Rhadi Natanael. Laki-laki itu biasa saja dulunya. Saat dia menjadi salah satu guru di sekolah, dalam pandanganku, dia lazim-lazim saja.
Semua teman sekelas memujinya dulu. Masih muda, menjadi satu-satunya guru lajang di sekolah kejuruan bisnis dan manajemen yang mayoritas diisi kaum hawa. Rhadi pernah menjadi guru most wanted di sekolah kami, dulu.
Namun, semua pemikiran itu sirna saat lelaki itu muncul di rumah dan diperkenalkan Juni sebagai kekasih. Kuingat, itu adalah hari paling konyol yang pernah kulalui.
Bagaimana bisa? Maksudku, bagaimana?
Setelah bertahun-tahun lulus sekolah menengah atas, bagaimana bisa Juni punya kaitan lagi dengan Rhadi? Dan. Bagaimana bisa adikku menjalin hubungan asmara dengan Rhadi?
"Awalnya aku add Facebook Bapak itu. Ada rasa, jadian. Bisalah."
Begitu santai Juni menerangkan kronologi singkat bagaimana ia bisa dekat dengan Rhadi. Sedangkan aku, otak mulai membuat asumsi-asumsi yang mungkin terjadi.
Ibu terlihat semringah atas ajakan menikah yang Rhadi tuturkan seminggu setelahnya. Bapak sedikit keberatan sebab katanya khawatir Juni akan melangkahi aku yang masih saja sendiri. Seminggu penuh selama Rhadi menginap di rumah kami, aku tak bisa tidur nyenyak.
Aku yakin ada yang aneh. Ada sesuatu. Rhadi punya maksud dari hanya sekadar butuh calon istri.
Awalnya biasa saja. Sejak dia datang lagi sebagai pacar dan calon suami Juni, aku jadi penuh curiga. Dan sekarang, aku semakin tak paham akan dirinya.
"Saya mohon. Berikan Alen pada saya, Pak."
Apa maksudnya? Memang aku barang yang bisa dipindah tangan? Dan juga, untuk apa Bapak memberikanku pada manusia jahat seperti dia?
"Apa maksud kamu?"
Wajah Bapak memerah. Tangannya hendak terangkat, tetapi kemudian mengepal di atas lutut. Rahangnya terlihat bergerak-bergerak. Kuharap Bapak kehilangan kendali dan benar-benar melayangkan pukulan pada Rhadi.
"Maafkan saya sudah membuat Juni terluka. Maafkan saya karena sudah membuat keluarga Bapak malu. Namun, saya rasa ini yang terbaik."
Kubuang muka yang menampilkan tawa mengejek. Terbaik? Mananya yang baik? Apa menggagalkan pernikahan sepihak itu bagus?
Saat aku menoleh lagi, kulihat Rhadi menengok pada Juni yang masih terdiam di tempat.
"Ini yang terbaik." Suara pria itu terdengar dalam. Aku teringat. Nada itu sering dipakainya dulu saat akan memberikan kalimat penyemangat seusai pelajaran. "Aku ... ragu. Aku terlambat menyadari, tetapi ini lebih baik, daripada aku mengikatmu, tetapi bukan kamu yang ada di pikiranku."
Kulihat air mata Juni jatuh lagi. Aku ingin memukul adikku itu. Kenapa dia mau menangis demi pria seperti Rhadi?
"Kamu ... kamu memikirkan orang lain, Bang?" tanyanya pilu.
"Maafkan aku. Aku sungguh nggak bermaksud melukai kamu." Rhadi kembali menunduk di depan Bapak. "Saya ingin Alen, Pak. Biarkan saya menikahi Alen besok."
Kubuang semua ekspresi dari wajah. Aku berjalan dengan ayunan kaki wajar menuju dia yang barusan memintaku dari Bapak. "Ulangi," ujarku tenang.
Dia paham. Dia tahu aku sedang menghampirinya. Rhadi balas menatap. Tepat di mata. Bajingan itu seolah tak takut pada apa pun.
"Saya ingin Alen, Pak. Aku mau kamu, bukan Junita."
Tangan kiri meraih bahunya. Membuatnya berdiri tepat di depanku. Secepat kilat, sekuat yang kumampu, telapak tangan kubuat menghantam pipinya. Bercak darah dari luka yang pis*u Juni sebabkan menempel di wajah Rhadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jerat Cinta Mantan Calon Ipar
RomanceSehari sebelum pernikahannya, Rhadi, calon suami adikku, datang dan berkata ingin mangkir. Seluruh keluarga malu, adikku patah hati, dan aku yang paling marah sebab dia membuatku seolah jadi pihak ketiga yang merusak hubungannya dengan adikku. Padah...