9. Serangan (Part 2)

6 0 0
                                    

Dugaanku benar-benar tepat. Tak disangka orang berseragam tadi, tak lain adalah prajurit otoritas kerajaan Zerafas. Mereka benar-benar licik dan kejam. Bagaimana tidak? Sepulang dari kedai, lapak dan rumah Patra diobrak-abrik sama mereka. Aku tidak tahu dimana Patra sekarang, apalagi Danemon, karena kami sedang bersembunyi di salah satu bangunan tak jauh dari lokasi. Aku mengepal tinju, aku tidak akan membiarkan Nagaku dalam bahaya.

Ingin rasanya aku menghabisi salah satu Prajurit sialan itu. Mereka pikir remaja seperti ku tidak bisa bertarung. Aku pernah memenangkan lomba bela diri tahun lalu, bahkan tingkat margaku sudah tinggi di padepokan. Jika saja Ifa tidak menahanku, aku bisa menyerang mereka sekarang.

"Bagaimana dengan ayahmu, Ifa? Apa dia baik-baik saja?" Mirla bertanya cemas

"Ayahku pasti baik-baik saja. Prajurit macam mereka bisa saja dikalahkan dengan mudah," jawab Ifa yakin.

"Tapi kenapa aku tidak melihat Patra sejak tadi? Juga bagaimana dengan Danemon, Griffer? Aku tidak ingin mereka tertangkap oleh Prajurit-prajurit itu," sahut Arfi.

"Mereka pasti baik-baik saja. Ayahku akan melindunginya."

Aku mengepal tinju ke dinding, menahan amarah. Prajurit-prajurit itu masih berkeliaran di rumah Patra, sesekali mengawasi sekitar. Orang-orang seakan enggan melihat, takut berurusan. Aku kembali mengintip, mendapati salah satu Prajurit berseragam berbeda tengah membawa sesuatu, seperti tidak asing bagiku. Begitu aku melihat, spontan aku terkejut.

Itu... Itu hewan yang kulihat di kedai tadi. Bulu abu-abunya lusuh dan kotor, terlihat ada beberapa goresan luka kering maupun baru, tatapannya memelas, suaranya parau dan meringkik pelan, di punggungnya terdapat sepasang sayap dengan bulu-bulu tak beraturan. Hewan itu adalah Pegasus, dan termasukhewan Destoforce karena ukurannya sebesar Danemon.

"Cepat keluarkan sihirmu dan lacak keberadaan pengikut Windu yang sesat itu," bentak Prajurit itu.

Kuda kecil meringkik kencang, berusaha membebaskan diri. Menggubris perintah Prajurit tersebut.

"Cepat lakukan atau akan ku lakukan hal sama macam tuanmu itu," ancamnya.

Kuda itu masih memberontak.

"Cepat lakukan, BODOH!" Prajurit itu mencambuk kuda itu, setruman listrik keluar menyetrum, membuat kuda itu meringkik kesakitan.

Mirla berteriak histeris, Aku melotot tajam. Kemarahanku sudah di ujung kepala, aku tidak kuat menahan kesabaranku lagi. Seorang Prajurit mendengar suara Mirla dan bergegas menghampiri.

Tinjuku terangkat. Apa aku takut dengan mereka? Tidak, Kayzan tidak pernah memiliki rasa takut kepada siapapun, bahkan Monster berjubah sekalipun.

Bruk! Dengan tangkasku terjang dia, memukul kencang wajahnya, membuat pingsan seketika. Kurampas tombaknya dan memandang kumpulan Prajurit.

Semua Prajurit yang mengobrak-abrik rumah Patra mengalihkan pandangan padaku.

"Siapa kau, hah? Beraninya melukai pengawal kerajaan?" Prajurit yang melukai Pegasus mengacungkan pedang.

Aku juga tak kalah menodong tombak.

"KURANG AJAR!" bentaknya. "Habisi anak ini, sekarang. Jangan kasih ampun."

Kumpulan Prajurit itu maju. Jumlah mereka ada sepuluh orang masing-masing membawa sebilah pedang, tombak dan cambuk. Aku memasang kuda-kuda kokoh, Prajurit-prajurit itu sudah dekat.

Sling! Salah satu mengayunkan tombak. Aku melompat ke samping, berguling di tanah. Seorang lagi menghujam tombak, dengan tangkas aku menangkisnya.

"Argh!" Aku menoleh ke belakang. Seorang prajurit yang hendak menusuk terdiam kaku dengan cahaya hijau mengeliling tubuhnya. Apa itu sihir?

Belum sempat aku tahu, sebuah tombak terhujam ke arahku. Aku kembali mengelak dan menendang kuat prajurit yang terdiam kaku, membuat terhempas, menimpa rekannya. Aku mendarat kokoh kembali memasang kuda-kuda.

THE DRAGON ELEMENT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang