🍁Bab 20

3.8K 327 5
                                    

Aku sengaja menumpang ojek hanya sampai depan perumahan. Aku butuh berjalan untuk memikirkan sesuatu. Perselingkuhan Rhadi.

Sudah kubilang, lelaki berwajah kalem itu busuk. Orang-orang salah mengira Rhadi adalah pria baik-baik yang sangat layak dijadikan suami. Idaman apanya? Dia tukang seleweng.

Subuh setelah aku berbaik hati meminjamkan perut untuk jadi bantalnya, aku menemukan noda lipstick di kemeja yang Rhadi pakai.

Ingin mencuci kujadikan alasan agar bisa menjauh dari ranjang atau dia akan terus memelukku. Benar-benar mencuci, saat mengumpulkan pakaian kotor, kulihat ada tanda merah di kemeja biru lembut yang dipakainya.

Masuk akal dia selingkuh. Hari itu dia pulang pukul sembilan. Katanya memeriksa warnet, aku jadi sangsi. Dia pulang larut pasti karena bertemu selingkuhan.

Setelah itu, ada dua kali lagi aku menemukan sesuatu tak lazim di kemeja, celana dan bahkan di tubuhnya. Ada bau parfum perempuan di kemejanya. Aku tahu itu minyak wangi wanita karena Juni pernah memakai yang seperti itu.

Kemudian, berikutnya aku temukan bercak hitam di seragam olahraganya. Kuyakin itu maskara. Tidak mungkin maskara digunakan laki-laki, 'kan? Dan puncaknya, kemarin. Ada tanda kemerahan di leher Rhadi.

Gila, 'kan? Dia menghancurkan hati adikku untuk bisa menjebakku dalam pernikahan dengan memanfaatkan Bapak dan Ibu. Dan apa? Dia malah punya selingkuhan.

Sibuk mencari cara untuk memanfaatkan asumsi yang kupunya, tak terasa kaki sudah menginjak teras rumah. Pintu sedikit terbuka, artinya Rhadi sudah pulang.

Kubuka sepatu, lalu masuk. Rhadi keluar dari kamar. Lelaki itu menatap dengan ekspresi tak senang.

"Pulang semalam ini apa nggak takut diculik kamu?"

Aku menggeleng tanpa menoleh. Urung langsung ke kamar, aku duduk di sofa. Bersandar dan menatapinya lekat-lekat.

"Sebelum sama Juni, kamu pernah pacaran?" tanyaku langsung.

Dia tampak terkejut. Ikut duduk di sampingku, Rhadi berdeham.

"Kenapa putus?"

"Dia nikah sama orang lain."

"Kenapa?"

"Aku masih belum yakin waktu itu. Usahaku belum stabil kayak sekarang. Dia nggak mau tunggu, ya, udah." Matanya menyipit. "Kenapa? Kamu cemburu?"

Orang sinting. Kupalingkan wajah darinya. "Kamu masih cinta sama dia?"

"Nggaklah!" Woah, cepat sekali dia menjawab. Aku jadi curiga.

Bibirku tertutup rapat. Dia juga tak bersuara. Sepertinya suasana hening begini sering sekali terjadi saat kami sedang duduk berdua.

"Kamu udah makan?" tanya Rhadi kemudian. Tangannya mulai tak bisa diam. Mengambil jemariku dan dimainkan di atas lututnya.

"Udah."

"Aku udah buat air hangat. Mandi pakai itu."

"Sok baik," ejekku dengan senyum getir.

"Nggak usah kerja lagi, kenapa, Kurus? Nggak capek apa?"

"Kalau nggak kerja mau makan apa?" Kutarik tangan darinya. Lelaki sinting itu mulai menggigiti ujung telunjuk.

"Udah puya suami juga."

"Uangnya bisa ditabung. Persiapan sebelum nantinya cerai."

"Aku nggak akan mau cerai."

"Kamu selingkuh."

Diam lagi. Aku memalingkan wajah padanya. Rhadi terlihat terkejut. Matanya mengerjap gugup.

Jerat Cinta Mantan Calon IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang