Thirty Two : 32

413 98 8
                                    

" Kapan akan berakhir? "

•HUJAN•
















































" GIMANA BISA NILAI KAMU TURUN?! " Menunduk yang bisa ia lakukan sekarang, ulangan kemarin jujur saja saat itu kepala nya pusing. Tidak bisa membuat nya fokus mengerjakan semua soal nya dengan benar.

" Maaf Ayah... "

" MAAF KAMU BILANG!? KENAPA BISA SALAH 2 HAH?! " Bagaimana ia bisa menjelaskan apa yang ia rasakan.

Pria di depan nya itu tidak akan pernah paham. Juna terdiam seribu bahasa, sampai suara pintu terbuka membuat nya menoleh ke sumber suara. Bunda nya, menatap nya dengan sendu tetapi Juna memberikan senyuman yang ia bisa.

Sampai sebuah pukulan tepat mengenai wajah nya, membuat nya agak melangkah ke belakang. Ia tau siapa yang melakukan nya hanya saja benar benar diam, tidak melakukan apa apa lagi. Ia sudah lelah dengan semua tekanan yang ada, lalu Juna harus bertindak bagaimana lagi?

" KAMU INI SATU SATU NYA HARAPAN AYAH! GIMANA BISA KAYAK GINI! KENAPA KAU BEGITU BODOH SEPERTI BUNDA MU ITU HAH!!! "

Bug!

Wanita itu di depan kamar nya hanya saja tidak bisa kemana mana, ia menangis dalam diam tidak bisa membantu putra satu satu nya. Ia menangis di sana menatap keadaan putra nya yang selalu mendapatkan hantaman keras yang seharusnya tidak dia dapatkan.

" Udah yah... "

" KAMU DIEM! " Jantung nya mendadak berhenti berdetak, bentakan suami nya cukup membuat nya sesak nafas.

Tetapi anak nya masih di posisi dan menyuruhnya untuk tetap di kamar saja, jujur saja Juna tidak mau kalau Bunda nya menjadi bahan pelampiasan Ayah nya. Cukup dirinya saja yang harus menjadi seperti ini, jangan Bunda nya. Ia cukup seperti di siksa ketika melihat Bunda nya dalam keadaan sekarang.

Entah apa dosa wanita paruh baya itu sampai mendapatkan semua ini? Juna bingung dengan dirinya sendiri, di mana letak kesalahan nya selama ini? Dimana letak kesalahan Bunda nya selama ini? Baru saja ia merasakan hidup begitu bahagia sampai merasa jika hidup nya paling bahagia di dunia ini. Justru malah sebaliknya?

Nilai nya turun hanya sekian persen dan Ayah nya begitu marah kepada nya? Ia sudah berusaha semaksimal mungkin namun posisi dimana keadaan nya tidak sebagus yang ia kira.

" AYAH GAK MAU TAU! JANGAN PERNAH KAMU MENYENTUH MAKANAN DI RUMAH INI!! Biar ikutan mati dengan Bunda mu itu "

Deg!

Hanya menunduk, sampai ia merasa bahu nya di tabrak oleh Ayah nya membuat nya agak oleng tetapi tidak sampai jatuh. Juna kembali mendongak menatap Bunda nya yang masih berdiri di sana, menangisi nasib malang nya saat ini.

Juna tersenyum, meskipun sudut bibir nya terluka. Ia berjalan ke arah wanita yang sudah melahirkan nya itu, meraih tubuh rapuh itu masuk ke dalam pelukan nya begitu hangat. Menutup mata nya, mendengarkan suara tangisan wanita di pelukan nya saat ini.

" Maafin Bunda... "

" Bukan, bukan salah Bunda. Ini salah Juna, salah Juna.... "

Bunda nya memeluk nya erat seolah tidak mau kehilangan Juna di waktu yang cepat. Di sisi lain Juna hanya terdiam, menerima pelukan Bunda nya. Membuang nafas panjang, perut bagian kiri nya terasa begitu nyeri bukan main.

' Gak boleh keliatan lemah di depan, Bunda. Gw harus kuat, Bunda butuh gw '






































•••


Menemani Bunda nya tertidur, Juna masih tetap berjaga sampai malam tanpa ada niat menutup mata nya sebentar saja. Ia berusaha tetap berjaga, menatap ke depan dengan tatapan kosong dengan penuh kesalahan penyesalan yang ada. Menatap pergelangan kaki indah itu penuh goresan dan di rantai seperti hewan buas.

Tanpa sadar air mata nya menetes, bagaimana bisa dunia kejam dengan wanita yang ia sayangi?

Juna berdiri dan meraih pergelangan kaki tersebut, mengusap nya dengan pelan tidak mau menyakiti kesayangan nya. Darah, luka dan memar berada dimana mana. Bagaimana ia bisa kuat? Dimana sebuah ancaman membelenggu dirinya sendiri saat ini.

Menyelamatkan seseorang? Di sisi lain ia tidak bisa keluar dari belenggu menakutkan yang entah sejak kapan datang dan tiba tiba membuat nya hancur seketika.

Ia menatap wanita yang tertidur itu dengan tatapan teduh. Juna membenarkan selimut tersebut agar Bunda nya tidak kedinginan, ia beranjak dari sana menutup pintu dengan perlahan dan kemudian pergi ke kamar nya sendiri. Melihat kembaran keras masih berada di atas lantai, Juna mengambil lembaran itu dan membawa kertas itu pergi bersama nya.

Tangan nya membuka gagang pintu dan melihat ruangan yang sepi sekaligus sunyi. Melangkah masuk ke dalam dengan perasaan lelah dan begitu letih. Ia duduk di tepi ranjang, melamun beberapa saat sampai sering ponsel membuat perhatian nya teralih.

Ia tidak memperdulikan siapa yang menghubungi nya. Juna mematikan daya ponsel nya dan kemudian berbaring, ia begitu lelah menghadapi cobaan hari ini dan ke depan nya semoga baik baik saja. Semoga saja.










Hujan | Yoon Jaehyuk × You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang