BAB 9 : KEADILAN

4.1K 245 7
                                    


Selamat Membaca ~~
Diharapkan tidak emosi 🙏🏻⚠️
.
.
.
.
.
.


Kini semua anak dari kelas sepuluh satu sudah bersama para wali mereka, bukti rekaman cctv dan berbagai macam lainnya sudah di kumpulkan.

Evan berdiri di hadapan semua mata, dirinya tau kasus seperti ini seharusnya tidak di besarkan karena takut reputasi sekolah nya memburuk. Apalagi kasusnya sangat disayangkan, sebuah kasus bullying yang di lakukan satu kelas penuh. Bagaimana bisa anak berusia sekitar lima belas tahun  dan enam belas tahun seperti ini sudah melakukan kekerasan tanpa beradab seperti ini.

Evan sama sekali tidak merasa dirugikan disini, ia hanya menyayangkan kenapa harus Flora yang menjadi korban, dan selebihnya ia bersyukur dengan begitu Flora tidak mungkin menuntut sekolahnya karena dirinyalah orangtua Flora.

Menghembuskan napasnya pelan Evan menatap satu persatu wajah kacau para perundung anaknya, ia sudah mendengar bahwa anak dari Smith sahabatnya itu sempat mengamuk dan membabi buta memukuli anak - anak yang melecehkan putrinya, sebenarnya Evan cukup terkejut karena terdapat aduan pelecehan bukan hanya kekerasan namun pelecehan seksual juga. Tapi, setelah melihat video yang sempat beredar itu Evan legah ternyata tidak sampai kasus pemerkosaan. Dirinya sedikit tenang.

"Anak itu.. selalu membuat ulah." Gumam Evan dalam hatinya, merutuki kejadian yang selalu putrinya dapati ini.

"Baiklah, selamat siang para Ibu dan Bapak selaku wali kelas anak didik saya."

"Siang!" Jawab para pengusaha dan profesi hebat lainnya.

"Saya disini selaku Pembina sekolah ingin menyampaikan hal yang membuat para Ibu dan Bapak sekalian di panggil kesini, mohon maaf sebelumnya karena telah merepotkan dan memnyia - nyiakan waktu penting kalian. Tapi, saya disini ingin melaporkan perbuatan merugikan terhadap anak didik kami."

"Siswi bernama Flora Camelia-" Evan hampir saja menyebut nama Flora dihadapan khalayak ramai. Sebelum melanjutkan Evan berdehem menetralkan suaranya. " Siswi bernama Flora Camelia J dan Amanda Sabrina telah menerima perudungan dari para anak - anak Ibu dan Bapak sekalian." Ucap Evan tegas kemudian mendapatkan protesan dan ucapan - ucapan sangkalan.

"Masa sih, anak saya gak mungkin melakukan bullying."

"Mana buktinya Pak?!"

"Lah masa sekelas gini bully."

"Gak mungkin."

"Demi apa? Kamu bully anak orang nak?"

"Ma, semuanya gak bener!"

"Ma aku gak bully temen aku."

"Buktiin ucapan anda!"

Beberapa protesan terdengar ricuh di ruangan ini, semua melakukan pembelaan.

"Anak saya babak belur begini? Saya juga bisa menuntut pihak sekolah!"

Evan memejamkan matanya menahan rasa pening seketika, ia cukup kesal akan perbuatan anak - anaknya dan calon menantunya itu yang sudah memukuli para perundung, seharusnya tahan dulu. "Astaga! Saya ingin pensiun dari kantor untuk tenang bukan malah kembali pusing dengan hal seperti ini." Benak Evan sembari mengurut keningnya agar bisa meredakan rasa pening ini.

"Adakah saksi?" Tanya Evan dengan nada pelan.

Semua anak - anak diam, mereka tak tau harus berkata apa.

"Baiklah kalau begitu saya hanya akan bertanya dengan pelaku utama." Evan berjalan ke arah Kalista, gadis itu bergetar ketakutan. Jika dirinya mengatakan awal kejadian, mereka pasti langsung tertangkap karena ucapan mereka sebelum kejadian terjadi adalah termasuk pelecehan verbal.

FLORATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang