41 END.

13.6K 849 247
                                    


Tangisan seorang balita menggelegar di rumah yang besar di salah satu komplek disana, bocah itu terus menangis saat mendengar suara teriakan yang masuk kedalam telinganya. Mark dan Haechan kini sedang berantem dengan Mark yang terus meneriaki Haechan, wajah pria itu terlihat sangat marah terbukti dari urat yang tercetak jelas di leher dan semburat merah dari wajahnya. Keadaan rumah itu sangat kacau, Mark mengacaukan isi rumah itu setelah ia pulang kerja dan menemukan sebuah alat testpack di bak sampah.

" Kau benar benar menjijikan. " ujar Mark seraya melempar testpack itu kepada Haechan, ia wajar marah karena ia merasa tak lagi berhubungan badan dengan Haechan selama ini.

Haechan sudah menangis disana dan melihat anaknya yang menangis itu membuatnya pilu. " Hentikan . . hiks, kau menakuti anakku Mark. "

Mark mencegah Haechan saat pria itu akan pergi dari hadapannya, namun Haechan kalah cepat dengan tangan Mark yang langsung mencekik lehernya. Mark mendekatkan wajahnya ke wajah istrinya yang terlihat ketakutan disana, ia menyeringai.

" Memang seharusnya dulu aku mengikuti pikiranku untuk bersama Jaemin, tidak kau yang sekarang melakukan hal menjijikan. Kau bukan ibu yang baik untuk anakku. " Mark melepas cengkramannya pada leher Haechan, pria gembil itu terbatuk batuk.

" Aku talak kau. "

Setelahnya, Mark pergi dan membawa Chenle yang menangis disana. Haechan sempat mengejar dan menarik anaknya, namun Mark dengan kekuatannya langsung melepas itu dengan mudah dan membawa Chenle entah kemana agar pergi dari istri gilanya. Nafasnya masih memburu dan Chenle masih menangis disana walaupun sedikit mereda, setelah sedikit jauh dari kawasan rumahnya, Mark menenangkan bocah berumur 2 tahun itu.

" Daddy here, baby. " ujar Mark menenangkan Chenle yang terisak.

Sedangkan Haechan, pria itu menghapus air matanya. Ia benci jika suaminya selalu menyebutkan nama Jaemin dan Jaemin, tidakkah suaminya itu tau jika ia lebih baik daripada Jaemin? Haechan mengepalkan tangannya dengan penuh kebencian.

---

Jaemin dan Jeno sampai dirumah saat malam hari, mereka tadi berangkat pulang saat sore dan sedikit macat sehingga membuat mereka pulang larut. Jaemin melakukan tugasnya untuk membersihkan tubuh Jisung yang sudah tertidur disana, ia tak membangunkan anak itu melainkan membersihkannya dengan air hangat dengan perlahan diatas kasur, sedangkan Jeno sedang mandi. Jaemin sudah mandi sebelum Jeno, jadi pria itu sudah siap dengan piyama berwarna biru disana.

" Kamu mau makan lagi? " tanya Jaemin saat Jeno keluar dari kamar mandi. Jeno pun menggeleng sebagai jawaban. " Gausah, kita istirahat aja. Mau kemana? " tanya Jeno saat Jaemin ingin keluar kamar.

" Buang air ini bentar. " setelahnya Jaemin keluar kamar dan Jeno memindahkan Jisung ke kasur kecil yang berada di samping mereka, memang mereka belum memikirkan untuk Jisung memiliki kamar sendiri, biarkan saja dulu.

Kedua sejoli itu sudah tertidur bersama diatas kasur, dengan Jeno yang mengerjakan pekerjaannya di hp dan Jaemin yang sudah memejamkan matanya namun belum tidur. Jaemin mengusakkan wajahnya ke bantal saat hawa ngantuk mulai menyerangnya, Jaemin tersenyum saat merasakan tangan besar Jeno mengusap kepalanya agar lebih nyenyak lagi tidurnya. Tangan Jaemin begerak untuk memegang tangan Jeno.

" Ayo bobo, kerjanya besok aja. " ujar pria manis itu dengan suara lirihnya. Jeno menoleh ke Jaemin yang masih memejamkan mata disana, Jeno pun tersenyum tipis. " Bentar ya. " ucapnya.

Jaemin membuka matanya lalu menggeleng. " Gamau, ayo tidur. Mau di peluk terus di puk puk sampe tidur. " manja kali dia gaes.

Mau tak mau, Jeno harus mematikan laptopnya dan menaruh laptop itu diatas nakas samping kasur mereka. Jeno pun membenarkan selimut itu lalu masuk bersama Jaemin, pria manis itu langsung memeluk Jeno dan Jeno menerima itu dengan kecupan ringan di kening. Jeno mengecup pipi Jemin berulang kali sampai Jaemin terganggu.

Mother - Nomin | END. [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang