Seventeen : 17

415 103 8
                                    

" Hidup tidak ada yang indah jika tidak menikmati di setiap rasa sakit nya, semua akan indah jika sudah terbiasa "

•HUJAN•




















































































































Kamu mematikan mesin motor dan melepaskan helm yang kamu pakai, melemparnya ke segala arah. Tidak memperdulikan jika helm tersebut pecah menabrak dinding, kamu menangis kencang di sana, berlari ke arah dinding ujung di gedung tersebut. Gedung parkir yang sudah tidak terpakai itu, menjadi tempat dimana kamu merenung sendirian, teriak dengan kencang tanpa ada yang mendengar dengan jelas.

" Kenapa? Kenapa harus gw yang ngerasain ini? Gw udah nurutin semua yang dia mau sampek nyarahin semua!!! Apa masih kurang?!!!...... "

Kamu menatap ke arah langit, diantara marah, kecewa dan sedih bercampur menjadi satu. Sesak di dada jika di ingat ingat tidak ada respon apa pun, kamu juga sudah menumpahkan penderitaan mu sendiri.

Tidak ada yang bisa di pertahankan lagi meskipun rasanya juga percuma saja jika di perjuangan kan sampai badan rasa nya lelah sendiri menghadapi semua ini. Ingin menyerah, tapi rasanya mustahil di lakukan begitu saja. Menyerah? Sama saja membiarkan nya menguasai segala nya dan dia akan merasa menang, kamu akan di panggil pecundang. Memang kenapa? Semua itu benar, kamu pecundang dalam hidup ini yang sudah seperti permainan dunia.

Semakin melawan dan di saat itu akan semakin banyak rintangan yang harus di lewati, akan semakin sulit pula segala nya. Tidak bisa, kamu tidak tahan di tambah jika harus menghadapi semua ini. Rasanya berat, merasa kesepian, sendirian, tanpa ada yang menemani mu untuk berjuang.

" Mama, aku cape... " Menunduk dalam, telapak tangan yang mencengkram kuat pembatas antara gedung sekaligus udara bebas yang tanpa halangan pijakan.

Sampai rintihan air hujan turun, semakin deras. Seolah menghapus jejak air mata mu dan menyamarkan teriakan mu yang memilukan, begitu melelahkan dan rasanya ingin lompat dari ketinggian. Namun seolah ada yang menghalangi tujuan mu itu.

" Bisa gak aku nyusul aja, Ma... "

" Aku gak kuat lagi harus berjuang sendiri.. "

" Aku cape.. "

" Cape banget... "

" Pengen tidur kayak Mama... " Menangis adalah jalan satu satu nya menuntaskan emosional yang tinggi seperti ini. Tidak memperdulikan sekitar lagi, kamu merasa sendirian. Tidak ada siapa pun, semua berjuang dengan tangan kosong dan hati yang sudah hancur berkeping-keping.

Entah apa yang kamu pikirkan sekarang, namun sekarang mulai naik ke atas dinding pembatas yang hanya setinggi dada mu saja. Mulai berdiri di sana, merentangkan kedua tangan mu dengan bebas. Merasakan rintihan air hujan yang membasahi mu, udara dingin menusuk, air yang menetes tepat di luka terasa begitu perih.

Di sisi lain seseorang berhenti, ia memarkirkan motor nya dan meletakan helm nya begitu saja di atas tanah. Ia berlari ke arah mu, ketika tubuh nyaris terjatuh terjun bebas di udara.

" JANGAN!! (Y/N)!! " Dia berlari kencang dan langsung menarik tubuh mu ke arah nya, tubuh mu kehilangan keseimbangan berakhir terjatuh ke arah berlawanan.

Tubuh mu terjatuh di atas badan seseorang, dia yang langsung memeluk mu begitu erat begitu enggan harus melepaskan mu dari sana. Ia hanya tidak mau ketika ia mencoba melepaskan pelukan nya kamu berlari dan terjun, pergi meninggalkan diri nya.

Sedangkan kamu yang hanya bisa diam, menangis di pelukan nya. Kamu tau siapa lelaki itu, dia begitu erat memeluk mu. Tubuh nya ikut basah, membiarkan tubuh nya kedinginan dan memeluk hangat sahabat nya yang begitu sangar rapuh tanpa banyak orang tau. Ia tau dirinya begitu terlambat datang, mendapatkan kabar buruk ia memutuskan ke tempat biasa nya dan benar saja.

Masih beruntung ia masih sempat datang, mungkin ter lambar hanya beberapa detik saja. Mungkin ada sebuah rasa penyesalan sekaligus rasa bersalah mendalam yang akan menghantui kehidupan nya nanti.

" Lo gak boleh kayak gini, ngapain coba lompat lompat kayak gitu?! " Ucap nya dengan keras karena suara hujan akan menyamarkan suara nya.

Ia memeluk mu begitu erat, melepaskan pelukan nya dan memegang sisi dari wajah mu. Entah lah ketika melihat semua luka dan darah itu rasanya ingin mengutuk diri sendiri. Jemari nya mengusap lembut wajah mu, tidak ada unsur kasar di sana dan terasa nyaman tetapi menyesakan.

" Lo kuat, gw tau itu. Jangan nyerah segampang itu, mereka bakal ketawa meskipun lo udah berada di tanah. Bakal lebih menyakitkan, mereka bisa dapet semua apa yang seharusnya lo dapetin. Lo gak sendirian, ada gw di sini. Ryan, Putra juga bakal selalu ada sama lo. Gimana pun keadaan nya, gimana pun situasi nya. Lo gak sendiri, inget? " Jelas nya panjang, Jun. Dia datang dan kemudian seperti biasa akan memenangkan mu.

Lelaki itu akan muncul secara tiba tiba dan kemudian membuat segala nya terasa tidak akan pernah terjadi sebelum nya.

Jun baru saja pulang dari bandara dan mendapatkan kabar yang menyayat hati, filling nya tidak bagus di saat itu juga dan langsung berlari meninggalkan Bibi nya yang khawatir terhadap tingkah nya yang memang terkesan tidak bisa di tebak sekaligus tiba tiba jika bertindak. Ia akan datang, selalu datang dan akan selalu seperti itu.

Tuhan mengirim nya, sebagai sebuah sandaran dan penenangkan yang sangat bisa di andalkan.

" Gw gak akan ninggalin lo, gw janji. Meskipun lo gak percaya sama kata kata itu, tapi gw bakal buktiin. Gw bakal di sisi lo " Kamu hanya diam sejak tadi, menangis dan memeluk nya seolah tidak mau melepaskan nya.

Hanya Jun, yang mengerti keadaan dan suasana hati mu sekarang. Dia akan tau dimana kamu berada tanpa harus di beri tau, sesuai dengan ikatan batin kalian memang terikat sejak dulu. Sejak kecil, selalu bersama dan mustahil jika di pisahkan kecuali Tuhan sendiri yang akan memutuskan bagaimana ke depan nya.

Di tempat lain, ia hanya terdiam di sana melihat apa yang seharusnya tidak bisa ia lihat. Kedua tangan nya mengepal kuat, tetapi ia juga tidak bisa menyalahkan orang lain seperti ini. Ia sadar jika diri nya memang payah dalam hal begini, ia selalu kalah.

Menunduk dan tersenyum miris, mengenai nasib nya sekarang yang selalu terlambat membiarkan orang lain yang bertindak padahal ia sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik.

" Gw emang pengecut, gw selalu terlambat " Kembalikan badan nya dan segera pergi dari sana dengan keadaan gusar. Ia terlambat lagi, sekian kali nya ia menyerahkan segala nya kepada orang lain.

Sakit hati tidak bisa ditutupi, namun ia sadar jika rasa sakit nya tidak seperih rasa sakit seseorang yang sudah mengorbankan segala nya. Ia sudah tau, namun berlagak seperti orang bodoh. Bagaimana ia harus menyesali tindakan bodoh nya?

Hujan | Yoon Jaehyuk × You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang