XLV. 🔞

679 128 28
                                    

"Ahh.. Ahhh... Ahkh! Oh, shit! Nnghh..."

Mujin menutup mulut Jiho dengan tangannya yang besar sambil menatap matanya.

"Ssssh, baby."

Sementara Jiho memegangi ujung meja untuk menahan posisinya. Karena tidak bisa menahan nafsunya, Mujin dan Jiho masuk ke salah satu ruangan meeting kosong setelah Jiho dengan sengaja diminta datang ke sebuah meeting hanya karena Mujin ingin bertemu dengannya.

"Apa kamu bisa lebih pelan? Akhh!!"

Jiho menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Mujin dan menghirup wangi tubuh Mujin yang menggairahkan. Susah sekali menahan desahan saat Mujin menyetubuhinya dengan tenaga yang sangat kuat dan membuatnya keenakan.

"Sebentar saja. Ohhh, shit—Aku tidak kuat menahannya. Sebentar lagi aku keluar. Fuck! Kamu suka, hmm?"

Jiho menggigit bibirnya dan mengganggukkan kepalanya. Mujin tersenyum.

"Kurasa ada orang lewat barusan," bisik Jiho pelan, dengan nafas yang tersengal-sengal. Ia khawatir orang-orang menyadari perbuatan mereka berdua.

"Biarkan saja."

Tidak lama kemudian, Mujin semakin mempercepat gerakannya karena klimaksnya sudah dekat. Ia melepaskan luapan cairan kentalnya di dalam rahim Jiho, yang sudah mulai rutin mengkonsumsi morning pills. Berbuat seperti ini rasanya membuat ketagihan, seperti tidak cukup satu-dua kali saja.

•••

Klik, klik.

Mujin membuka ikat pinggangnya dan menurunkan resletingnya, sambil melihat ke arah pintu masuk. Kedua tangan besarnya meremas pantat Jiho.

Plak! Sebuah pukulan mendarat di pantat Jiho yang mulus, membuat kulitnya berubah jadi kemerahan.

"Kamu sengaja menggodaku tadi, hmm?"

Sewaktu conference tadi, Jiho duduk di seberang Mujin. Gadis itu sengaja melipat satu kakinya dan mengangkat roknya saat Mujin melihatnya, sehingga Mujin bisa jelas melihat pahanya dan sedikit bagian celana dalam merahnya. Jiho buru-buru menurunkan roknya saat orang lain melihatnya.

"Aku merindukanmu," ucap Jiho pelan, membuka kedua kakinya untuk Mujin. Ia terkekeh sambil menarik dasi Mujin. "Siapa suruh tidak pulang tiga hari?"

Mujin menghela nafas panjang, sekali lagi memastikan tidak ada orang di sekitar. Mereka berada di sebuah pantry kecil di lantai itu, dan daerah di sini cenderung sepi, tidak banyak orang yang sering kesini.

"Kita akan cepat saja? Aku takut ada orang yang melihat," tanya Jiho was-was.

Mujin tertawa pelan. Ia menggunakan tangannya untuk menangkup semua rambut Jiho lalu menjambaknya. Tidak lupa meletakkan telapak tangannya di leher Jiho.

"Ah!"

"Kita lihat nanti," bisiknya di telinga Jiho.

Dalam hitungan detik mereka sudah tenggelam ke dalam tingginya gairah keduanya sore itu. Mujin tidak pernah ragu sedikitpun untuk mengeluarkan cairan yang penuh dengan calon bibitnya di dalam rahim Jiho karena Jiho selalu rutin berkonsultasi dengan dokter pribadinya.

"Besok, dimana?" tanya Mujin, sambil membantu Jiho mengancingkan roknya dari belakang.

"Hmm? Besok kamu ke kantor lagi?"

"Ada urusan sebentar."

"Oh, begitu. Hmmm..." Jiho berpikir, dengan tangan yang sibuk merapikan dasi dan lapel jas Mujin.

"Terlalu lama. Di kamar kecil saja."

Jiho memukul dada Mujin dan tertawa.

"Ya!"

Strangled [Choi Mujin] - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang