34. Festival Area-Lapang

16 2 0
                                    

Lorong bawah tanah nan pengap kini tempat ku melintas, menuju Stadion Meganaha. Jujur saja aku masih penasaran dengan seluk-beluk Kota Zerafas di atas sana. Apa semegah Kota Arkapura atau lebih lagi? Duh gak sabar pengen lihat dan jalan-jalan di sana. Pasti seru. Hehehe.

"Kenapa tertawa sendiri? Gak jelas," seru Mirla, mengagetkan lamunanku.

Aku nyengir kuda, menggaruk-garuk kepala. "Maaf, kebiasaanku kembali muncul."

Mirla memutar bola mata, "Dasar pecinta halu."

Kami memandang ke depan melihat Jenderal Rial memimpin perjalanan.

"Sebelumnya aku minta maaf jika kemarin kurang berkenan menyiapkan tempat yang layak untuk kalian berisitirahat, mengingat betapa ketatnya penjagaan kota ini," ucap Jenderal Rial.

"Tidak mengapa. Setidaknya tempat anda siapkan tidak buruk-buruk juga, walau punggungku agak encok gara-gara jatuh mengenai batu," jawab Paman Ref santai.

Ya, memang ruangan kami kemarin dipenuhi lumut dan batu-batu kecil. Aku gak nyangka kalau Paman Ref tertimpa nasib buruk. Semoga saja Jenderal Rial gak marah dengerin penuturannya.

"Kabar mengenai Jenderal Liu sudah ku dengar dari surat yang dikirim Master Windu," lanjut Jenderal Rial menganti topik pembicaraan. "Dugaanku akhirnya terbukti jika selama ini ada sosok aneh yang menjadi kaki tangan Raja Arkaras. Masalah ini jadi semakin serius!"

"Lalu apa rencanamu perlu diubah?" tanya Patra.

Jenderal Rial menggeleng, "Tidak perlu. Meskipun aku tahu Jenderal Liu alias Varax memiliki rencana lain. Setidaknya dia bisa kita hentikan di kota ini," dia menghela napas, "hanya saja aku takut ada banyak korban berjatuhan di pertempuran ini, terutama warga kita yang tidak terlibat sama sekali."

Lengang sejenak, hanya suara langkah kaki yang terdengar.

"Aku dengar, Pemimpin Monster itu mengincarmu, anak muda. Apa itu benar?" Jenderal Rial menatapku.

Aku mengiyakan, menceritakan kejadianku selama tiga Minggu terakhir dengan ringkas.

Langkah kaki Jenderal Rial terhenti begitu aku menjelaskan tentang teman kami yang disandera.

"Ini Kabar buruk," dia menggeleng tegas. "Si Pemimpin Monster itu hendak melancarkan rencana besarnya di sini."

"Jangan bilang, rencana itu ada kaitannya dengan Portal Dimensi Waktu," duga Paman Ref.

"Benar. Varax hendak mengaktifkan kembali portal tersebut."

Kami semua terperangkap. Bagaimana bisa? Bukankah itu perlu kekuatan gabungan dari Danemon dan Zarika. Sedangkan Danemon sendiri ada di tanganku.

"Selain membutuhkan dua kekuatan naga Element yang terpilih. Portal itu memerlukan tempat untuk mengaktifkannya. Salah satunya ada di Kota Zerafas, akan tetapi aku tidak tahu dimana pasti lokasi itu," Jenderal Rial membalikkan badannya, memandang diriku.

"Berhati-hatilah Kesatria Naga. Monster itu mengincar nagamu. Jangan sampai dia tertangkap!"

Aku mengangguk tegas. Gak akan kubiarkan itu terjadi.

Lorong bawah tanah kian saat, kian banyak belokan serta lorong bercabang bagai labirin. Lumut banyak tumbuh di sini, suasana remang-remang karena minimnya pencahayaan. Aku bisa merasakan tetesan air turun menimpa kepalaku.

"Lorong ini merupakan akses darurat jika suatu saat kota ini diserang. Setiap bangunan penting di kota terhubung dengan lorong bawah tanah," Jenderal Rial menjelaskan ketika Mirla menanyakan kegunaan lorong ini.

Langkah Jenderal Rial melambat begitu kami nyaris sampai tujuan. Di depan sana terdapat lorong beranak tangga yang menghubungkan dengan akses luar. Samar-samar terdengar gemuruh pelan dari atas. Keramaian stadion Meganaha terasa sampai sini.

THE DRAGON ELEMENT (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang