26. Menyelamatkan Teman-teman.

18 4 0
                                    

Sinar matahari menerobos masuk, menyinari pepohonan. Kicauan burung bergema merdu. Puing perumahan desa Neztofor terpapar di sekeliling dengan belukar dan jaring laba-laba menghiasi.

Selepas beristirahat, mendirikan kemah. Kami kembali melanjutkan misi, mencari senjata pusaka naga. Tujuan kami adalah rumah tempat tinggal diriku yang dulu. Berbekal dengan ingatan Danemon yang sudah pulih, kami pun dengan mudah menemukan rumah bekas diriku dulu tinggal.

Rumah itu tidak berbeda jauh dari yang lain. Kumuh, lapuk dan ditumbuhi akar-akar menjalar. Patra mengeluarkan pedang dari pinggang dan menebas akar-akar yang menghalangi pintu masuk. Kami masuk ke dalam rumah. Banyak bagian rumah yang tidak utuh, juga ada yang tidak bisa di masuki. Aku menjejakkan kaki ke dalam, berharap menemukan petunjuk.

Rumah ini terasa lapang, terbagi menjadi tiga bagian besar. Kami sekarang tepat di bagian pertama. Di sini hanya ada kursi dan meja ambruk--mungkin dulunya Ruang Tamu.

Aku mencoba masuk ke bagian kedua. Menyingkirkan jaring laba-laba yang menutup akses masuk. Di bagian ini terdapat dua ruang kecil saling berhadapan. Mungkin sebuah kamar. Aku memandang bagian ketiga. Sayang sekali aku tidak bisa memasukinya. Bagian itu sudah ambruk dan tertutup semak-semak.

"Apa kamu menemukan petunjuk?" tanya Patra, sedari tadi dia memeriksa di bagian pertama rumah.

Aku menggeleng. "Belum. Aku akan mencoba memeriksa bagian ini. Barang kali ada petunjuk."

"Perkiraanku. Mungkin saja Senjata Pusaka itu berada di ruang ketiga. Namun sayangnya tempat itu sudah hancur," ujar Patra.

"Kurasa bukan di sana tempatnya," sanggahku. "Diriku yang dulu dan Danemon terakhir bertemu di ruang kamar. Boleh jadi diriku menyimpan Senjata Pusaka itu di sana."

Aku memasuki salah satu kamar, mendorong pintu kayu hingga jebol--Padahal aku gak kencang dorongnya. Pintu ini sudah lapuk dan gampang sekali hancur. Aku menaruh sembarang pintu itu, bergegas memeriksa.

Bau apak disertai lembab tercium saat aku memasuki kamar. Perabotan di dalam sudah tidak karuan bentuknya. Ranjang reyot, lemari kayu roboh dan terbelah menjadi dua, serta perabotan lain berceceran di lantai. Danemon terbang mengekor, ikut melihat kamar. Aku meraih guci, melihat isinya. Ternyata kosong. Kemudian berganti memeriksa kendi dan kotak peti. Sama saja, isinya kosong. Kemana kiranya semua barang yang tersimpan di benda-benda ini? Apa benda ini memang tidak ada isinya?

Patra mengamati lemari kayu. Kain lusuh berceceran keluar. Patra memilah-milah kain, begitu kotor dan tertimbun tanah. Pasti kain-kain ini dulunya bekas pakaian.

"Tidak ada yang menarik. Hanya tumpukan kain saja," gumam Patra.

Tersisa satu yang belum diperiksa. Yaitu ranjang. Aku menelisik ranjang itu, mencari kemungkinan senjata pusaka itu tersimpan di sana. Walau agak aneh kalau senjata pusaka itu benar-benar tersimpan di ranjang.

Ranjang kayu dengan panjang dua meter ini sudah reyot termakan rayap. Tidak ada tikar atau alas tidur. Jangan tanyakan kasur, karena saat ini benda itu sangat jarang sekali dijumpai. Kalau pun ada, pasti jarang dipakai oleh penduduk kalangan bawah.

Aku mengamati ujung celah ranjang. Sepertinya ada sesuatu yang mengkilap di sana. Aku mencoba mengambil benda itu, menyingkirkan kayu yang menutupi. Seketika aku terperanjat, mendapati sebuah cincin permata tergeletak di celah kayu. Penasaran, kuambil cincin itu, mengamati lebih dekat. Batu safir biru terpasang indah, dan menjadi mahkota untuk dipamerkan. Melihat benda ini tersimpan di ranjang, mengingatkanku akan sesuatu. Sebuah kenangan saat diriku yang dulu berpisah dengan Danemon.

Diriku yang dulu bangkit tertatih, mengambil sesuatu benda di laci meja. Selepas dia memberikan cincin dan menyuruh Danemon untuk pergi, dia memutuskan untuk melawan para monster. Biarlah ini menjadi akhir perjuangannya.

THE DRAGON ELEMENT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang