34. CUTTHROAT

231 31 4
                                    

Warning : [18+]

Substance, sexual violence (implied), crimes, harsh word.

Semua yang ada di buku ini hanyalah Distopia, dengan mengambil latar tempat utama di kehidupan nyata yaitu Seoul dan hanya meminjam visualisasi dari beberapa member grup idola untuk memudahkan pembaca. Untuk Karakter, sifat dan watak tokoh, tempat dan kejadian semua murni pemikiran penulis. Tidak ada maksud untuk merusak citra atau pribadi orang lain maupun suatu tempat. Penulis hanya membuat cerita berdasarkan riset singkat dan dangkal dengan bumbu khayalan dan imajinasi jadi dimohon untuk tidak menelan mentah apa yang tersaji di keseluruhan cerita ini.

Jika kamu merasa terganggu atau tidak nyaman dengan tulisan ini, dimohon untuk tidak melanjutkan membaca. Terimakasih banyak.

.
.
.
.
.
.

Tekanan, tuntutan dan keharusan memaksanya menguasai hal-hal sulit dalam waktu dekat. Jatuh? Dirinya harus bangun sendiri. Terluka? Air matanya tak boleh membasahi pipinya. Berdarah? Air dengan campuran obat antiseptik tak boleh membuatnya mengerang kesakitan. Mengantuk? Kasur empuk di kamar hanya akan menjadi khayalan. Nyatanya, kamp militer terdengar lebih baik. Tidak, bukan bermaksud meremehkan, namun, dirinya sendiri merasa semua ini terlalu berat untuk diselesaikannya dalam kurun waktu paling lama 3x24 jam.

Jika koala menghabiskan hampir 20 jam waktunya untuk tidur dan sisanya untuk makan dan melanjutkan keturunan, maka ia adalah kebalikannya. Empat jam memejamkan mata diatas kasur empuk sudah cukup lama baginya. 20 jam selanjutnya, ucapkan salam pada siksa tiada akhir. Apa balas dendam sesulit ini pikirnya.

Seperti hari ini, hari keenam kamp militer ala Namjoon jika Jungkook boleh menyebutnya begitu. Pukul empat pagi, ia diajak pemuda tinggi itu mengukur luas rumah yang mereka tinggali ini. Bahkan matahari masih asik menyinari belahan bumi yang lain. Sedangkan bulan enggan menemaninya pagi ini. Awan seolah menyelimuti bulan agar tak dapat melihatnya bekerja keras.

"Kita berhenti di depan sana." Ajak si pemimpin lari, tak peduli apakah ucapannya terdengar oleh pengikutnya atau tidak.

Sepertinya, menabrak Namjoon menjadi salah satu kebiasaan Jungkook. Sebab, lagi-lagi anak itu baru berhenti lari ketika dahinya menabrak punggung Namjoon, "Belum lelah, 'kan?"

Wajah memerah dengan dada mengembang-kempis tak beraturan juga keringat yang mengucur deras dari puncak kepala hingga rambut lepek dirasa tak cukup menggambarkan seberapa terkurasnya tenaga seorang Ahn Jungkook yang hanya mengenal makan, tidur dan bermain. Oh, juga 'bekerja'. Tapi, seorang Ahn Jungkook takkan berani mengatakan tidak pada Kim Namjoon, bukan?

Gelengan kecil Jungkook berikan sebagai jawaban, nafasnya masih berantakan hanya karena sudah lari hampir sepuluh putaran tanpa henti.

"Bagus, kita coba kemampuanmu lagi." Namjoon berbalik, melangkah santai seolah lari sepuluh putaran bukanlah hal berat. Jungkook, mau tak mau mengekor di belakangnya, meremat ujung baju seolah tindakannya itu dapat menetralkan kerja jantungnya yang sudah melebihi kapasitasnya. Meraung ingin rehat dari pekerjaannya memompa oksigen ke organ tubuh yang lain.

"Tidak ikut?" Namjoon bertanya begitu menyadari bahwa Jungkook tak juga mengikutinya. Bocah yang masih terdiam sedikit terkejut, lantas berjalan cepat, mendekat pada Namjoon dan hanya menyisakan beberapa langkah saja.

"Aku ingin melihat kemampuanmu setelah kau berlatih seminggu ini." Tantangnya.

Namjoon berhenti mendadak dan berbalik, menyimpan tangannya pada saku celana dan menatap remeh pada Jungkook. Sedangkan pemuda yang ditantang tampak kebingungan. Mata bulat jernih yang tampak polos itu mengembang, semakin membulat diikuti bibirnya yang membentuk huruf 'O' lalu menyusut dan terkatup rapat, binar matanya meredup, kepalanya menunduk. Kedua tangannya saling memilin di bawah sana.

THE BROKEN GLASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang