20. Latih-Tanding

17 6 0
                                    

Empasan angin keluar menghantam gadis muda dan melemparkannya hingga menghantam dinding stadion. Dia terbatuk pelan, tubuhnya tergeletak di atas tanah.

"Akui saja kekalahanmu, Vanda. Kamu tidak akan bisa mengalahkanku. Bahkan dengan jurus manipulasi waktu milikmu sekali pun," ancam pemuda di depannya.

Empasan angin keluar di sekeliling tubuhnya, melambaikan jubah merah yang dikenakan.

Vanda terkekeh geli, kembali bangkit. "Petarung sejati tidak kenal menyerah sampai di ambang penghabisan." Cakram yang dibawanya berputar kencang, siap menyerang. "Aku akan melawanmu, sampai titik darah penghabisan."

"Kamu masih ingin melawan. baiklah, dengan senang hati" Pemuda itu mengangkat cambuk. Angin di sekitar mulai berderap kencang.

"Typhoon of destroy¹."

Muncul pusaran angin di sekitar Pemuda itu. Membentuk tornado setinggi dua meter. Nyaris setinggi bangunan stadium.

"Attached."

Pusaran itu melaju kencang siap menghabisi Vanda.

"Time loop move²", Vanda melempar cakramnya. Membalas serangan.

Area tepat di sekitar cakram mengeluarkan cahaya jingga. Gerakan pusaran angin itu melambat, begitu cakram itu menghantamnya. Angin yang membentuk terbelah menjadi dua dan pusaran angin itu lenyap. Tapi tepat setelah itu. Pemuda berelemen angin melesat terbang, mengayun cambuknya.

CTAR! Ayunan itu telak mengenai Vanda, menghempasnya ke belakang, menghantam dinding stadium.

"Wind punch" Pemuda itu mengacungkan tinju. Muncul pusaran angin kecil di kepalan tangannya.

Buk! Tepat menghajar perut Vanda.

Argh! Vanda berteriak, bersamaan keluar darah dari mulutnya. Empasan angin seketika keluar di tempatnya. Membuat dinding stadium itu berlubang.

Pemuda itu terbang menatapnya. Kepulan debu mulai beranjak dan memperlihatkan Vanda terkulai lemah. Dia terkapar pingsan. Serangan tadi mengambil kesadarannya.

Pertempuran itu di menangkan oleh pemuda tersebut. Juru Pertarungan segera mengumumkannya. Sorak penonton terdengar.

Arfi menatap tak berkedip, saat melihat pertarungan itu. Tak disangka. Vanda, kakak seniornya kalah dengan mudah di tangan Pemuda yang memiliki kemampuan pengendali unsur alam. Arfi jadi berpikir bagaimana jika dia berhadapan dengan Kayzan.? Mungkin nasibnya tak akan berbeda jauh dari Vanda.

"Ngelamun mulu. Apa kau takut?" Mirla menyenggol nya.

Arfi menggeleng. "Siapa bilang? Aku gak takut kok."

Mirla tertawa pelan, kembali melihat lapangan. Ini sudah kesembilan kalinya petarung digilir, sejauh ini masih atasannya yang berhadapan. Ifa sudah maju empat ronde yang lalu dan dialah pemenangnya. Kini Mirla dan Arfi masih menunggu giliran, menonton pertarungan, dan melihat betapa hebatnya kekuatan Magna para senior mereka.

Juru Pertarungan kembali berbicara di depan panggung kecil yang disediakan, di samping lapangan. Memang agar semua khalayak bisa mendengar suaranya. Zaman saat ini mana mungkin ada mikrofon .

"Sekarang kita sudah sampai fase ke sepuluh pertarungan," juru Pertarungan mulai berbicara. Suaranya nyaring dan kencang terdengar membahana. "Kali ini ada perbedaan untuk peserta yang akan maju. Dia bukan berasal dari sini dan terbilang murid baru. Tapi ada yang membedakan dan membuat dia istimewa. Petarung yang akan maju memiliki hubungan partner dengan Hewan Mitologi. Yeah, siapa lagi kalau bukan hewan Destroforce."

THE DRAGON ELEMENT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang