Seperti biasa, jangan lupa klik bintangnya dan rekomendasikan cerita ini ke teman-teman dan akun medsos yang kalian punya.
Tandai jika ada typo.
Happy Reading ✨
.
.
.
.
.(~~~>°°°°°°°°°°<~~~)
"Iya-iya," lirih Azka berharap perdebatan tak berbobot itu segera selesai.
"Sebentar, deh. Sejak kapan lo di sini? Mereka juga?"
"Se–jak jam sa–tu ma–lam!" ucap Azka dengan memperjelas setiap suku katanya.
Rena menganga. Terkejut? Iya.
Rena merasa tidak enak sekaligus menyusahkan mereka. Entah dari mana keenamnya tahu kalau dirinya kecelakaan dan dibawa ke rumah sakit ini. Terakhir sebelum kesadarannya hilang, Rena merasakan pusing di kepala dan perih di kedua tangan serta kakinya. Tak ada tenaga untuk berteriak meminta pertolongan. Malam pergantian tahun yang seharusnya penuh keceriaan dan canda tawa kini berubah tiga ratus enam puluh derajat hanya karena dirinya."Orang tua gua udah tahu?" Rena berharap mendapatkan jawaban 'belum' dari cowok itu.
"Belum."
Satu kata berhasil membuat Rena tenang. Ia khawatir kalau papanya sampai tahu soal ini. Mengingat beliau masih di luar kota. Soal bundanya, Rena takut jika ia disalahkan karena lalai dan tidak hati-hati mengendarai sepeda motornya. Semoga saja kendaraanya itu tidak disita sama seperti handphonenya tempo lalu.
Rena meletakkan piring yang tersisa beberapa sendok ke atas nakas. Azka pun menoleh, tangannya bergerak mengambil piring itu mengingat tangan Rena yang tak sampai.
"Ka, gua boleh minta tolong?" Rena memiringkan kepalanya.
Ini pertama kalinya dirinya mengucapkan kalimat tersebut kepada Azka. Biasanya, cowok itu yang akan bergerak terlebih dahulu sekalipun Rena tidak meminta tolong.
Azka mendongak. Satu alisnya terangkat. Bingung karena orang di depannya berkata demikian. Di satu sisi, perasaannya senang karena Rena meminta bantuannya. Tanpa berpikir panjang Azka mengangguk.
"Boleh. Minta tolong apa?" balasnya dengan halus.
"Ambilin tas yang di bawah sini." Rena mengarahkan kepalanya ke arah dimana tas itu berada.
Azka membungkukkan badannya mengambil tas jinjing berwarna hitam. Azka memangkunya. "Mau ambil apa? Biar gua ambilin," tuturnya.
"Dikantong sebelah kiri biasanya ada roti. Tolong ambilin," ujarnya.
Rena masih ingat dengan kebiasaan kecil yang Kavin lakukan. Tak jarang sepupunya tersebut memasukkan roti atau biskuit ke kantong kecil yang ada di tas.
Azka merogoh mencarinya. Ia menyerahkan sebungkus roti rasa keju kepada Rena. Namun, cewek itu menolaknya.
"Lo belum sarapan, kan? Nah, makan aja itu. Nanti gua bilang Kavin kalau rotinya udah dimakan sama gua."
Azka meletakkan telapak tangannya di kening Rena. "Kata dokter lo gak kenapa-kenapa. Tapi-"
Rena melihat ke atas dengan pandangan malas. "Awas tangan lo!" tegasnya memotong perkataan Azka.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZKAREN [END]
Teen Fiction[REVISI SETELAH END] "Aku menerima mu dari sifat dan sikap bukan dari fisik maupun harta." *** Azka Earnest Vernandez, seorang most wanted dan kapten basket serta Renata Candragita Gavaputri seorang ketua kelas XII IPA 2. Tak banyak yang tau di bal...