⇛chapter 33《佐野》

640 94 5
                                    













Acara pemakaman yang hanya di hadiri oleh Haruchiyo dan Shinjiro berjalan dengan lancar.

Haruchiyo menatap Shinjiro yang tertidur di gendongannya setelah puas menangisi kepergian salah satu kesayangannya.

Pemuda itu memilih untuk pulang ke apartemen milik Izana.

Ia masuk ke dalam kamar Shinjiro, dan membaringkan perlahan ank laki-laki itu ke atas kasur bewarna biru dengan motif tay*

" Mimpi indah. "

Dengan perlahan ia menutup pintu kemar itu, lalu mendudukkan dirinya di atas sofa.
Helaan nafas berat keluar dari sela bibirnya.

Kepalanya terasa sedikit sakit.

" Tidak mungkin aku membawa Shiro ke dalam dunia berandalan. " Gumamnya.

" Jika aku mengembalikannya kepada Shinichiro-san.. apa yang harus ku jelaskan nantinya? "

Ia menatap pigura yang terpajang di meja di depannya yang berisi foto Shinjiro ketika berusia 1 tahun.

" Kawai.. "

two years later

" Shiro, sudah waktunya makan siang. "

Anak lelaki berusia empat tahun itu langsung berlari mendekati orang yang baru saja menyiapkan makan siangnya.

" Shiro lapar! " serunya seraya tersenyum lebar.

Orang itu tertawa kecil melihat tingkah imut Shinjiro. " maka dari itu, ayo makan. "

Shinjiro mengangguk antusias lalu duduk di atas kursi, di bantu oleh orang itu. Keduanya menikmati makan siang dengan tenang.

" Shiro mau jalan-jalan? " tanya orang itu.

" um! Shiro mau jalan-jalan, beli es-krim yang banyak banyak! " jawabnya antusias dengan mata berbinar-binar.

Orang itu tersenyum lembut melihat keceriaan Shinjiro. Tak percaya bahwa bayi yang dulunya tak bisa melakukan apa apa kini telah tumbuh dengan sehat.

Walau sampat ada perpisahan di antara mereka...

" ___________! "

Shinjiro memanggil orang itu, sehingga lamunanya terbuyarkan.

" ya, Shiro mau apa? " tanyanya dengan lembut.

Anak laki-laki itu hanya menggeleng lalu menikmati buah strawberry yang di siapkan oleh orang itu.

Orang itu mengambil gelas yang berisi susu putih, lalu memberikannya kepada Shinjiro.
" Setelah ini, ayo jalan-jalan. "

" huum! "

Tak terasa kini hari telah menjelang sore, orang itu langsung mengajak Shinjiro jalan-jalan kesebuah taman yang cukup ramai.

Orang orang berlalu lalang, terlebih anak sekolah yang baru saja pulang dari sekolah.
Suasana sore hari sangat disukai oleh Shinjiro, cukup ramai tetapi tak membuagnya risih.

Berbeda dengan orang yang di sebelahnya cukup khawatir karena suasana ramai itu.
" Shiro, jangan jauh jauh ya. " ucapnya di balas anggukan oleh Shinjiro.

Keduanya duduk di sebuah kursi taman yang dekat dengan sebuah kedai manisan.
Sedari tadi, Shinjiro selalu menatap orang-orang yang sedang menikmati es-krim.

Ia tergiur melihatnya.

Hal itu tentu di sadati oleh orang di sebelahnya. " Shiro mau es-krim? " tanyanya, Shinjiro mengangguk antusias.

" Mau! Shiro mau es-krim! "

Orang itu tertawa kecil, lalu memggendong Shinjiro. " Ayo beli. " ajaknya, untung saja ia tak lupa membawa uang sebelum keluar.

Shinjiro memilih dua rasa es-krim yang di letakkan dalam satu cup. Tangan kirinya memegang cup es-krim, sementara tangan kananya tak berhenti memasukkan sesendok es-krim kedalam mulutnya.

" Oishi! "

Anak lelaki Sano itu, duduk di atas pangkuan orang yang menatapnya dengan tatapan sendu sedari tadi.

" Selamat menikmati, Shiro. " ucapnya.

Shinjiro diam tak menjawab, tetapi ia tersenyum lebar sehingga kedua matanya tertutup.

Tangan kiri orang itu tak berhenti mengelus surai hitam lembut milik Shinjiro. Ia tak mengalihkan perhatiannya dari anak laki-laki itu.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Matahari telah tenggelam, dan semakin banyak orang-orang yang berlalu lalang karena esok harinya adalah hari libur.

Keduanya tak kunjung pulang, Shinjiro sangat ingin melihat pemandangan lampion yang berada di pusat Osaka.

Orang itu menuruti keinginan Shinjiro.

Keduanya terduduk diam menikmati pemandangan indah lampion-lampion yangbmenggantung di atas.

" Shiro rindu Tokyo? " tanya orang itu di balas anggukan oleh Shinjiro.

" Shiro sangat rindu Tokyo! "

Pemandangan di depan mereka, benar-benar mengingatkan mereka kepada Tokyo.

Orang itu tersenyum sendu, lalu kembali menatap Shinjiro yang tak lagi tersenyum. Kedua bibir kecil itu terbuka, ingin mengucapkan sesuatu.

" Tapi.........








































































.... Shiro juga rindu Iza-nii..... "



















TBC.....

Father And Son ( Sano Shinichiro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang