27. Janji Ifa

20 2 0
                                    

Dentuman terdengar memekakkan telinga. Si Naga merah menyemburkan api, menghantam tebing, dan membuat bebatuan jatuh ke bawah.

Splash! Hisar mendarat di dahan pohon, terengah-engah. Dengan sihir waktu Hisar berhasil mengelak sepersekian detik sebelum api itu membakar habis dirinya.

"Kemampuan yang hebat, bocah! Magna waktumu cukup mumpuni," kata Jenderal Liu.

Si Naga Merah mengepakkan sayap, terbang beberapa meter di atas Hisar.

"Ini masih belum seberapa. Akan kutunjukkan lagi kemampuan yang ku miliki," Hisar tersenyum tipis.

"Oya," Jenderal Liu tertarik. "Silakan bocah. Dengan senang hatiku terima seranganmu itu."

Sinar jingga muncul di Parang Hisar. Pemuda itu memasang kuda-kuda, mengarah parang sejajar ke depan. Si Naga Merah mendengus, asap mengepul di lubang hidungnya.

Di balik semak-semak, Ifa melepaskan teknik penyembuhan begitu luka di tubuh Abbey berangsur membaik. Gadis elf itu memandang Hisar bertarung melawan Jenderal Liu. Pemuda itu begitu gesit dan lincah, menghindari cakaran naga dan embusan apinya. Ifa murung, bingung harus membantunya apa pergi dari sini?

"Kita harus membantu Hisar, Ifa? Kita tidak boleh diam begitu saja," saran Arfi. Pemuda itu sudah siaga mengeluarkan belati.

"Jangan gegabah. Dengan kemampuanmu saat ini. Kamu bisa dengan mudah dikalahkan oleh Jenderal Liu," cegah Ifa.

"Tapi kita gak bisa biarin Hisar bertarung sendirian. Nyawanya bisa terancam tahu," Arfi sedikit kesal.

Ifa kembali terdiam, baru kali ini dia melihat Arfi kesal padanya. Ifa tahu Arfi mencemaskan keadaan Hisar. Begitu pun dirinya.

"Aku akan membantunya. Kamu dan Mirla kembalilah ke tempat Master Windu dan beri tahukan hal ini padanya."

Mirla menggeleng, "itu sama saja kamu membahayakan nyawamu. Hisar maupun kamu bukan lawan setara Naga merah dan Jenderal Liu."

"Jika kamu memutuskan bertarung, kami juga harus ikut!" sambung Arfi

"Kalian," Ifa menatap kesal. "Ini bukan pertarungan layak latih-tanding. Jenderal Liu tak segan-segan membunuh kalian."

Mirla menggeleng  kepala. "Kami tidak akan mundur kalaupun itu menantang maut." Mirla tersenyum, "Nyawaku memang berharga. Namun ada lagi yang lebih berharga darinya. Yaitu Persahabatan kita. Aku tidak ingin melihat sahabatku bertarung sendirian. Bagiku seorang sahabat terbaik tidak akan meninggalkan sahabatnya yang kesusahan termasuk bertarung hidup dan mati sekalipun."

Aku mengangguk setuju. "Kamu sudah aku anggap seperti saudaraku, Ifa. Sudah layaknya aku dan Mirla membantumu."

"Arfi, Mirla," Ifa menggeleng cepat. "Aku sudah berjanji pada Kayzan untuk selalu melindungi kalian selama dia pergi. Jika kalian ikut bertarung, sama saja aku melalaikan janjiku padanya. Aku... tidak ingin melanggarnya. Aku juga tidak ingin kalian bertiga berpisah. Sudah semestinya kalian harus kembali ke masa dimana sebenarnya kalian berada."

Hening sejenak.

"Maafkan Aku, Arfi,  Mira.  Aku--"

Mirla menepuk bahu Ifa,  Memeluk erat dirinya. "Kamu tidak perlu cemas. Kami bisa menjaga diri, kok. Kami bukan lagi remaja lemah yang dulu kamu temui. Kami sudah kuat sekarang,  kami juga memiliki hewan Destoforce yang senantiasa berada di sini kami," Mirla melepas pelukan dan menatap lamat Ifa sambil tersenyum tipis.  "Selain itu kami juga seorang Partner Magis. Jenderal Lui berserta Naga Merahnya gak akan mudah mengalahkan kami. "

Arfi mengangguk setuju.

Ifa masih diam,  bibirnya keluh untuk menjawab perkataan Mirla.

Bum!  Suara ledakan kembali terdengar.  Tebing sisi kanan runtuh oleh serangan Si Naga Merah.

THE DRAGON ELEMENT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang