12.

16.3K 1.1K 30
                                    


Jeno memukul mejanya, emosinya seketika melonjak ketika melihat mamanya. Apalagi ia bisa lihat jika mata sang ibu sangat sembab disana. Pikirannya melayang kejadian semalam, dimana sang ibu dengan mudahnya bilang merindukan ayahnya. Nafasnya memburu, ia cukup pintar untuk mengatur emosinya, jadi tak terlihat jika ia sedang marah. Tetapi ia juga merasa kasihan melihat ibunya ia campakkan.

" Anjing. " umpat Jeno dan langsung masuk kekamar mandi. Mungkin dengan air segar bisa mendinginkan pikirannya.

Sedangkan Jaemin, ia menatap bingung ke anaknya itu. Setaunya, ia tak berbuat salah kepada anaknya itu. Ia yang bingung itu memilih untuk duduk saja di sofa, mungkin anaknya lagi ada masalah di kampusnya. Jadi ia akan mengikuti perkataan Jeno untuk jangan mengganggunya.

Walaupun sedih, ia juga harus memahami anaknya itu. Disaat ia mulai ingin membuka hatinya lagi dan mencoba menerima anaknya itu, tetapi Jeno malah seperti itu. Ia menjadi bimbang kembali dengan sifat Jeno berusan. Apakah ia akan memberikan anaknya kesempatan atau tidak.

                                  —

Sampai malam pun, Jeno tak keluar dari kamarnya. Jaemin sudah memanggil dan menyuruh anak itu untuk makan, ia jadi khawatir dengan anaknya. Jaemin menjadi merasakan kehilangan, yang setiap harinya mereka akan berbincang, kini mereka diam diaman. Jaemin menatap nanar pintu kamar Jeno, pintu itu terkunci jadi ia tak bisa masuk.

" Jeno . . ayo makan . . " ajak Jaemin lagi.

Jaemin mengetuk pintu itu, jujur ia kesal namun rasa khawatir mendominasinya sekarang. Ia ingin mendobrak pintu itu namun pastinya tak kuat.

" Jeno . . "

Jeno yang didalam itu mencoba untuk tak mendengar panggilan itu. Ia masih fokus dengan game yang berada di pc itu. Walaupun kasihan, ia masih didalam pendiriannya. Cukup lama Jeno tak mendengar panggilan ibunya lagi, ia menoleh kearah pintu.

Jeno yang kepo itu langsung bangkit dan ingin tau apakah ibunya sudah pergi apa belum. Ia pun melangkahkan kakinya dan membuka kunci itu pelan. Belum sampai pintu itu terbuka sepenuhnya, Jaemin yang masih berada disana langsung masuk dan memeluk Jeno.

Tak ada penolakan dari Jeno yang masih terkejut itu. " Jeno, Jeno kenapa diemin mama. Mama ada salah apa? " tanya Jaemin dengan berkaca kaca.

Jeno yang pastinya tak tahan itu mengalihkan pandangannya kearah manapun. Ia tak membalas pelukan sang ibu. Ia diam saja.

" Jeno . . Jeno kenapa ga ngomong. "

Suara Jaemin sangat lembut memasuki telinga Jeno. Pertahanannya hampir saja runtuh.

" Jeno . . mama kangen. Jangan diemin mama, kamu kenapa . . "

" Aku gapapa. "

Akhirnya, pertahanan itu runtuh juga. Ia menjawab dengan suara seraknya, dan masih diam saja tak membalas pelukan dari ibunya. Matanya kini sudah menatap mata ibunya.

" Kamu marah? " tebak Jaemin.

Jeno menggeleng. " Aku gapapa, ma. "

" Ada masalah di kampus? " tebak sang submissive lagi.

" Engga. Jeno gaada masalah dimanapun, Jeno cuman lagi males aja. "

Jaemin melengkungkan bibirnya kebawah. " Males sama mama? "

Jeno menghela nafasnya. " Ga. "

" Tapi . . tapi Jeno marah. "

Jeno hanya diam saja, ia tak mengelak maupun mengiyakan. Jaemin semakin mengeratkan pelukan itu. Dada sang anak nyaman sekali, ia memejamkan matanya disana. Ia rindu ini. Jeno memegang tangan Jaemin untuk melepaskan pelukan itu, Jaemin nurut.

" Maaf, udah bikin mama ngerasa kalau Jeno marah sama mama. Jeno ga marah. Jeno cuman males aja. "

" Iya, males sama mama kan? "

" Iya. " jujur Jeno.

" Kenapa? "

Jeno sedikit ragu untuk bilang ini, ia bimbang. Ia belum ada hak untuk bilang ini, ia tidak ada hak untuk merasakan ini, tetapi perasaannya tak bisa bohong.

" Aku gasuka mama inget papa lagi. " Jeno sedikit menjeda ucapannya, ia ragu mengungkapkan semuanya. " Aku cemburu. "

Jaemin diam, ia bingung dengan ucapan anaknya ini. Sedikit ada rasa senang ternyata pikirannya salah, ternyata anaknya cemburu kepadanya. " Mama gaada ketemu sama ayahmu, Jen. "

" Mama semalem nangisin papa. "

Ah, gara gara itu. Jaemin jadi mengingat semalam ia tiba tiba saja rindu kepada mantan suaminya itu, entah, ia hanya merasakan rindu itu.

" Maaf. " Jaemin berujar dengan suara getarnya. Jeno yang mendengar itu hanya diam saja, ia juga bingung dan sedikit kaget dengan perkataannya sendiri.

" Mama . . mama semalem cuman sedikit rindu sama ayah kamu, tiba tiba. " jujur Jaemin memberikan penjelasan.

" Mama kangen ke papa yang udah selingkuhin mama, gitu? lihat tuh papa, gapernah tu sekalipun kelihatan sedih didepan mama. Dia malah bahagia sama selingkuhannya, kenapa mama yang sedih dan kangen disini? "

Jeno terkekeh remeh. " Yang kita lakuin selama ini masih kurang, ya? "

" Masih kurang kalau Jeno itu cinta sama mama. Jeno tau ini salah, tapi perasaan Jeno juga gabisa disalahin, ini datang sendiri. " hati Jeno meringis pedih.

" Aku kira, yang kita lakuin selama ini mama juga nganggepnya sama kaya Jeno. Ternyata, engga, ya? "

" Oke, its okey. Jeno bisa ngelupain semuanya, gapapa kalau mama emang belum bisa ngelupain papa. Anggep aja yang selama ini kita lakuin, mama kaya ngelakuin ke papa, oh atau jangan jangan emang mama nganggepnya kaya gitu? sakit sih haha. "

" We're done before we start. Thanks mom, we start again as mother and son. "

                                  —

Asap rokok mengepul ke udara malam hari itu, dihembuskan oleh pria berumur 19 tahun yang sepertinya baru saja selesai mandi. Pria bernama Jeno itu memandang bulan sabit diatas sana dengan ribuan bintang disana. Ini sudah batang ketiga yang ia habiskan, tak peduli jika ia akan jatuh sakit nantinya. Sekarang ini yang sudah lebih dulu sakit adalah hatinya dan pikirannya.

Ia kini tidak berada dirumahnya, ia menyewa sebuah hotel untuk beberapa malam disana. Walaupun tak tega, ia harus melakukan ini agar hatinya terbiasa. Mencintai seseorang yang sedarah denganmu memang menyakitkan, sangat sakit. Jeno tertawa sinis melihat perlakuannya sendiri, bagaimana bisa ia mencintai ibunya sendiri? dan bagaimana bisa setelah mereka melakukan hal berdosa dan ibunya belum memiliki perasaan yang sama dengannya? sakit.

We're done before we start.

Jeno mematikan rokoknya, batang rokok itu sudah terbakar setengah, ia sudah tak ada nafsu lagi untuk menghisap. Jeno pun masuk kedalam kamarnya dan tiduran di kasur king size itu.

Jeno memang bukan tipikal orang yang suka menunjukkan kesedihannya, ia akan lari sejauh mungkin agar tak bisa dijangkau orang. Saat ia kecil dulu, ia jika menangis juga suka menundukkan kepalanya ataupun bersembunyi di kolong meja.

19 tahun Jeno hidup dan ia tak pernah yang merasakan namanya pacaran ataupun mencintai seseorang. Dan kini malah pria itu mencintai ibunya sendiri, orang yang melahirkannya. Rasa sakit yang diterima Jeno sangatlah besar, yang selama ini ia kira mereka sudah saling memiliki perasaan yang sama ternyata disitu hanya ia yang merasa begitu.

Semuanya ia berikan kepada ibunya dan ia tak mendapatkan imbalan yang setimpal malah ia mendapatkan rasa sakit yang belum pernah ia rasakan. Seharusnya Jeno sudah mundur saat Jaemin masih saja belum mengasih kepastian didalam hubungan itu.

" Anjing lo Jeno. Bodoh. "

Pria itu menyakiti dirinya sendiri di kamar itu, dengan memukul headboard kasur ataupun memukul tembok sampai tangannya memerah berdarah.

" Dia ibu lo, anjing. Kenapa lo jatuh cinta sama dia. "

" Lo salah, dia ga salah. Ini salah perasaan lo, Jeno. "

Ungkapan penyesalan Jeno lontarkan dikamar yang cukup luas itu. Air mata yang ia keluarkan juga ada, air itu menetes dengan sendirinya.

" Lo harus move on. "

Mother - Nomin | END. [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang