[33]

3.9K 258 9
                                    

______________________________________

HAPPY READING
DON'T FORGET TO VOTE ☆
______________________________________

🌻🌻🌻

Aneisha berjalan tergesa memasuki kediaman Thomas Bimantara. Lima belas menit yang lalu Aneisha masih berbaring nyaman di dalam kamar kosnya. Namun tiba-tiba Aneisha mendapat telfon dari Livia. Livia menelfon Aneisha dengan isak tangis yang hebat membuat Aneisha dilanda panik karenanya. Melalui telfon itu juga akhirnya Aneisha tau alasan Livia menangis.

Genzo mengamuk.

Livia bercerita setelah pulang tadi Genzo tidak keluar kamar sama sekali. Dia mengurung dirinya di dalam kamar. Genzo menghancurkan semua barang yang ada di dalam kamarnya tanpa terkecuali. Livia yang melihat Genzo berbeda tentu sudah tau kalau depresi anak laki-lakinya itu kambuh kembali. Livia bahkan sudah menyuruh para pekerja laki-laki di rumah untuk menenangkan Genzo yang mengamuk. Namun bukannya berhasil, seluruh pekerja itu malah keluar dengan wajah babak belur.

Livia yang kebingungan akhirnya memutuskan untuk menelfon Aneisha. Terlebih Livia hanya seorang diri di rumah saat ini. Sebab Thomas sedang melakukan business trip ke Amerika sejak dua hari yang lalu. Begitu juga dengan Shena yang sedang melakukan babymoon ke Yunani bersama dengan suaminya.

Aneisha mendekat pada Livia yang hanya bisa berdiri di depan pintu kamar Genzo. Kedua pipi Livia sudah basah oleh air mata membuat Anesiha refleks memeluk wanita itu.

"Mami tenang ya, Mami jangan takut. Asha bakalan bantu Mami. Asha janji Asha akan keluarin Kak Genzo dari kamar itu" ujar Aneisha bersungguh-sungguh.

Livia mengangguk lemah. "tolong Mami ya Sha. Maaf Mami gangguin kamu malem-malem begini"

"Mami jangan ngomong gitu. Asha enggak ngerasa direpotin sama sekali kok sama Mami"

Pandangan Aneisha kemudian beralih pada Bi Maya yang setia mendampingi Livia sejak tadi. "Bi, tolong jagain Mami ya Bi. Asha masuk dulu ke dalem"

Setelah mengatakan itu, Aneisha membuka pintu kamar Genzo dengan perlahan. Berusaha untuk tidak menimbulkan kegaduhan tambahan apabila Genzo merasa terusik dengan suara engsel pintu yang terbuka.

Aneisha terdiam saat kedua matanya mengedar ke seluruh penjuru kamar Genzo. Kamar ini benar-benar berantakan. Kalau biasanya kamar Genzo akan terlihat rapi maka malam ini kamar Genzo bagaikan kapal pecah. Barang-barang berserakan di lantai. Pecahan benda-benda yang terbuat dari kaca memenuhi lantai. Entah apa yang Genzo lakukan hingga mampu membuat kamarnya terlihat mengerikan seperti ini.

Aneisha mengedarkan pandangannya lagi ke seluruh penjuru kamar. Dia berusaha untuk mencari sosok Genzo yang entah berada dimana saat ini. Pasalnya kamar Genzo dalam keadaan remang-remang. Hanya ada sinar rembulan yang masuk dari jendela kamar Genzo yang menjadi penerangan utama.

Kedua mata Aneisha menyipit manakala dia melihat siluet Genzo tengah menyandar pada bagian depan ranjang tidurnya. Segera saja Aneisha melangkahkan kaki mendekat pada Genzo. Aneisha melangkah berhati-hati melewati berbagai macam barang yang berserakan di atas lantai.

Tatapan Aneisha terhenti pada Genzo yang terlihat sangat mengenaskan. Genzo meringkuk menenggelamkan kepalanya diantara kedua lutut dengan tangan kiri yang menggantung di atas lutut kirinya. Kemeja putih yang dia pakai sudah tidak berbentuk lagi. Rambutnya pun terlihat acak-acakan.

Genzo kacau.

Sangat kacau.

Aneisha memfokuskan pandangannya padang tangan kiri Genzo yang menggantung di udara. Meski hanya dengan penerangan minim, Aneisha bisa melihat dengan jelas darah yang menetes keluar dari telapak tangan Genzo membasahi lantai.

Aneisha melangkah satu langkah ke depan. Dia berlutut tepat di sebelah Genzo. Aneisha mengulurkan tangan kirinya ke depan. Lebih tepatnya ke atas bahu kanan Genzo.

"Genzo.."

Lirihan Aneisha seperti sihir yang mampu mengembalikan akal sehat Genzo. Genzo yang sedari tadi melamun memikirkan Aneisha, menoleh perlahan ke sebelah kanannya. Tepat kepada sosok Aneisha yang tengah berlutut di sebelahnya.

"Ai?"

Aneisha tersenyum kecil. "Iya, ini aku Ai"

Aneisha tersentak saat Genzo dengan tiba-tiba menerjang tubuh mungilnya. Genzo melingkarkan kedua tangannya di pinggang Aneisha erat. Sedangkan kepala pria itu menyandar tepat di dada Aneisha.

"Jangan pergi Ai. Jangan tinggalin aku. Aku mohon. Jangan pergi.."

Aneisha tercekat saat mendengar lirihan Genzo yang terdengar sangat memilukan. Secara otomatis Aneisha melingkarkan tangannya memeluk Genzo. Mencoba untuk menenangkan Genzo yang terlihat sangat kacau saat ini.

"Please Ai, jangan pergi. Maaf, maaf Ai. Maafin semua kesalahan aku.."

Aneisha memejamkan kedua matanya saat lagi-lagi dia mendengar lirihan kesakitan Genzo. Baru kali ini dia melihat Genzo sekacau ini. Baru kali ini dia melihat Genzo memohon dengan sangat kepadanya. Baru kali ini Aneisha melihat Genzo menangis dalam diam di pelukannya.

Aneisha memang marah pada Genzo. Aneisha memang kesal karena kelakuan brengsek Genzo. Tapi melihat Genzo yang kesakitan seperti ini bukan keinginannya. Bukan ini yang ingin dia lihat dari Genzo. Genzo seperti orang lain di matanya. Genzo bukan lagi pria gagah yang selalu Aneisha lihat. Genzo yang dia lihat sekarang adalah Genzo yang lemah dan putus asa.

Sesulit itukah bagi Genzo untuk melepaskan dirinya?

Sesulit itukah bagi Genzo untuk memulai hidup tanpa kehadiran dirinya?

Sesulit itukah bagi Genzo untuk kehilangan dirinya?

🌻🌻🌻

____________________________________

SEE YOU IN THE NEXT CHAPTER
DON'T FORGET TO VOTE ☆

Anyway, you can call me Debibu 🧡
____________________________________

GENZO : REMORSEFULTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang