu mengalihkan pandangannya ke sana kemari, memandangi beberapa bingkai foto yang terpajang di dinding hingga matanya menangkap sebuah foto yang memperlihatkan Mira dengan memakai jas almamater berwarna biru.

"Kamu pernah kuliah?"

"Eh?"

Mira mengikuti pandangan mata Ibrahim. Rupanya pria itu melihat fotonya saat melakukan kegiatan kampus dahulu.

"Iya, pak. Saya pernah kuliah dulu, sebelum bapak saya bangkrut." Jaaab Mira.

Ibrahim mengerutkan keningnya, "Lalu berhenti?"

Yang ditanya mengangguk.

"Semester berapa?"

"Terkahir semester tiga, pak."

Duren MatengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang