Selepas sarapan lezat dan kekenyangan. Ifa mengajak kami mengunjungi beberapa anak di Asrama asuhan. Mereka terlihat riang dan mengerumuni Ifa, gadis Elf itu tersenyum ramah, mengajak untuk mendongeng. Para anak antusias menerima ajakan tersebut.
Selagi Ifa mendongeng. Bibi Araya menghampiriku, berkata Master Windu memanggil kami bertiga, seketika aku bertanya ada apa. Bibi Araya hanya bilang ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh Master Windu. Aku pun tidak bisa menolak dan mengajak Arfi dan Mirla untuk menemui Master Windu. Kedua temanku mengangguk, tanpa banyak tanya.
Aku berpamitan pada Ifa, dia mengangguk. Juga berterima kasih untuk sarapannya pada Bibi Araya, kemudian beranjak pergi. Danemon dan Griffer mengekor di belakangku.
Lokasi yang diberitahu Bibi Araya berada di bagian terdalam gua, setelah rumah tempatku dirawat. Selama perjalanan Arfi dan Mirla bertanya-tanya mengapa mereka dipanggil Master Windu. Aku hanya diam mendengar, asyik melihat sekitar. Aku masih penasaran dimana pintu masuk gua ini. Apa berada di ujung rumah di belakangku tadi? Aku menoleh, hanya ada lorong gelap dan sempit setelah rumah itu.
Begitu melewati rumah tempatku dirawat, kami mendapati sebuah bangunan luas, bertingkat-tingkat layak pagoda, terdapat lapangan luas di tengah bangunan. Beberapa orang tampak sedang berlatih bela diri. Gerakan mereka begitu rumit, bahkan ada gerakan yang membuat mereka seolah terbang. Aku juga melihat beberapa kerumunan anak sedang memanah, sasaran mereka berupa tancapan kayu dengan lingkaran merah di tengahnya. Seorang anak tepat menembakan panah ke tengah lingkaran.
Tring! Terdengar dentingan pedang. Aku menoleh ke sumber suara, terlihat anak seusia dua tahun di bawahku menyerang seorang berpakaian biru. Dia menyerang dengan penuh amarah, tetapi gerakannya dengan mudah dilumpuhkan, dan membuat anak itu terjatuh.
"Gunakan pedangmu setulus hati. Jangan amarah yang mengendalikannya dan menyeranglah dengan pikiran, serta strategi yang akurat." Orang berpakaian biru itu berteriak memberi arahan. Dia seorang perempuan.
Beberapa anak lain bersiap menyerang, mereka berlatih di sebuah bangunan tanpa dinding—mirip padepokan. Mereka serentak menyerang. Tetapi tangkas sekali perempuan itu mematahkan serangan, seorang anak terjatuh akibat terjangan.
"Kembalilah bangkit, gunakan situasi ini untuk mencari titik kelemahan musuh," perempuan itu memberi semangat. Intonasinya tegas, terkadang melembut.
Anak yang terjatuh itu kembali meraih pedang dan bangkit menyerang.
"Kayzan," panggil Mirla.
Aku menoleh, sepintas bayangan mataku melihat perempuan itu menatapku. Wajahnya seakan familiar, namun aku mengabaikannya.
"Dimana tempat Master Windu berada?" tanya Mirla.
"Katanya di bangunan ini. Tapi gak tahu dimana tempatnya?" jawabku.
"Mungkin di sana?" Arfi menunjuk tempat yang ada anak tangganya, berada di tengah bangunan. "Biasanya tempat orang penting selalu ada tengah."
Aku dan Mirla saling tatap, lantas mengiyakan dugaan Arfi dan berjalan ke tempat itu. Beberapa ruangan sempat mencuri pandangan. Di salah satu ruangan aku melihat ada beberapa pegasus terikat di sekap kandang. Apa itu tempat istal? Kuda pegasus itu meringkik kencang seakan tahu ada keberadaan orang di sekitarnya.
Aku menaiki anak tangga satu persatu, tempat yang dituju terlihat tinggi dari bangunan lain. Begitu sampai di atas, tiba-tiba seorang Pria berjubah cokelat menghadang kami.
"Siapa kalian? Apa tujuan kalian datang ke sini?" Dia bertanya tegas.
Kami bertiga saling tatap.
"Eh, ka ... kami hendak menemui Master Windu." Arfi menjawab sedikit gagap. "Apa benar ini tempatnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DRAGON ELEMENT (End)
FantasíaKenangan pasti dimiliki di setiap ingatan semua orang. Tentang suka cita, duka lara. Semua tersimpan di memori. Adakalanya kenangan itu terputar kembali, membuat duka lara terngiang di hati, membuat jiwa terasa sedih. Semua pasti memiliki kisah sedi...