Sepanjang perjalanan tidak ada pembicaraan yang terjadi di antara mereka. Mujin sibuk dengan ponselnya, dan bertukar pesan dengan entah siapa itu. Sesekali gadis itu mengintipnya. Rambut Mujin memiliki cukup banyak uban di bagian depannya yang tersisir rapi ke belakang. Parfum yang digunakan Mujin hampir saja membuat gadis itu ingin mendekatinya dan menciumnya langsung dari si pemilik wangi itu. Wangi maskulin sandalwood, musky yang bercampur aroma rokok itu mendominasi bau yang ada di mobil itu.
Mereka memasuki sebuah basement gedung pencakar langit berlantai 60. Gadis itu mencoba mencari informasi yang ia bisa lihat tentang nama tempat itu. Di beberapa sisi tempat parkir itu tertulis "LIBER Hotel & Casino". Gadis itu menelan ludahnya. Mengapa pria asing ini membawanya ke hotel? Sial.
"Jangan takut. Hotel ini milikku, dan aku tinggal disini. Aku tidak akan melakukan hal negatif apapun itu seperti yang ada di pikirkanmu."
Apa? Miliknya?
Mujin membuang wajahnya dari gadis itu dan tersenyum licik.
"O-oh. Maaf."
Rahang gadis itu seperti jatuh ke lantai ketika mereka tiba di penthouse mewah milik Mujin. Seorang ajudan membuka dan menutup pintu untuk mereka. Mujin dengan santai melenggang masuk ke dalam 'rumah' miliknya itu dan membuka jasnya.
"Masuk dan duduklah di situ."
Mata gadis itu mulai meredup karena kantuk, ditambah pencahayaan yang minimalis di penthouse tersebut. Mungkin karena ini sudah malam, akan sangat mengganggu pengelihatan jika lampu bersinar dengan terang.
Mujin membawa sebuah kotak berisi peralatan medis sederhana, lalu ia duduk di sebelah gadis itu dan melonggarkan dasinya. Berbeda dengan si cantik, wajah Mujin masih segar dan matanya terbuka lebar.
"A-Anda tidak perlu repot-repot melakukan ini kepadaku. Aku akan melaku—"
"Matamu sudah sangat lemah dan hampir saja kamu tertidur tadi saat sendirian."
Mujin terdengar hampir seperti mengomel saat ia mengatakannya sambil mengambil gunting, obat tetes antiseptik, kapas dan plester luka dari kotak tadi.
Tanpa berkata apapun Mujin menggunting bagian lengan baju gadis itu karena sudah ditempeli darah kering dan kotoran bekas menempel di jalanan tadi. Gadis itu menjadi malu dan menjauhkan pandangannya dari Mujin. Ia tidak membawa satu pun helai pakaian. Ia akan terlihat sangat buruk.
"Aku punya banyak pakaian baru. Kau bisa memakainya nanti."
Gadis itu jadi bingung, mengapa Mujin daritadi selalu menjawab pertanyaan yang hanya ia ucapkan di dalam hatinya.
"Hmm. Baiklah."
"Aku bukan bisa membaca pikiranmu. Hanya saja kebingungan di wajahmu itu terlihat sangat jelas, dan kau pasti bertanya-tanya dalam hatimu."
Gadis itu menelan ludahnya dengan kasar.
"Tahan," gumam Mujin. Ia sudah tahu rasanya akan sangat sakit.
Mujin mengoleskan obat antiseptik di luka yang lebar dan merah terang itu. Gadis itu meringis dan menggertakkan giginya. Rasanya sungguh perih. Ia hampir saja menarik lengannya dari tangan Mujin tapi mengurungkannya. Setelah selesai Mujin langsung menutup lukanya dengan plester berukuran besar agar tidak bertambah sakit.
"Siapa namamu?" tanya Mujin.
"Emm.. Namaku Lee Ji Ho."
Mujin mengangguk.
"Tekan lukamu."
"Nde."
Belum selesai, Mujin mengambil kapas dan membersihkan luka di wajah Jiho dengan lembut. Mata mereka bertemu. Wajah Jiho mendadak merah. Mujin menyadarinya dan tersenyum kecil.
"S-siapa nama anda? Anda sudah membantuku, dan aku harus tau nama anda."
"Choi Mujin," jawabnya singkat dan jelas. "Aku melakukan ini karena sepertinya kau mengalami hari yang buruk. Aku tidak yakin kau akan pulang dengan selamat setelah perkelahianmu tadi."
Perkelahian?
"Anda... melihatnya?"
"Hmm."
Jiho menutup matanya karena menahan malu. Ia ingin menghilang dari muka bumi saat ini juga.
"Cheosonghaeyo."
"Tidak perlu meminta maaf. Itu kekasihmu?"
"Mantan kekasihku."
Ekspresi Mujin datar mendengar jawabannya, yang bersamaan dengan selesainya ia mengobati luka di wajah Jiho. Ponsel Mujin yang terletak di meja itu berdering. Park Soo Young. Seperti nama wanita.
Siapa yang berani menelepon orang di jam 3 pagi? Mungkin kekasihnya.
Mujin mengangkatnya.
"Hmm... Aku sudah dirumah. Tidurlah... Jangan meneleponku lagi... Tidak. Sudah kukatakan tidak. Kau dengar?... Hmm."
Begitu saja. Mujin langsung mematikan ponselnya.
"Maaf. Apakah aku menganggumu?"
"Tidak."
Mujin sudah selesai. Ia berdiri dan kembali meninggalkan Jiho di ruang tamu itu sendirian. Beberapa menit kemudian, ia kembali membawakan sebuah kaus baru berwarna putih.
"Tidurlah disini. Kau boleh pulang besok. Tidak baik seorang wanita berada di jalanan di jam ini."
"E-ehmm. Baiklah."
"Kau sudah memikirkan akan tinggal dimana?"
"Sejujurnya, sama sekali belum."
"Arasseo. Jika kau mau, ada rumah kosong yang tidak kutinggali. Kau bisa tinggal disitu sampai kau menemukan tempat baru lagi nanti. Oh, dan, kamar tamu ada di ujung dekat ruang membaca."
Mujin mengangguk sambil menaikkan alisnya, tanda meminta Jiho untuk setuju saja tanpa ingin mendengar pendapatnya. Mujin beranjak meninggalkan Jiho, tapi gadis itu memanggilnya.
"Chogiyo... Kenapa anda melakukan ini? Anda sangat baik kepadaku."
Kamu menyedihkan dan lemah. Tapi kamu juga berani dan cantik. Aku ingin membuatmu... kembali kepadaku. Jawab Mujin dalam hati. Berani... Benarkah kamu berani?
"Tidak karena apa-apa. Aku hanya ingin membantumu," jawab Mujin dengan culas dan percaya diri.
"A-ah... Baiklah. Terimakasih banyak."
"Hmm."
"Selamat malam, Tuan Choi."
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Strangled [Choi Mujin] - Completed
RomanceAlternative Title: I'll Kill You Main character: Choi Mu Jin from Netflix's My Name You as Lee Ji Ho ⚠️tw: abusive/toxic relationship, domestic abuse, violence, physical and emotional restraints start: 16 april 2022 completed: 20 august 2022 Includ...