"Kayzan...," Seseorang seperti memanggilku. "Apa kamu sudah sadar? Kumohon sadarlah," ucap kembali suara itu, terdengar cemas
Perlahan aku membuka mata, samar-samar terlihat seorang gadis menatapku risau. Rambut panjangnya menjuntai hingga pundak dengan hidung mungil dan bibir tipis. Aku menyipitkan mata. Belum sempat aku tahu dia menerjang dan memelukku erat.
"Kayzan," Mirla terlonjak senang.
Aku mendelik kesakitan. Kencang sekali peluknya. Hangat, nyaman. Bahkan aku bisa merasakan...
"Akhirnya kamu sadar juga. Aku takut kamu kenapa-kenapa? Apa tubuhmu masih sakit?" katanya dengan senang.
"Mir," ucapku tertahan. "Tolong lepaskan. Aku tidak bisa bernapas," mintaku.
Mirla seketika sadar, melompat ke belakang. "Eh, maaf. Aku gak sengaja memelukmu."
Arfi di sampingnya tertawa kencang melihat hal tersebut.
"So Sweet sekali," pekik si Pemuda berkaca mata. "Pasangan muda ini semakin mesra saja."
Mirla terpias malu, aku terdiam kaku.
"Hei itu tidak benar. Aku hanya refleks memeluk Kayzan tadi," jelas Mirla, wajahnya bersemu merah.
"Refleks atau sengaja...," Arfi memandang curiga.
"Refleks kok." Mirla melotot tajam.
Aku menatap sekeliling. Dinding kayu berserta perabotan bernuansa kayu kini tempatku berada. Beberapa perban melilit lenganku, serta sebagian kepalaku. Rupanya aku terluka patah. Ingatanku tiba-tiba tertuju pada pertempuran melawan Vampir.
"Apa yang terjadi saat aku pingsan? Dimana Patra, Ifa, Paman Ref dan Danemon? Apa Vampir tadi sudah di kalahkan?" tanyaku berbondong-bondong.
"Sekarang kamu sudah aman, nak." Sebelum Arfi maupun Mirla menjawab, seorang Pria berjenggot muncul di balik ambang pintu.
"Vampir itu sudahku kalahkan. Patra dan Zeref dalam pemulihan. Nagamu juga baik-baik saja, masih dalam pemulihan setelah melindungimu dari serangan Vampir," Pria berjenggot itu menjawab semua pertanyaanku.
"Maaf, anda siapa?" tanyaku heran.
"Aku Master Windu. Guru Patra, sang Petarung sihir."
Aku terperanjat. Apa aku tidak salah lihat?
Sosok tua itu tersenyum seolah-olah menyambutku.
"Senang sekali bisa berjumpa denganmu Kesatria Naga," sapa Master Windu.
Penampilan begitu berwibawa, mengenakan jubah putih dengan pakaian penuh motif, di pinggangnya terpasang sabuk berkepala singa yang mengaum terbuat dari emas. Jika saja dia membawa tongkat, mungkin lebih berwibawa lagi.
"Ini dimana? Apa ini masih di kota Arkapura?" tanyaku.
Master Windu menggeleng. "Kamu berada di tempatku sekarang. Di gua yang tersembunyi di daerah Arcotika. Kamu sekarang aman. Para Prajurit Zerafas, ataupun Monster tidak akan tahu lokasi tempat ini."
Aku hendak berdiri untuk melihat sekeliling. Namun kakiku terasa sakit untuk digerakkan, membuatku kembali duduk.
"Argh," aku mengaduh kesakitan.
"Jangan paksa dirimu Kay, lukamu masih belum sembuh sepenuhnya," ucap Mirla cemas. "Ifa bilang kamu perlu istirahat yang cukup banyak."
Aku terdiam. Ucapan Mirla benar, aku harus memulihkan tenaga dulu.
Master Windu menyentuh tubuhku, rasa hangat menjalar menghilangkan rasa sakit di kakiku.
"Bagaimana? Apa sudah mendingan?" tanya Pria berjenggot itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DRAGON ELEMENT (End)
FantasyKenangan pasti dimiliki di setiap ingatan semua orang. Tentang suka cita, duka lara. Semua tersimpan di memori. Adakalanya kenangan itu terputar kembali, membuat duka lara terngiang di hati, membuat jiwa terasa sedih. Semua pasti memiliki kisah sedi...