54|| Pemakaman

105 16 13
                                    

Selamat siang.

Nad ingetin lagi untuk klik bintangnya. Gak maksa kok ☺️

Share cerita ini ke teman-teman atau akun sosmed yang kalian punya.

Untuk spoiler, dll bisa kalian cek di akun tik tok, Ig dan YouTube. Di akhir part ini Nad sisipin username nya.

Tandai jika ada typo.

Ramaikan kolom komentarnya

⚠️Siapin tisu sebanyak-banyaknya untuk baca part ini⚠️

HAPPY READING ✨

(~~~>°°°°°°°°°°<~~~)

"M–maksud papa apa?" Rena tidak bisa berbohong kalau dia tidak bisa menahan air matanya. Entah sudah keberapa kalinya dia menangis pada hari ini.

"Belajar yang rajin, ya. Nanti papa bakal hadir dihari kelulusan Rena. Ibadahnya juga yang rajin. Doain papa juga." Tatapan teduh papa Gio membuat Rena semakin deras mengeluarkan air matanya.

"J-jangan na-nangis." Rena malah semakin nangis mendengar itu.

Papa Gio meringis. Tangannya mencengkeram tangan Rena dengan kencang. Papa Gio menahan rasa sakitnya di depan sang putri. Rena menatap khawatir papanya.

"Papa, k–kenapa?" tanya Rena seraya menangis. Papa Gio menggeleng dan tersenyum.

"Rena panggilin dokter dulu, ya." Saat Rena ingin bangkit tangannya ditarik pelan oleh papanya menyuruhnya untuk tetap disini saja.

"Papa pasti sembuh. Papa bertahan, Rena panggil dokter dulu." lagi dan lagi papa Gio menahan tangan Rena.

Mulut Papa Gio bergerak-gerak. Dia ingin mengucapkan sesuatu, namun rasanya sangat sulit. Beliau memandang langit-langit ruang UGD yang berwarna serba putih.

"L–laa."

Papa Gio tidak mampu mengeluarkan suaranya. Beliau hanya bisa membuka mulutnya.

Tangisan Rena semakin pecah. Rena tidak ingin papanya merasakan sakit.  Tapi, bukan ini yang diinginkannya. Rena belum siap.

Cewek itu menarik napasnya dan dihembuskannya cepat. Rena membantu papanya. Mulutnya di dekatkan ke telinga sebelah kanan papanya.

"Laa ilaaha illallaah," ucap Rena dengan suara bergetar.

Cewek itu mengelus punggung tangan dan kepala papanya yang tertutup perban dengan sangat lembut.

Papa Gio masih menatap atas. Beliau mendengarkan apa yang Rena ucapkan. Mulutnya bergerak mengulang apa yang putrinya tadi bisikkan.

"L–laa ilaaha–"

"Illallaah."

Hari ini, jam ini, menit dan detik ini papa Gio menghembuskan napasnya untuk terakhir kalinya. Kedua matanya kini tertutup sempurna. Bibirnya tertarik seolah meninggalkan seulas senyuman menenangkan. Sorot mata tajam itu enggan terbuka kembali.

Tidak ada candaan yang akan keluar dari mulut itu lagi. Tidak ada teguran dan nasihat yang akan Rena dengar lagi. Tidak ada usapan lembut yang Rena rasakan dari tangan sang papa.

Rena menatap tangan sang papa. Tangan yang senantiasa bekerja keras untuk mencukupi kebutuhannya dan bundanya kini tak berdaya. Tangan yang selalu menggandengnya kala Rena berada di tempat ramai jika pergi bersama papanya sekarang sudah tidak bisa dilakukannya lagi.

AZKAREN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang