13.

17.6K 1.2K 48
                                        


Sudah seminggu lamanya Jeno tak pulang kerumah, anak itu sepertinya sudah nyaman untuk tinggal sendiri. Walaupun suasana hatinya belum membaik, tetapi ia masih bisa mengatur pikirannya. Seminggu tak berjumpa dengan ibunya membuatnya sedikit rindu kepada pria manis itu. Apa kabar ibunya, ya?

Mungkin, setelah Jeno pulang kuliah ia akan pulang untuk sekedar melihat keadaan rumahnya saja. Dan melihat pria manis yang ia hindari selama ini, Jeno pun sudah selesai dengan kelasnya kini ia berjalan menuju ke parkiran bersama Hendery dan Guanlin.

" Nongkrong? " tanya Guanlin kepada Jeno dan Hendery. Jeno menoleh dan menggeleng menandakan tidak.

" Sorry, gue ga dulu. Ada masalah. "

" Goodluck bro. " ujar Guanlin menyemangati agar masalah Jeno lekas membaik.

Jeno pun mengangguk dan mereka melakukan salam perpisahan. Jeno langsung saja menuju ke motornya dan berangkat ke rumahnya itu, seketika rasa khawatir menghinggap dirinya. Ia tak tau sama sekali dengan keadaan rumah, ia jadi khawatir jika mamanya diganggu oleh orang lain atau parahnya si Hyunjin menghampiri ibunya. Jeno semakin melajukan motornya agar cepat sampai.

Jeno sudah sampai, ia bisa melihat jika rumahnya itu tampak sepi. Dengan hati hati, Jeno langsung melepas sepatunya dan membuka pintu itu. Hawa hening melanda disana. Jeno semakin masuk dan menelisik rumah itu. Jeno mencoba kearah belakang rumah, siapa tau mamanya ada di belakang.

Tetapi, saat Jeno akan membalikkan badannya, ia merasa ada yang memeluk badannya. " Kangen. " ujar pria itu.

Jeno yang terkejut hanya diam saja, harum khas ibunya memasukki indra penciumannya. Jeno yang baru sadar dengan ucapannya tempo lalu, ia langsung memeluk ibunya sebagai ibu.

" Kamu darimana aja? kenapa seminggu ga pulang? " tanya Jaemin beruntun.

" Gapapa, banyak tugas. " ujar Jeno bohong.

Karena sepertinya sang ibu tak kunjung melepas pelukan itu, tangannya mencoba melepas pelukan itu. Ini bukan cara ibu dan anak, bukan? Jaemin yang merasa seperti Jeno tak ingin dipeluk itu langsung melepaskan pelukan itu. Batinnya bertanya tanya.

" Jeno mau ke kamar. "

Jeno menyengir, ia langsung saja beranjak meninggalkan dari hadapan ibunya itu. Jaemin seperti bukan melihat anaknya sendiri, ini seperti orang lain.

Jaemin mengejar anaknya. " Kamu masih marah? "

" Marah? sebagai apa? "

Jaemin mengendorkan cekalan tangan itu, ia bingung. " Ya . . sebagai kita? "

" Kita? ibu dan anak? anak gaakan marah kalau ibunya rindu dengan ayahnya. "

Jaemin menggeleng. " Kita? kita Jeno . . kita, bukan itu. "

" Lantas? " bingung Jeno ia buat buat. Ia tak ingin membahas ini namun sang ibu malah mengorek kembali.

Jaemin bingung, mereka tak mempunyai hubungan yang resmi. Jadi, benar apa kata Jeno. Mereka hanya ibu dan anak.

Jeno terkekeh remeh. " Dariawal juga kita ibu dan anak. Gaada hubungan lebih dari itu. "

" Jeno mau ke kamar, capek. "

Jaemin melepaskan pegangan tangan itu, hatinya berdenyut sakit mendengar perkataan anaknya. Anaknya sudah masuk ke kamarnya, kini linangan air mata mulai menetes. Ia mendongak agar air mata itu tidak menetes, nafasnya sedikit memburu. Ia lalu berjalan menuju kamarnya dengan perasaan yang aneh.

                                   —

Malam sudah tiba, keduanya masih enggan untuk keluar. Tetapi, Jaemin yang masih memiliki kewajiban sebagai Ibu itu ia keluar kamar dengan wajah yang kurang mengenakan. Ia berjalan kebawah dan menghidupkan semua lampu agar terang, ia langsung berjalan kearah dapur untuk membuat makanan yang cepat saji. Ia sedang tidak ada mood untuk memasak yang ribet.

Makanan sudah siap, ia ingin memberitahu anaknya itu bimbang. Tetapi dengan statusnya sebagai ibu itu membuatnya untuk mengasih tau Jeno. Jaemin membuka pintu kamar milik Jeno, anaknya itu ternyata sedang bermain handphone dengan tiduran. Sepertinya ia habis tidur.

" Hai, makan yuk? " Jaemin membuka suaranya seraya mengajak makan.

" Nanti Jeno kebawah. " jawab Jeno seadanya.

Jaemin mengangguk. Ia lalu menutup kembali pintu itu, biasanya jika mereka masih seperti biasa, anak itu akan langsung menghampirinya dan makan bersama. Bahkan Jeno menunggu ibunya memasak, kini tidak lagi. Anak itu benar benar menepati ucapannya.

Jaemin pun memakan duluan karena Jeno tak kunjung turun, ia makan sendirian di keheningan itu. Kini anaknya sudah pulang, namun rasanya masih sama dengan seminggu lalu. Jaemin menangis tertahan di sela sela kegiatan makannya. Tapi ia segera mengusap air mata itu, kenapa ia merasakan ini? bukankah ini salah?

Bahkan, sampai Jaemin selesai makan pun Jeno tak segera turun. Jaemin yang tak ingin memanggil anaknya itu, ia beranjak keluar dari rumahnya. Ia mengeratkan cardigan yang ia pakai, ia ingin keluar sebentar untuk mencari angin. Jaemin berjalan menyusuri komplek rumahnya, Jaemin tersenyum saat ada orang yang menyapanya.

Jaemin kini berada di sebuah minimarket dekat sini, ia ingin membeli beberapa camilan untuk ia makan.

" Totalnya 104.700 ribu ya, kak. " ujar sang kasir seraya membacakan totalnya.

Jaemin mengeluarkan kartunya yang berwarna emas itu, ia lalu memencet digit passwordnya. Setelah itu ia langsung mengambil plastik itu.

" Terimakasih. "

Jaemin kembali jalan untuk kembali ke rumahnya. Sedikit membuka makanan yang ia beli tadi untuk mengusir rasa bosan di jalanan itu. Sesampainya dirumah, ia bisa lihat jika Jeno tengah makan di meja makan itu. Saat ia datang, bahkan Jeno tak menoleh atau menyambutnya dengan rasa khawatirnya. Jaemin tersenyum kecut.

Ini yang terbaik, bukan? tak ada lagi rasa salah, tak ada lagi rasa resah namun yang tersisa rasa sakit yang mendalam.

" Enak ga? " tanya Jaemin yang membuka topik dengan anaknya itu.

" Enak. "

Jaemin tersenyum, ia duduk didepan Jeno untuk melihat anaknya makan. Ia rindu dengan anaknya ini. Jeno sama sekali tidak melihatnya ataupun melanjutkan obrolan mereka.

" Biar mama aja. " ujar Jaemin saat anaknya ingin mencuci piring itu. Jeno hanya mengangguk dan pergi meninggalkan Jaemin disana.

Jaemin tak menyerah, ia mengikuti anaknya itu. Sampai saat anaknya ingin masuk ke kamar, ia menawari sesuatu.

" Ingin tidur bersama? " ajak Jaemin.

Jeno menoleh ke Jaemin dan tersenyum tipis. " Next time, mom. "

Setelah itu, Jeno langsung masuk kedalam kamarnya tanpa menunggu jawaban sang ibu. Jaemin hanya mengangguk lirih disana, ia pun segera masuk kedalam kamarnya sendiri.

Sedangkan Jeno, ia meremat rambutnya itu. Tangannya hampir saja ingin memukul mejanya kembali.

" Anjing bangsat ngentod. " Jeno mengumpat karena perlakuannya barusan kepada ibunya.

" Maaf ma. " ujarnya terakhir dengan perasaan yang campur aduk. Ingin sekali ia memeluk mamanya erat dan menerima tawaran untuk tidur bersama tadi. Tetapi ia harus menolak itu untuk kesehatan hatinya, ia tak ingin meneruskan ini, ia akan melupakan semuanya yang telah terjadi.

                               

Mother - Nomin | END. [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang