Kau tahu, rasanya sangat menyenangkan ketika bisa bangun siang di akhir pekan seperti yang direncanakan. Jiho meluruskan punggungnya dan menatap ke jendela yang basah. Walaupun sudah jam 12 siang, tapi langit sedikit gelap karena hujan.
Ah, nikmatnya hidup ini.
Jiho keluar dari kamarnya dan membuat segelas cokelat hangat. Perlahan ia sudah bisa melupakan rasa sakit hatinya kepada mantan pacarnya. Itu diluar dugaan Jiho. Awalnya ia mengira ia akan sangat kesulitan melupakannya, tapi ternyata hidup sendiri juga tidak buruk. Ia malah menikmati kehidupan barunya ini.
Dua bulan setelah putus dengan mantan pacarnya, Jiho mendapatkan tawaran kerja di tempat yang jauh, dan ia sedang mempertimbangkan apakah ia harus mengambilnya atau tidak. Bukan jauh di luar kota, tapi di luar negeri. Jadi, hari ini Jiho berencana untuk pergi ke rumah mantan pacarnya untuk mengambil beberapa dokumen penting untuk data dirinya dan paspor, sekaligus semua barang miliknya, setelah menundanya selama dua bulan.
Jiho masih mempertimbangkan beberapa hal. Yang pertama, ia sangat betah tinggal di Seoul. Meninggalkan Seoul adalah hal terakhir di pikirannya. Yang kedua, Jiho akan meninggalkan perusahaan yang sudah menjadi seperti rumah kedua baginya. Ia sangat menyukai bekerja di kantornya sekarang, dan ia belum siap meninggalkannya. Yang ketiga, semua teman-teman Jiho berada di Korea. Jika ia tinggal disana, ia pasti akan sendirian lagi. Tapi, jika Jiho pindah, tentu karirnya akan meroket. Hanya saja kemungkinan ia tidak akan kembali lagi ke Seoul, dan hal itu hanya akan membuatnya sedih.
Ia tidak seratus persen yakin ia akan dan ingin meninggalkan Seoul. Ia akan sangat merindukan seseorang itu. Ia butuh orang-orang di sekitarnya meyakinkan bahwa disinilah ia harus menetap.
Jiho menerima telepon dari Yoona.
"Ne.."
"Wae? Tumben kau lemas sekali. Apakah kau sudah tidur?"
"Sudah, bahkan aku baru bangun tidur."
"Ah. Jadi apa yang mengganggu pikiranmu?"
"Entahlah. Tidak tahu."
"Masih tentang tawaran kerja itu?"
"Hmm, kurasa."
"Apakah mereka memberimu waktu?"
"Iya, dua minggu."
"Kemarin kau senang, sekarang kau sedih seperti ini. Kau memang membingungkan."
"Aku tidak tahu. Aku jadi ragu."
"Apa itu karena seseorang?"
"Hmm...."
Yoona terkekeh.
"Hmmm..."
"Ya, suaramu seperti suara lebah yang mendekat ke telingaku. Hentikan."
"Hhh... Baiklah."
"Uri dongsaeng... Tanpa kau mengatakannya aku sudah tahu apa yang ada di pikiranmu. Gwenchana. Gunakan waktumu selama dua minggu itu untuk berpikir matang-matang. Apakah kamu akan menemuinya?"
"Tidak tahu. Aku sudah beberapa hari tidak mendengar kabar darinya."
Jiho bahkan tidak bertanya siapa orang yang ada di pikiran Yoona, tapi ia yakin mereka memikirkan orang yang sama.
"Hmm... Setidaknya beritahu dia."
Jiho menggigit bibirnya, ragu-ragu, tapi Yoona benar. Setidaknya Jiho harus memberitahunya.
Drrrtt... drrrrtt...
Ia membuka pesan yang masuk. Ryu Ji Sung, teman lamanya datang dan menghubunginya duluan melalui media sosial. Jisung adalah kakak kelas Jiho yang sempat ia sukai. Mereka dulu juga pernah dekat. Jiho juga terkejut, setelah putus dengan mantannya, seolah beberapa pria yang ia kenal menemukan jalan kepadanya.
Annyeong Jiho-ssi. Kau ada waktu untuk bertemu dan mengobrol? Tentang yang kusampaikan kemarin. Aku akan sangat senang jika kita bisa bertemu.
Annyeong Jisung-ssi. Sepertinya aku cukup luang sore ini. Aku akan mengirimkan alamatku. Semoga harimu menyenangkan!
Ketika menghubunginya, Jisung tidak ragu menyampaikan maksud hatinya. Ia mengatakan ingin menjalani hubungan serius bersama Jiho, yang mungkin akan berlangsung dalam waktu yang sebentar, dan menikah. Jisung adalah seorang fotografer yang cukup dikenal banyak orang. Dan ia sudah menunggu Jiho sejak lama. Jiho pun senang saat Jisung menghubunginya.
Di akhir-akhir masa berpacarannya dengan mantannya, Jiho pernah beberapa kali berpikir soal menikah, tapi tidak pernah memikirkannya dengan serius. Sekarang ia berpikir, kesempatan ini tidak datang dua kali, dan Jiho juga tidak keberatan untuk kembali menjalin pertemanan dengan Jisung setelah bertahun-tahun mereka hilang kontak. Jadi, mungkin... mungkin saja, Jiho akan memikirkannya.
Jiho menyalakan televisi untuk menghibur dirinya, tapi pikirannya terus resah. Ia akhirnya memutuskan untuk mandi agar bisa merasa lebih segar. Setelah hujan reda, Jiho akan berangkat. Agar ia tenang, ia menelepon mantan pacarnya terlebih dahulu sebelum berangkat.
"Yeoboseyo?"
Huek... Suara itu membuat Jiho mual.
"Hmm. Apakah kau ada dirumah?"
"Ne, kau sudah berpesan ingin kemari kan."
"Kau masih menggunakan kode pintu yang sama?"
"Masih, tenang saja."
Jiho menggerutu.
"Ergh.. Bisakah kau keluar sebentar saat aku sudah tiba disana?"
"Ya, kenapa kau sangat menghindariku seperti itu?"
"Kau tahu jawabannya."
"Kau sudah punya pacar? Siapa pria itu?"
"Tsk, aku tidak akan mengatakannya kepadamu. Ia bisa marah padaku jika tahu aku pergi ke rumahmu. Aku tidak punya pilihan lain. Sudah ya."
Jiho berjalan mondar mandir di ruang tamunya, menunggu hujan agar berhenti. Karena hujan tidak kunjung berhenti, akhirnya Jiho memesan taksi lewat aplikasi. Atau langit akan semakin gelap. Jiho meminta pemilik rumah keluar meninggalkan rumahnya itu untuk sementara waktu ia disana.
Secepatnya Jiho memasukkan barang-barangnya ke dalam koper yang ia bawa, karena barangnya bisa dibilang sangat banyak. Ia masih sedikit merasakan sakit hati saat melihat fotonya masih terpajang di meja kerja di kamar itu, tapi ia segera menepis perasaan itu. Rasa sakit hati yang ia rasakan bukan hanya kepada mantan pacarnya, tapi juga mantan sahabatnya.
Seusainya, ia mengabari mantan pacarnya bahwa ia sudah selesai dan dia bisa kembali ke rumahnya. Jiho lega sekali akhirnya bisa mengambil barangnya tanpa menemui si brengsek itu.
Lalu lintas cukup macet dalam perjalanannya pulang. Ia merasa sedikit gugup karena seharusnya saat ia tiba dirumah, Jisung sudah tiba disana. Ia mencoba mengirimkannya pesan, tapi belum dibalas. Kekhawatiran Jiho sedikit teralihkan saat ia menerima panggilan dari rekan kerjanya yang menanyakan beberapa hal urgent tentang pekerjaan.
"Permisi, Bu. Apakah benar disini rumahnya?"
Jiho hanya melirik ke kaca di dekat tempatnya duduk, sambil berbicara dengan serius di telepon.
"Tunggu sebentar," ucapnya kepada temannya di telepon. "Nde, benar, Pak. Sedikit lagi sampai."
"Baiklah."
Ia menyerahkan beberapa lembar uang kepada supir taksi itu, dan darah di wajahnya seperti terkuras dari tubuhnya.
Wajahnya menjadi pucat saat ia melihat Ryu Jisung dan Choi Mujin berdiri di depan rumahnya.
•••
A/N:
Tebak-tebakan hayo siapa yang bikin Jiho kepikiran itu yaa? 🌚🌝
KAMU SEDANG MEMBACA
Strangled [Choi Mujin] - Completed
RomantizmAlternative Title: I'll Kill You Main character: Choi Mu Jin from Netflix's My Name You as Lee Ji Ho ⚠️tw: abusive/toxic relationship, domestic abuse, violence, physical and emotional restraints start: 16 april 2022 completed: 20 august 2022 Includ...