VII.

743 70 8
                                    

Jiho membuka matanya lebar-lebar dan terkejut setengah mati saat ia bangun tidur. Ia langsung mengangkat punggungnya dari kasur sambil memegangi kepalanya yang bukan main sakitnya.

"Akh...," keluh Jiho memijat pelipisnya. "Aku mabuk sekali semalam, ya? Sialan. Apa yang terjadi? Bagaimana aku bisa berakhir di kasur? Tunggu."

Ia memaksa otaknya untuk mengingat-ingat kejadian semalam. Peristiwa yang masih ia ingat dengan sangat jelas adalah ketika ia mengobrol soal Doyeon yang kemungkinan akan pindah ke luar kota.

Sial. Ayo ingat lagi, Jiho.

Setelah itu ia mabuk, memecahkan botol secara tidak sengaja dan membuat pemilik kedai mengomel.

Hmm, apalagi ya?

Ia ingat mendengar suara Yoona berbicara kepada seorang laki-laki. Suara itu familiar. Suara siapa itu? Tunggu... Ia bisa mendengar suara itu di telinganya sekarang, saat pria itu memanggil namanya persis di depan telinganya. "Lee Jiho.". Jantung Jiho terjatuh ke lantai saat ia mulai bisa mengingat semuanya.

"I'm fucked!!"

Jiho membanting kepalanya ke bantal dan menutup wajahnya yang memerah tidak karuan.

Apa yang sudah kulakukan?! Menggoda pria seperti Mujin?? Bahkan membuka bajunya dan mencium dadanya?! Astaga. Jiho, kubur dirimu dalam-dalam dan jangan keluar selama-lamanya!!

Jiho membuka group chat yang berisi rekan kerjanya, dan mengetik tanpa berpikir.

Guys, sepertinya aku akan cuti selama satu minggu. Aku ingin liburan, sudah kurencanakan sebulan yang lalu.

Beberapa menit kemudian, balasan-balasan dari rekan kerjanya mulai masuk.

Cuti seminggu? Ya, kita akan mengadakan campaign besar besok. Sadarlah, Jiho-ya.

Jiho-ya, tidak ada aturan bisa cuti mendadak seperti ini. Lagipula tugasmu minggu ini sedang banyak.

Nde, maja. Setidaknya kamu tidak akan diizinkan cuti selama satu bulan ini. Tim kita sedang gencar melakukan campaign.

Jiho tahu kalau ia sedang mencoba peruntungan, barangkali akan diperbolehkan cuti. Tapi ternyata rekan-rekan kerjanya sama sekali tidak lengah. Ia mengerang dan memukul-mukul wajahnya dengan bantalnya.

Satu bulan?! Bagaimana aku bisa bertahan hidup selama satu bulan dengan keadaan seperti ini!

Mau tidak mau Jiho akan bertemu lagi dengan Mujin.

Atau tidak? Aku bisa saja langsung meninggalkan tempat ini dan pindah ke apartemen baru-ku hari ini. Tapi... Kalau sama sekali tidak mengatakan apapun kepadanya? Jiho, kau bukan anak yang dibesarkan kedua orangtuamu tanpa pelajaran sopan santun. Hmm. Tapi aku menyimpan nomor ponselnya. Apakah cukup jika aku mengirim pesan kepadanya untuk berterimakasih? Atau setidaknya meneleponnya. Aku hanya tidak berani bertemu dengannya... AIGOOO!

Jiho merengek seperti bocah, menghentak-hentakkan kakinya ke kasur.

"Hwaaa..."

Ia memaksakan dirinya untuk mandi. Jiho harus kerja karena ia butuh uang. Ia bukan orang kaya seperti Mujin, yang duduk manis saja uang tetap masuk ke rekeningnya. Jiho menepuk-nepuk wajahnya agar serumnya meresap ke kulitnya, luka di wajahnya sudah mulai kering dan ia masih harus mengoleskan obat. Dengan wajah yang cemberut, Jiho memakai riasan wajahnya agar ia terlihat normal, tidak seperti gadis yang habis mabuk dan menggoda pria paruh baya semalam.

Seharian di kantor, untungnya Jiho tidak terlalu punya banyak waktu untuk mengingat-ingat perbuatan bodohnya semalam karena sibuk bekerja. Jiho mengambil segelas kopi dan beristirahat sebelum ia meninggalkan kantornya.

Strangled [Choi Mujin] - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang