35. Hampir Berakhir

258 39 3
                                    

Happy reading 💙


Nb:tolong tandai kalo ada kesalahan dalam penulisan ya, thank you 🌹


Hari-hari ia lalui bersama keluarga Caca, tentunya tanpa Reyhan. Ada pula Cleon dan Gilang yang hampir setiap hari mengunjunginya di rumah Caca, membuat Ara setiap hari pula mendengarkan pertengkaran kecil mereka.

Sementara Aksa? Entah kemana laki-laki itu pergi, sudah hampir 1 bulan ia tak menampakkan suaranya. Ara tidak ingin berharap kepada siapapun untuk saat ini.

Pagi-pagi sekali seperti biasa Caca akan mengantar Ara untuk menikmati udara segar di pagi hari. Memang sudah rutinitas ketika weekend. Ara membonceng Caca di belakang sambil mencekal sebuah tongkat.

"Ra, seger banget ya udaranya" ujar Caca dengan sumringah, Ara hanya balas mengangguk samar.

Sampai di sebuah jembatan, dimana pemandangan alam yang terlihat cukup indah mampu menyejukkan mata, keduanya perlahan turun dari motor, walaupun Ara tak bisa melihatnya namun ia bisa merasakan dari udara yang memang benar-benar segar. Udara di pagi hari yang sama sekali belum tercemar polusi.

Drrrttt

Suara dering ponsel milik Caca, membuat nya harus mengangkat telpon tersebut.

"Hallo?"

"Caca lagi sama Ara nih"

"Mama dimana emang?"

"Oke-oke"

Pip

"Ra kamu tunggu disini sebentar gapapa? Aku mau jemput mama di toko depan sana gak jauh kok, soalnya pinggang mama kambuh" ujar Caca.

"Iya ca, aku gapapa kok. Kamu hati-hati" ujarnya dengan jemari yang bergerak serta senyum sumringah khas Ara.

"Oke siap, bentar ya Ra!" Caca melajukan motor Scoopy nya bergegas menjemput sang Mama, meninggalkan Ara sendirian di jembatan tersebut. Ara tak mendengar banyak suara manusia disana, pertanda bahwa jembatan tersebut tidak terlalu ramai.

Perlahan Ara melipat tongkat miliknya, kaki kanannya naik ke atas pagar besi jembatan, disusul kaki kiri nya. Pandangannya lurus, tangannya menggenggam erat tongkat besi yang ia bawa.

Penderitaannya masih belum berakhir, haruskah gadis itu mengakhirinya? Mungkin dengan cara ini mereka semua tidak akan lagi repot-repot mengurus dirinya yang tidak berguna.

Bulir air mata perlahan jatuh membasahi pipi gadis itu, ribuan pertanyaan terngiang-ngiang di otaknya. Haruskah ia mengakhirinya? Bertemu kakak nya? Haruskah begini?

Kuku jari-jarinya memutih karena terlalu kuat menggenggam tongkat. Ara menutup matanya, bersiap Ancang-ancang akan melompat.

Namun sebuah tangan kekar menariknya kuat-kuat hingga akhirnya tubuh Ara jatuh ke pelukan orang tersebut.

Brakk

"Lo gila?!!"

"Sadar Amara!!"

Suara itu, Aksa, laki-laki yang selama satu bulan ini menghilang tanpa kabar. Laki-laki yang berjanji akan menjaganya.

Isak tangis begitu pilu terdengar dari bibir Ara, tubuh ringkih nya di peluk penuh sayang oleh Aksa. Laki-laki itu menutup matanya berusaha memahami penderitaan yang Ara alami. Dalam kondisi seperti ini tidaklah mudah menerima kenyataan.

"Maafin gue" ujar Aksa.

Selang beberapa menit keduanya kalut dalam kesedihan, Aksa melepas pelukannya. Menatap lekat-lekat netra Ara. Meskipun gadis itu tidak bisa melihat ia yakin Ara bisa merasakannya.

Pandangannya Ara kosong wajahnya sembab dan sayu. Aksa bisa merasakannya, laki-laki itu menghapus sisa-sisa air mata di pipi Ara.

"Ra, ini gue Aksa, gue dateng" ujar Aksa, Ara tak bergeming ia hanya diam dengan pandangan kosong.

"Kita pulang ya?" Aksa menuntun Ara memasuki mobilnya.

Laki-laki itu menyetir mobilnya sambil menggenggamnya tangan Ara, tanpa gadis itu ketahui. Penampilan Aksa saat ini bisa di bilang cukup kacau. Kelopak mata menghitam, rambut yang mulai memanjang.

Sampai di depan rumah Caca, tepat bertemu Caca yang hendak keluar gerbang setelah mengantar sang Mama.

"Woy Aksa!" Triak Caca.

Aksa turun, lalu membukakan pintu untuk Ara lalu menuntunnya.

"Ara? Kamu nangis?" Tanya Caca.

"Stop it! Lo bawa Ara Biarin dia istirahat" ujar Aksa.

Caca mengangguk, menuntun Ara perlahan menuju kamarnya. Sesampainya di kamar Caca menggenggam tangan Ara, dan mengelus puncak kepala Ara.

" Ara, kalo ada apa-apa jangan sungkan untuk cerita, kalo butuh apa-apa jangan sungkan untuk meminta. Aku udah anggap kamu saudara" ujar Caca dengan lembut.

"Janji yah?"

Ara dengan ragu mengangguk, memberikan senyum tipisnya.

"Good, yaudah Sekarang Ara istirahat ya aku kau ke depan dulu" ujar nya di balas anggukan oleh Ara.

Caca berjalan keluar dari kamar menuju ruang tamu, menghampiri Aksa yang sekarang tengah mengobrol dengan sang Mama.

"Woy! Kemana aja lu? Ngilang, sekalinya nongol ke orang depresi" cletuk Caca, di balas tatapan sengit oleh Aksa.

Mereka lanjut mengobrol, Aksa menceritakan bagaimana Ara tadi hampir bunuh diri. Ibu dan anak itu cukup terkejut, dan merasa bersalah karena telah meninggal Ara sendirian.

***

Tbc

MAAP KALO FEEL-NYA GADAPET HUHU😭🙏 LAGI BUNTUUU.

JANGAN LULA VOTE COMENT 😾😾

Terimakasih 💙

AKSARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang