VI. 🔞

1.1K 70 14
                                    

"Heh," Mujin mendengus, menggandeng Jiho yang jalan dengan terhuyung-huyung. "Kenapa kau berpura-pura polos saat aku bertanya kemarin? Ternyata kau itu pemabuk."

"Eh? Apa kau bilang? Aku tidak dengar."

Dengan mata yang setengah terbuka, Jiho menempelkan telapak tangannya di samping telinganya seperti orang yang kesulitan mendengar.

Mujin meliriknya dan menggelengkan kepalanya. Ia membuka jasnya dan memakaikannya di bahu Jiho.

"Bukan apa-apa."

"Oh..."

Jarak ke rumah Jiho yang juga rumah Mujin hanya 15 menit, dekat sekali. Mujin menyetir mobil kesini. Ia sudah dari tadi mengawasi Jiho diam-diam, mengikutinya tanpa sepengetahuan Jiho. Sedikitnya Mujin juga mendengar pembicaraan Jiho dan Yoona meskipun ia di dalam mobil, karena gadis itu begitu cerewet dan berisik.

Mujin membuka pintu dan membantu Jiho duduk di kursi penumpang, lalu ia memasangkan seatbelt untuknya. Pria itu lalu masuk ke kursi pengemudi dan memasang seatbeltnya, segera meluncur ke rumahnya.

"Aku masih ingat mobil ini," ujar Jiho sambil terkikik-kikik sendiri. "Mujin-ssi, kamu datang lagi dan membawaku pulang lagi... Hmmm... Apakah kamu mengikutiku? Ya... jinjja?"

Mujin mendecakkan lidahnya.

"Kenapa kamu tidak tidur saja? Apa kamu tidak mengantuk?"

"Mengantuk? Mungkin... Sedikit saja... Aku tidak bisa tidur mencium bau tubuhmu," Jiho mengendus-endus, mengernyitkan hidungnya mendekat ke Mujin. "Eottokaeee... Memabukkan sekali."

Mujin melihat Jiho yang memejamkan matanya sambil menggelengkan kepalanya. Ia tertawa pelan.

"Kau memang sudah mabuk. Dasar gadis mesum."

Jiho seperti tidak peduli dengan kata-kata Mujin barusan. Ia mengetuk-ngetuk kaca mobil Mujin dengan jari-jari kecilnya, memandangi lampu-lampu di jalanan yang kosong itu.

Mujin membukakan pintu untuk Jiho dan menggandeng tangannya, menjaganya agar tidak terjatuh. Mereka berdua masuk ke dalam rumah itu. Mujin mengambilkan segelas air putih untuk Jiho. Jiho mengambilnya dan meminumnya sambil melihat ke mata Mujin. Pria di depannya ini masih terlihat rapi dengan kemeja putih dan dasi merah tua. Jasnya masih bertengger dengan nyaman di bahu Jiho.

Apakah ia harus tampak rapi seharian? Tanya Jiho dalam hati walaupun ia masih mabuk.

"Kau ini pemabuk berat ya? Sudah habis berbotol-botol masih saja tidak tertidur."

Mujin menaruh gelas kosong itu di meja, lalu melepas jasnya dari bahu Jiho. Dengan memberi segelas air putih Mujin berharap Jiho sedikit lebih sadar. Tapi tidak terlihat perubahan sama sekali. Gadis cantik itu hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Mujin.

Ia tiba-tiba mendekat ke Mujin, memegang pipinya yang diselimuti janggut di rahangnya, menyentuh janggut itu dengan jari-jarinya, lalu menyentuh bibirnya dengan ibu jarinya. Tidak ada penolakan dari Mujin. Pria itu malah tersenyum pelan menikmati sentuhan polos Jiho.

Ekspresi di wajah Jiho berubah-ubah. Satu detik ia terlihat sedih, satu detik ia terlihat senang. Nafasnya tiba-tiba menjadi cepat dan suara kecil keluar dari kedua bibirnya yang terbuka.

"Wae?" Mujin memegang lengan Jiho dan mengelusnya dengan ibu jarinya. "Hmm?"

"Apakah ini tidak apa-apa?"

"'Ini' apa?"

"Menyentuhmu seperti ini."

"Kau menginginkannya?"

Strangled [Choi Mujin] - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang