Fiveteen : 15•

424 94 4
                                    

" Lo udah nyerah? Atau masih mau lanjut? "

•HUJAN•






































































Kedatangan Syifa membuat satu kantin terdiam, gadis itu hanya menunduk membuat menyembunyikan wajah nya dalam diam. Biasanya ia bersama Juna, dimana saja namun sekarang lelaki itu hanya menatap nya saja tanpa ada minat menolong nya sama sekali.

Di sisi lain sebuah telur pecah tepat di kepala nya, sakit. Namun ia hanya diam saja, tidak melakukan apa pun selain diam dan menangis dalam diam.

Juna yang berada di ujung kantin bersama teman teman nya hanya menatap saja, sebenarnya Juna tidak bisa diam diri begitu saja namun kenyataan Leon malah menahan nya agar tidak membantu Syifa, jika itu terjadi mungkin keterbalikan Juna akan mendapatkan mala petaka.

Leon juga tidak berbuat lebih meskipun ia menjadi Ketua OSIS di sekolah nya, dalam hal ini ia tidak bisa melakukan apa apa. Biarkan siswa lain yang bertindak, lagi pula menurutnya Syifa benar benar salah bukan? Dia menusuk Ryan di UKS di saat kembaran nya sakit. Kenapa Syifa tega melakukan itu?

" Wow! Pembunuh dateng guys! "

" Wwoooo!!! "

" Pembunuh!! "

" Kagak tau malu lo jadi cewek "

" Kasihan noh Bapak lo kerja ampek kek gitu anak nya malah bunuh orang "

" Gila sih, kek gitu bagian mana yang di banggain dah "

" Pinter juga kagak, pinteran juga (y/n) tuh. Ikut Olimpiade mulu, ikut lomba menang sana sini. Lah dia apa? Beban "

" Beban keluarga kok di banggain sih "

" Dih! Apaan cantik juga gw "

" Topeng tebel! "

Tepung terlempar begitu saja tepat mengenai badan nya, kamu yang baru datang melihat semua itu hanya diam. Di sisi lain kamu juga tengah menemani Ryan yang sulit berjalan karena bekas jahit nya belum pulih. Kelakuan Syifa memang sudah kelewatan batas, kenapa harus orang lain yang merasakan semua ini? Kenapa dia melampiaskan semua emosi nya kepada Ryan yang tidak tau apa pun?

Di sisi lain, Ryan tersenyum tipis ketika ia melihat Syifa di permalukan di depan banyak orang. Tidak ada yang maju untuk menghalangi atau pun menghentikan aksi bully satu sekolah itu, termasuk anak anak OSIS sendiri tidak ada yang turun tangan. Ryan melirik ke arah Juna yang hanya diam, dengan tangan yang di tahan oleh Leon di sana. Mungkin Leon juga tidak mau menjadi terikat dengan masalah tersebut.

" Lo mau duduk di mana? " Ryan menunduk ke arah mu yang bertanya kepada nya. Ia hanya tersenyum saja.

" Terserah lo aja, gw nurut " Kamu hanya menoleh ke arah depan mencari tempat yang cocok untuk Ryan. Anak penyendiri, tidak jauh dengan mu yang sama sama anak yang suka menutup diri.

Kamu menuntun Ryan untuk duduk di salah satu kursi, memerankan makanan untuk nya. Kamu sebenarnya tidak marah, hanya saja kecewa dengan Syifa. Dia melampiaskan nya kepada orang lain, terutama Ryan yang selalu menolongmu ketika benar benar tidak ada orang di sekitar mu.

Melihat Syifa di perlakukan seperti itu kamu hanya diam, namun ada unsur tidak Terima di dalam hati mu. Meskipun dia sudah melakukan hal buruk, tetapi tetap saja di hakimi secara kroyokan bukan solusi yang bagus.

Ryan mendongak, melihat ke arah mu yang terus menatap dimana Syifa di posisi benar benar hanya diam. Terdapat raut wajah marah dan juga kesal di sana, Ryan hanya tersenyum tipis kembali. Kamu memang diam, namun bukan berarti benar benar diam.

Mari kita tebak ke depan nya. Ryan sudah menebak dan suka menduga duluan. Apa yang di pikirkan Ryan sama dengan kalian atau tidak?

' Lo terlalu baik, dia pantes dapetin semua itu karena dia egois. Kenapa lo selalu lindungin dia? '






























•••













Dua siswi tengah berjalan ke arah toilet, sesekali mereka mengobrol membicarakan sesuatu. Sampai di toilet masing masing dari mereka masuk ke dalam, tidak menyadari ada orang lain yang juga masuk ke dalam toilet.

Dia menguncir rambut nya asal, berantakan namun masih ada kesan lain yang di perlihatkan. Ia hanya berada di luar toilet, berada di depan cermin menunggu kedua nya keluar dari toilet. Sampai.

Ceklek!

Bug!

Bruk!

" Ahhk! " Tubuh nya seketika terpental ke dinding, menabrak ember pel membuat lantai basah kuyup bau kotoran lantai.

Ia mendongak dan mendapati seorang gadis di sana, ia kenal siapa gadis itu. Ia agak mundur karena ia mendapatkan sebuah alarm bahaya berbunyi, kaki nya berada di leher gadis itu yang terduduk di lantai. Leher nya tertusuk ujung sepatu yang keras itu, sakit dan juga sesak tidak bisa mengambil udara dengan bebas.

" Ke-kenapa lo? Uhuk! Uhuk! "

" Lo nyakitin kembaran gw " Ucapan mu membuat nya membelalak tidak percaya.

" Lo bela pembunuh itu?! "

Prak!

" Cara menghakimi seperti itu, apakah itu adil? Lo bisa aja nasehatin dia tapi jangan sakiti mental dia, ngerti lo! "

Ceklek!

" Ada apa sih rame bener.. "

Prak!

Kamu melempar ember yang sudah pecah itu tepat di kepala nya dan masih menodong kan pel ke yang satu nya. Semua jatuh tergeletak di atas lantai tidak berdaya sama sekali.

" Gw peringatin, ini terakhir kali nya " Kamu pun melempar pel itu ke arah kaca membuat kaca retak seketika. Mereka berdua ketakutan ketika kamu mulai melangkah pergi.

Dan di saat yang bersamaan seseorang melihat semua itu, ia hanya tersenyum tipis kemudian pergi begitu saja.

















Hujan | Yoon Jaehyuk × You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang