30

8.6K 425 13
                                    


"Ayo, mas!" Seru Mira yang sudah siap mengendarai motornya.

"Yakin nggak mau pake mobil aja?" Tanya Ibrahim sembari mengaitkan tali helmnya.

"Enakan naik motor tau! Apalagi malem-malem gini, sejuk!" Ucap Mira.

Tentu, malam ini adalah malam minggu. Mira ingin mengajak Ibrahim berkeliling kota menaiki motor matic-nya, salah satu kencan impiannya sejak remaja dulu.

Yah, meskipun mungkin ini tidak akan begitu romantis mengingat dirinyalah yang akan menyetir, bukan Ibrahim.

"Kamu sengaja mau bikin saya keliatan payah karena nggak bisa nyetir motor?"

"Ih negatif banget pikirannya? Orang saya emang pengen motoran kok! Lagian mas Ibrahim juga udah tua nggak bisa nyetir motor, kalah sama bocil-bocil SMP!"

Pria itu memutar kedua bola matanya.

Mau bagaimanapun, yang Mira katakan memang benar. Ia bahkan tak tahu harus marah atau malu.

"Yaudah." Ucapnya kemudian mendudukkan dirinya di belakang Mira.

"Nah gitu dong!" Puji Mira. "Siap?" Lanjutnya.

"Hm." Sahut Ibrahim singkat, padat, dan jelas.

Mira segera menyalakan mesin motornya dan langsung melaju menuju kota.

Sepanjang perjalanan Mira terus mengajak Ibrahim mengobrol, meski beberapa kali pria itu mengomeli istrinya agar tetap fokus menyetir.

"Kalo mas Ibrahim udah pernah-" ucapan Mira terpotong.

"Itu di depan ada tanjakan!" Potong Ibrahim.

"Hehe iyaiya liat. Pegangan, mas!" Perintahnya.

Dengan ragu, Ibrahim melingkarkan tangannya di pinggang Mira.

Bukan kenapa, ia hanya merasa ini tidak benar. Harusnya ia yang berada di posisi Mira saat ini, membiarkan wanita itu memeluknya seperti posisi dirinya sekarang ini.

"Yang kenceng pegangannya, mas! Ini tanjakannya lumayan tinggi, takutnya jatuh." Mira memperingatkan suaminya.

Alhasil mau tak mau, Ibrahim harus menurunkan sedikit harga dirinya. Ia kemudian mengeratkan pelukkannya pada pinggang Mira, menghilangkan jarak mereka.

"Hati-hati!" Sahut Ibrahim ketika motor mereka mulai menaiki tanjakan curam itu.

Dalam hatinya, Mira tertawa keras. Wanita itu pun mulai menaikan gas guna menambah laju motornya.

Semakin naik mereka, semakin erat pula pelukan Ibrahim pada istrinya.

Nguengggg

Suara mesin motor mereka terdengar cukup keras, menandakan motor itu berusaha sekuat tenaga membawa mereka naik ke atas.

"Pegangan yang kenceng, mas! Takut merosot!" Seru Mira.

Tentu itu hanya modus.

Ibrahim yang tak tahu menahu hanya menurut saja. Lagipula ia memang sangat jarang menaiki motor sepanjang hidupnya, mungkin bisa dihitung dengan hitungan jari.

"Haha mau amat dimodusin!" Kekeh Mira dalam batinnya.

***

"Udah ini kita muter-muter aja?" Tanya Ibrahim setelah membuka kaca helmnya.

Sudah hampir dua jam Mira membawanya berkeliling kota Jogja tanpa henti. Ia sendiri mulai merasa tak nyaman.

"Yaiya, kan kemarin-kemarin saya bilangnya mau motoran aja keliling kota," jawab Mira.

Duren MatengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang