7. Paman Ref

35 9 0
                                    

Malam hari di ruang tamu rumah Paman Ref. Aku terhanyut dalam imajinasi sambil memandang Danemon yang tengah asyik terbang bermain-main di tempat. Naga itu terlihat riang, sesekali mengeluarkan asap dari hidungnya. Semua terasa sunyi, hanya terdengar suara jangkrik yang berbunyi, juga suara dengkuran Arfi yang tidur di sampingku.

Setelah menghabiskan teh hangat, dan memutuskan apa yang harus kita lakukan besok. Kami menaruh ransel di kamar dan beranjak tidur.

Tetapi di rumah Paman Ref hanya ada dua kamar, yang satu sudah digunakan si tuan rumah,dan yang satu kosong melompong. Aku pun mengusulkan untuk menggunakan kamar itu bersama-sama. Spontan Mirla menolak keras, dia mana mau tidur bersama, terlebih lagi sama laki-laki. Arfi juga ogah tidur dengannya. Alhasil terjadi perdebatan kecil, hingga aku memutuskan mengalah dan mengajak Arfi tidur di Ruang tamu. Tetapi yang diajak malah protes, bilang mengapa tidak Mirla saja yang tidur di sana? Dia kan perempuan sendiri? Mirla pun tak mau mendengarkan ucapan Arfi.

Akhirnya aku menarik Arfi dan memaksanya tidur di sana.

"Dasar Perempuan, memang tak mau disalahkan!" sungut Arfi tak terima.

Dibalas tatapan sengit oleh Mirla.

Setiba di Ruang tamu. Aku menggelar tikar yang sudah disediakan. Arfi langsung merebahkan tubuh dengan ekspresi kesal. Tak lama kemudian dia malah sudah terlelap tidur, mendengur pula.

Puh! Aku menghela nafas. Dasar!

Selepas itu aku mencoba memejamkan mata, berganti-ganti posisi tidur. Namun tetap tidak bisa tidur walau dalam sekejap. Pikiranku masih berkecamuk, memikirkan banyak hal, tentang keluargaku, sekolahku dan Monster berjubah yang bisa saja membahayakan nyawaku. Bahkan aku sudah mencoba menghitung domba melompati pagar tetap saja tidak efektif.

Aku memandang langit-langit rumah. Mengapa liburanku jadi kacau begini. Di saat semua orang asyik bersenang-senang, pergi ke pantai, mendaki bukit atau ke tempat keren lainnya. Aku malah terjebak di masa lalu dengan bahaya bisa mengincar kapan saja.Aku kembali menatap Danemon yang masih asyik memainkan ekornya layak anjing perumahan. Beruntung dia mau menemaniku bergadang.

"Danemon. Apa itu hewan Destoforce?" tanyaku teringat dengan Griffer.

Danemon yang asyik memainkan ekornya, beralih menatapku. "Bukankah tadi sudah kujelaskan pada tuan."

"Tapi aku masih belum paham," ungkapku.

"Destoforce adalah istilah hewan mitologi yang sudah terikat dengan perjanjian dengan manusia. Hewan ini akan memberikan separuh kekuatan magis pada manusia pilihannya, hingga membuat tubuhnya mengecil seukuranku ini. Dulu Para Naga Elemen yang sudah terikat partner juga seukuran begini, maka tak jarang hewan Destoforce dianggap lemah oleh kebanyakan orang. Tetapi jangan salah sangka. Walaupun penampilan Destoforce seperti ini. Mereka bisa kembali ke ukuran semula begitu berhasil mengikat hubungan dengan Partnernya lebih jauh."

"Jadi kamu bisa berubah menjadi raksasa, Danemon?" potongku.

"Tentu saja," Danemon mengerung pelan. "Hanya saja memerlukan banyak tenaga untuk berubah menjadi besar, sedangkan tenagaku masih belum pulih sepenuhnya."

Aku ber-oh pelan, membayangkan bagaimana Danemon berubah menjadi Naga dewasa? Pasti keren.

"Apa tuan tidak mau tidur? Hari sudah kian larut. Besok tuan juga memerlukan tenaga untuk menjalani aktivitas," tanya Danemon.

"Aku kesulitan tidur. Pikiranku berkecamuk membuat mataku sulit sekali untuk terpejam," jawabku.

"Tapi dari tadi mata tuan terpejam, dan terbuka. Bukankah itu baik-baik saja? Mana yang sulit?"

THE DRAGON ELEMENT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang