⇛chapter 29《佐野》

663 90 0
                                    














Kakucho dan Rindou yang baru datang, langsung di sungguhi oleh hawa berat di dalam ruangan.

Mereka melihat Ran dan Izana yang sedang beradu tatapan datar nan dingin.

Tatapan Rindou teralihkan kepada Shinjiro yang berada di gendongannya Ran. Ia berjalan mendekati kakaknya itu.

" Aniki, biar aku yang menggendong Hiro. " Ucapnya. Ran hanya mengangguk, menyerahkan Shinjiro yang telah tertidur ke gendongan Ran.

Emosi pemuda itu sedang tak stabil, ia takut mengganggu, akhirnya memutuskan untuk keluar.

Sedangkan Izana tetap diam, seraya menatap Shinjiro yang berada di gendongan Rindou.

" Tubuhnya sudah tidak sepanas kemarin. " Ucap Rindou, meletakkan tangannya di dahi Shinjiro.

Suasana menjadi hening, Kakucho dan Izana duduk di sofa. Sementara Rindou duduk diatas kasur.

" Kau ada disini kemarin, Rin? " Kakucho bertanya, seraya menatap Rindou.

Rindou mengangguk. " Aku baru kembali kemarin pagi, saat Aniki mengabari keadaan Hiro. "

Kakucho beralih menatap Izana yang terdiam. " Kau menyesal? "
Izana hanya diam tak menjawab, maniknya terus menatap punggung kecil Shinjiro.

" Waktu tak bisa di ulang , hilangkan rasa menyesal mu itu. Dan minta maaflah kepada Shiro. " Setelahnya Kakucho berjalan keluar dari ruangan.

Rindou masih diam begitu pula Izana. Keduanya tak berniat untuk membuka suara.

" Bukankan kau terlalu sibuk dengan urusan mu bersama orang bernama Kisaki itu, Izana? " Suara Rindou memecahkan keheningan.

Izana tak menjawab apapun, kedua matanya masih saja menatap Shinjiro.
" Aku ingin urusan ini cepat selesai, dan pergi dari dunia berandalan. "
Rindou tak mengomentari ucapan Izana, ia masih sibuk menimang Shinjiro yang tertidur.

" Mau menggendongnya? "

Izana mengangguk, lalu mengambil perlahan Shinjiro yang berada di gendongannya Rindou. Setetes air mata jatuh, rasa rindunya kepada Shinjiro membuncah. Dekapannya kepada bayi itu erat.

" Aku akan keluar sebentar. " Ucap Rindou.

Pemuda Kurokawa itu hanya diam, ia memusatkan seluruh perhatiannya kepada Shinjiro. " Maaf sudah ninggalin Shiro. " Lirihnya, mengecup sekilas dahi sang bayi.

Di luar ruangan terdapat Kakucho, Rindou, dan Ran yang telah tenang. Awalnya si sulung Haitani itu ingin masuk kedalam ruangan, dan mengambil Shinjiro. Tetapi Rindou dan Kakucho menghentikannya.

" Izana butuh waktu. "

Suasana hening sedari tadi, tak ada yang membuka suara sama sekali.
Ran senantiasa menutup kedua matanya, mencoba untuk menghilangkan penat yang menghantamnya sedari kemarin.

Beberapa menit kemudian, merek di kejutkan oleh tangisan histeris dari dalam ruangan. Tanpa berucap apapun Ran langsung masuk kedalam ruangan, begitu pula Kakucho dan Rindou.

" Huaaaaa R-Ran Nii hiks hiks . "

Ran segera mengambil Shinjiro yang berada di gendongan Izana.
" Cup cup Ran-nii disini. " Ucapnya mencoba menenangkan bayi itu.

Sementara Izana masih diam membeku. " Shiro sama Iza-nii ya. "

Uluran tangan pemuda itu di tolak oleh Shinjiro, yang perlahan telah tenang. Hatinya terasa sakit melihat Shinjiro yang menolaknya, tetapi ketika melihat Shinjiro tenang dan dapat tersenyum, terdapat sedikit rasa lega dihatinya.

Ran mengambil duduk di kursi samping ranjang. Ia mendudukkan Shinjiro di pangkuannya.

" Hiro, dengerin Ran-nii sebentar. " Ucapnya, membuat Shinjiro menatapnya dengan manik Ruby yang berkaca-kaca.

Sebelum Ran melanjutkan ucapannya, Kakucho dan Rindou memaksa Izana untuk keluar dari ruangan. Meninggalkan Ran dan Shinjiro.

" Kenapa Hiro nggak mau sama Iza-nii? "

Pertanyaan Ran membuat bayi itu terdiam. Tatapan manik ruby itu tak dapat di artikan. Kepalanya menundukkan, menatap punggung tangannya yang terdapat infus.

" Iza-nii nggak sayang lagi sama Shiro. "
Ran menghela nafas, kedua bibirnya terbuka ingin mengucapkan sesuatu, tetapi terhenti ketika mendengar ucapan Shinjiro berikutnya.

" Shiro takut ditinggal, kosong Shiro nggak lihat apa-apa kemarin. Shiro pingin nangis nggak bisa, Shiro pingin tertawa nggak bisa. Waktu Iza-nii pergi, Shiro rasa Iza-nii udah nggak sayang sama Shiro. " Suara Shinjiro mengecil ketika mengucapkan kalimat terakhir.

Kalimat yang diucapkan Shinjiro memanglah random, tetapi Ran dapat mengambil maksud dari kalimat panjang itu.

" Kenapa Hiro nggak ngomong sama Ran-nii. "

Shinjiro hanya diam menundukkan kepalanya. Ran segera menggendong bayi itu, mengangkat dahinya dengan lembut.

Kedua manik mata berbeda warna itu bertemu. " Kalau Hiro ada sesuatu, ngomong ke Ran-nii kalau nggak Rin-nii. Hiro masih kecil, anak kecil masih membutuhkan orang yang lebih tua. "

" Sekarang Hiro mau ketemu Iza-nii nggak? "

Bayi itu tak menjawab, ia menyembunyikan wajahnya di bahu pemuda itu.

" Hiro butuh waktu ya? "










TBC. . .

Father And Son ( Sano Shinichiro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang