29. Bertemu Kembali

11 2 0
                                    

"Aras. Andai aku tahu apa yang terjadi? Aku tidak ingin mengulangi kejadian itu lagi. Andai aku tahu apa yang terjadi? Aku tidak akan membiarkanmu berada dalam bahaya seperti Cikaku dulu." Hisar memandang tajam, memegang parang yang kini beradu dengan pedang Jenderal Liu.

Dengan hentakan kuat dia mendorong Jenderal Liu hingga terpukul ke belakang.

"Apa kabar Aras? Sudah lama kita tidak bertemu? Aku yakin kamu pasti akan datang menemuiku," Hisar tersenyum.

Ifa menunduk, kemudian memandang Hisar sambil tersenyum sedih. "Hisar... Maafkan aku tidak memberi tahu kalau aku adalah Aras. Maafkan aku tidak jujur saat pertama kali kita bertemu. Aku tidak ingin mengingat kejadian tragis itu. Aku tidak ingin kamu kembali terluka mengingat kematian Ancanika. Aku..."

Hisar menepuk bahu Ifa, tersenyum samar. "Dari dulu, kamu tidak berubah. Kamu mudah sekali menyerah. Kamu masih suka sekali murung dan melamun. Padahal Cika selalu berpesan agar kamu tidak sering begitu." Hisar memberikan Busur Bumi yang tergeletak di samping. "Pulihkan dulu tenagamu. Sembuhkan yang lain. Aku akan mengurus Jenderal Liu."

"Berhati-hatilah. Maaf, aku tidak bisa membantumu."

Hisar terkekeh mengacak rambut Ifa. "Kamu selalu membantu, Aras. Jangan pernah pesimis! Aku percaya suatu saat kamu bisa membangkitkan kekuatan hebat sama seperti ibumu."

Ifa tersenyum lebar, menyeka air mata yang sempat keluar.

Hisar bangkit dan berjalan menuju ke Jenderal Liu yang sedikit termangu mendengar percakapan mereka.

"Percakapan teman lama yang sangat membosankan. Jika aku tidak segan, sudah ku akhiri percakapan kalian sejak tadi," ucap Jenderal Liu mengacungkan pedang sejajar ke depan. "Bersiaplah bocah, kali ini aku tidak segan-segan membunuhmu."

Hisar memasang kuda-kuda. Cahaya kuning terpancar di parangnya.

Jenderal Liu berteriak, melesat maju. Pedangnya masih teracung ke depan, bergerak seperti lesatan panah.

Cling! Tiba-tiba cahaya kuning keluar dari tubuh Hisar, seketika menghentikan langkah Jenderal Liu.

Hisar menutup mata, terngiang dengan sesosok gadis cantik berambut panjang tengah berlari di Padang rumput. Gaun hitamnya berkibar tertiup angin beriringan dengan tawa cerianya.

"Hisar. Kemarilah... Mari kita nikmati senja bersama-sama. Dasar lambat!" Gadis cantik itu memanggilnya.

"Enak aja. Jangan remehkan kecepatanku!"

"Oh, ya. Coba kejar aku kalau bisa!" Gadis cantik itu berlari.

Hisar pun mengejarnya. Hingga mereka tertawa-tawa bersama duduk memandang matahari tenggelam dibalik pegunungan.

"Hisar. Kamu tahu kenapa senja diciptakan?"

"Karena dia merupakan penghubung antara siang dan malam," jawab Hisar.

Gadis cantik itu memayunkan bibir. "Ternyata kamu tahu jawabannya." Kemudian ia tersenyum. "Namun bukan itu yang ku maksud."

"Apa memang?" Hisar bingung.

"Siang itu ibarat kemudahan dan malam ibarat kesulitan. Saat senja tiba, segala kehidupan harus di akhiri dengan datangnya malam. Langit gelap, hewan beranjak tidur dan semua terasa sunyi. Begitu pun sebaliknya. Dari dua sisi itu aku menyadari, tidak semua kehidupan itu mudah. Adakalanya kesulitan itu ada. Sama seperti kita saat ini, terus berlatih, jatuh-bangun demi menjadi yang terbaik. Mengejar ambisi." Gadis itu memegang tangan Hisar. "Aku berharap kita bisa selalu bersama, hingga menjadi petarung terbaik dan bisa membantu orang lain."

THE DRAGON ELEMENT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang