⇛chapter 22《佐野》

811 99 2
                                    












Hari hari berlalu tanpa adanya masalah berat. Ikatan antara Izana dan Shinjiro semakin erat.

Ada saat dimana Izana memimpikan sebuah mimpi yang membuatnya terbangun dari tidurnya, dan langsung memeluk Shinjiro erat.

Izana tak melarang Shinjiro untuk melakukan apa yang diinginkan oleh bayi itu sendiri. Asalkan hal itu berada di dalam pantauan Izana, dan tak membahayakan Shinjiro maupun orang di sekitarnya. Izana akan mengizinkan nya.

" Nii nii, liat! Shilo melucis. " Ucap bayi gembul itu, menunjukkan sebuah lukisan yang ia buat kearah Izana.

Pemuda Kurokawa itu tersenyum bangga kepada Shinjiro.
" Bagus banget lukisan Shiro. " Pujinya, seraya mengelus surai hitam Shinjiro.

Bayi itu tertawa senang, lalu memberikan lukisannya kepada Izana. Dengan senang hati Izana menerimanya, dan menyimpannya dengan sangat baik.

Seluruh karya yang di buat oleh Shinjiro tak kan ia buang, menghilangkannya, ataupun merusaknya.

" Sekarang, mainan dan alat lukisnya Shiro di simpan. Habis itu mandi, dan Iza-nii akan ajak Shiro pergi. " Ucap Izana.

Shinjiro mengangguk mengerti, lalu membersihkan mainannya dan alat-alat melukisnya. Ia mengembalikannya sesuai tempatnya.

" Cudah. " Ia berucap, lalu menatap Izana yang duduk di sebuah sofa single.

" Sekarang ayo mandi. "

Shinjiro pun berjalan mengikuti Izana menuju kamar mandi dengan perlahan.

Dengan telaten Izana memandikan Shinjiro. Keduanya menyempatkan waktu untuk bermain air walau hanya sebentar.

" Sekarang Shiro sudah wangi. " Ucap Izana tersenyum, lalu mencium pipi yang telah ia beri bedak.

Ia menurunkan Shinjiro di atas sofa. Kini berganti dirinya untuk bersiap-siap.

" Shiro tunggu sebentar ya, Iza-nii mau siap siap dulu. " Ucapnya lembut.

Shinjiro hanya mengangguk, ia kembali fokus dengan animasi yang di tayangkan.

Bayi itu sama sekali tak mengalihkan perhatiannya. Bahkan suara pintu apartemen terbuka, tak membuat ia melirik sama sekali.

" Hiro! " Seseorang memanggilnya, tetapi tak di sahut oleh sang pemilik nama.

Merasa gemas karena tak di sahut. Ran memilih untuk mendekat, dan duduk di samping Shinjiro.

Ia ikut menonton, apa yang di tonton oleh Shinjiro.

Tak lama kemudian Izana kembali, ia menemukan Ran dan Shinjiro yang tengah menonton dengan serius.
Bahkan keduanya tak menyadari keberadaan Izana.

" Kau sedang apa Ran? " Ia bertanya, membuat Ran menoleh dan langsung mengeluarkan sebuah amplop putih.

" Hanya sebuah surat. " Jawabnya.

Izana menerima surat itu, lalu membukanya dan membacanya.
Ia sempat terdiam beberapa saat setelah membaca surat itu.

Ran hanya diam tak membuka suara. Ia memangku Shinjiro, lalu kembali menonton.

" Kita akan menerima anggota baru. " Ucapan Izana membuat Ran terdiam.

" Siapa? " Pemuda itu bertanya tanpa mengalihkan perhatiannya.

Izana mengambil duduk di sebelah Ran. " Besok akan dibicarakan. " Ucapnya dengan suara kecil.

Ran hanya mengangguk, lalu berdiri dari duduknya, bersamaan selesainya animasi yang mereka tonton.

Ia menggendong Shinjiro, lalu memberikannya kepada Izana.
" Aku akan pergi. " Ucapnya.

Sebelum pergi ia menyempatkan diri untuk mencium kedua pipi dan dahi Shinjiro.

Izana memangku Shinjiro, ia tak menyadari manik Ruby sang bayi yang terus menatapnya. Kini kepalanya dipenuhi oleh firasat buruk yang belakangan ini ia rasakan.

" Icana! " Shinjiro memanggil Izana dengan suara cadelnya. Hal itu membuat Izana menoleh kearah Shinjiro yang menatapnya khawatir.

Bayi itu memang sangat peka jika menyangkut tentang pikiran dan hati seorang manusia.

Izana tersenyum kecil, lalu memasangkan Shinjiro sepatu bewarna hitam, yang senada dengan outfit bayi tersebut.

" Ayo berangkat! "

Pemuda itu menurunkan Shinjiro. Keduanya berjalan keluar dari apartemen, sebelum itu Izana mengunci pintu apartemennya.

Keduanya berjalan menikmati suasana musim gugur.

Sebenarnya Izana ingin menggendong Shinjiro, tetapi bayi itu menolak dengan alasan ia ingin mandiri.

" Ica-nii es-clim! " Jari telunjuk mungil itu mengarah kearah sebuah tempat yang menjual es krim.

" Shiro mau es krim? " Tanya Izana, dan dibalas tatapan binar oleh Shinjiro.

Bayi itu terlihat sangat menggemaskan ketika menginginkan sesuatu, dan ketika ia menemukan hal menarik.

Keduanya menikmati waktu waktu kebersamaan mereka. Izana takkan melupakan momen-momen yang ia lewati bersama Shinjiro. Entah itu suka maupun duka.

Tak pernah ia rasakan kebahagian seperti ini sebelumnya. Izana merasa tak siap melepas Shinjiro yang akan tumbuh menjadi pria dewasa nantinya.

Tetapi itu masih lama.

Ia ingin menikmati pertumbuhan Shinjiro, dan melihatnya dengan mata kepalanya sendiri.

Berharap jika takdir mengabulkan keinginannya.

Jika takdir memisahkan keduanya. . . .
















TBC. . . .

Father And Son ( Sano Shinichiro )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang