XII. 🔞

1.1K 65 16
                                    

"Jisung-ssi."

Jiho lebih dulu memegang lengan Jisung. Jantungnya berdebar kencang. Ia tidak menyangka Mujin akan datang. Sedari tadi Mujin menatap Jisung dengan tatapan seperti ini meninju orang, tapi ia menahannya dengan baik. Setelah Jiho datang, Mujin mengambil langkah mundur. Matanya tidak lepas dari wajah Jisung.

"Siapa orang ini?" tanya Jisung curiga. "Kau mengenalnya?"

Kedua pria itu sama-sama memiliki tinggi 180 sentimeter. Sedangkan tinggi Jiho hanya 160 sentimeter. Ia harus mendongakkan kepalanya melihat kedua pria itu bergantian.

"Jisung-ssi."

"Mwo?"

"Aku akan menjelaskannya kepadamu," ucap Jiho, membuat Jisung tersenyum, "...nanti. Aku akan menghubungimu. Arasseo?"

Senyum itu tersapu dari wajah Jisung.

"Bagaimana maksudmu?"

"Mari kita bertemu di lain waktu."

Roda berputar. Giliran Mujin yang tersenyum lebar.

"Kau ingin aku pulang?"

"Nde. Mianhae," gumam Jiho. "Aku harus berbicara dengan dia dulu."

"Dia pacarmu?"

Jiho menggelengkan kepalanya.

"Aku akan menghubungimu. Aku minta maaf," ucap Jiho sekali lagi.

"Arasseo. Pastikan kamu benar menghubungiku."

Jiho mendorong pelan tubuh Jisung ke arah mobil berwarna putih yang ada di depan rumahnya. Di situ hanya ada dua mobil. Satu Mercedes Benz berwarna hitam, dan sudah pasti mobil lainnya adalah mobil Jisung. Ia menunggu Jisung masuk ke dalam mobilnya dan pergi meninggalkan rumahnya.

Dia tumbuh menjadi pria yang tampan. Tapi ia datang di saat yang tidak tepat. Batin Jiho.

Mujin menunggu di depan pagar dengan satu tangan di dalam kantongnya, dan satu tangan di memegang sebatang rokok. Ia menghembuskan asap panjang dengan wajah yang datar. Jiho menghela nafasnya, tidak bisa membaca ekspresi Mujin. Ia membuka pintu pagarnya dan membawa kopernya masuk.

"Darimana kamu?" tanya Mujin.

Jiho melewatinya.

"Lee Jiho."

Nafas Jiho selalu tercekat setiap kali Mujin memanggil nama lengkapnya. Ada perasaan seperti Mujin sedang marah kepadanya. Langkahnya terhenti.

"Bisakah kita membahasnya nanti?" ujar Jiho lembut. "Masuklah dulu."

Mujin mengikutinya dari belakang. Tatapannya melembut kepada Jiho. Tapi ia merasa ada yang mengganjal di dadanya. Tidak seperti biasanya Jiho bereaksi seperti ini kepadanya. Biasanya gadis itu selalu banyak tingkah saat bersamanya.

Mereka masuk ke dalam rumah. Jiho meletakkan barangnya di dekat tangga, dan mengurusnya belakangan. Ia mencuci kedua tangannya dan mengambil sebuah apel di dalam kulkasnya.

"Ada yang kau sembunyikan dariku?" tanya Mujin.

Jiho mendengus, melanjutkan memotong apelnya dengan pisau kecilnya.

"Seperti?"

"Darimana kamu? Apa yang kamu bawa itu?" Mujin menunjuk ke koper itu dengan matanya.

"Aku pergi ke rumah itu pria itu. Aku mengambil barang-barangku yang penting, terutama dokumen-dokumen penting milikku."

"Mantan pacarmu?"

Mujin menaikkan satu alisnya. Perlahan, ia bangun dari duduknya dan berjalan mendekati Jiho. Jiho hanya menjawabnya dengan anggukan kecil.

Strangled [Choi Mujin] - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang