31

6.5K 341 2
                                    


Dua minggu berlalu semenjak kepulangan Mira dan Ibrahim dari Jogja. Keduanya nampak semakin dekat.

Terlebih, akhir-akhir ini Ibrahim selalu menyempatkan diri untuk menelepon Mira di tengah kesibukkan kantornya hanya untuk menanyai kabar Cleva.

Padahal dalam hatinya, ia juga penasaran dengan kabar Mira yang entah kenapa sekarang sering menghantui pikirannya.

Apa ia mulai mencintai wanita itu?

Oh, Ibrahim takkan mempercayai itu. Di hatinya masih ada Kinan, tidak akan mudah baginya untuk mencintai wanita lain secepat ini.

Lagipula, ia baru saja memulai usahanya membuka hati untuk Mira kan? Ia yakin tak secepat itu hatinya membiarkan Mira masuk.

Mira sendiri merasa heran, akhir-akhir ini sikap Ibrahim seperti berubah 180 derajat. Meski sikapnya masih seringkali datar dan dingin, senyumnya lebih sering nampak daripada sebelum-sebelumnya.

Pria itu juga jadi sering mengajaknya mengobrol sebelum tidur. Entah apa yang akan ia bicarakan, Mira selalu setia menjadi pendengar dan tempat berkeluh kesah Ibrahim.

Seperti sekarang ini, Mira tengah mendengarkan Ibrahim yang menceritakan tentang masalah-masalahnya di kantor seharian tadi.

"Hm saya boleh nanya sesuatu nggak?" Tanya Ibrahim di tengah obrolan mereka.

"Apa?" Tanya Mira balik.

"Sebenernya udah lama saya mau nanyain ini," ujar Ibrahim. "Tapi saya kira kamu nggak akan mau jawab." Sambungnya.

Mira menaikkan satu alisnya, "Kok gitu? Emang tentang apa?"

"Wisnu."

DEG!

Nama itu, Mira selalu merasa hancur tiap kali mendengarnya.

"K-kenapa?"

"Bisa jelasin ada apa antara kamu sama dia?"

"Kok nanya itu?"

"Saya berhak tau kan?"

Wanita itu bergeming, ia tak mau membuka luka lamanya.

"Mas Wisnu," Lirih Mira. "K-kita memang pernah deket dulu." Lanjutnya.

"Semacam?" Ibrahim nampak semakin ingin tahu.

"Nggak tau, nggak ada hubungan yang ngiket saya sama mas Wisnu. Kita cuma saling tau kalo punya perasaan yang sama."

"Perasaan gimana?"

Sebenarnya tentu Ibrahim mengerti perasaan apa yang Mira maksud, hanya saja ia berusaha menyembunyikan canggungnya.

Entah, seperti ada yang mengganjal hatinya.

"Ya gitu, gimana sih anak muda biasanya? Hehe..." Jawab Mira sedikit kikuk.

"Saya ngerti." Pria itu mengangguk paham. "Terus, apa yang buat kalian pisah?" Lanjutnya.

Mira kembali bergeming, pertanyaan-pertanyaan itu seperti ribuan anak panah yang mengenai hatinya.

Sakit, sakit rasanya harus kembali mengingat kenangan buruknya bersama Wisnu.

"Dia hilang."

"Hilang?"

Mira mengangguk, "Dia pergi gitu aja, tanpa pamit, tanpa penjelasan apa pun."

"Saya bahkan nggak tau kemana dia pergi dan buat apa. Saya bener-bener kehilangan dia waktu itu, dia-" Penjelasannya terpotong oleh isak tangis yang mulai membanjiri pipinya.

Hancur hatinya jika harus mengingat malam itu, malam di mana ia harus kehilangan cinta pertamanya, malam yang memaksanya melepas separuh jiwanya.

Mungkin kini Mira hanya mencintai Ibrahim, namun jauh di lubuk hatinya ia masih menyimpan ruang untuk Wisnu. Meski hanya sedikit.

Duren MatengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang