11. Hal yang Tabu

446 88 3
                                    

Ada yang bilang bahwa cinta itu membutakan. Jika mencintai seseorang, seperti apapun bentuk tubuh dan rupanya, betapa buruk sifat dan kebiasaannya, memiliki banyak uang atau tidaknya itu tidak akan dilihat oleh seseorang yang sedang jatuh cinta. Meskipun orang-orang menatap geli mereka, jika cinta, semua hal yang menurutnya buruk pasti takkan dilihat. Namun, benarkah cinta seperti itu?

Usai pengakuan Qin, [Y/n] terbelalak. Tak ada satu katapun keluar dari bibir dewi cantik tersebut. Perlahan, Qin pun melepaskan pelukannya. Kini [Y/n] pun sama sekali tak melihat wajah Qin. Qin berjalan melalui [Y/n], melanjutkan perjalanannya menuju jalur tengah.

"Kau berbohong kepadaku," ujar [Y/n], menggigit bibir bawah. Tubuhnya gemetar, dadanya terasa sesak. Kebenciannya terhadap pria di hadapannya mulai muncul. Ia sama sekali enggan untuk melihat wajah pria itu, tidak, lebih tepatnya ia tak sanggup. Yang ia mampu hanya menatap punggung Qin. "Lagi-lagi aku dibohongi oleh orang yang kusayang! Baik ayahku ..., maupun dirimu!" Qin tak menjawab, pria penyandang julukan pemersatu China itu tak menggubris perkataan [Y/n].

Maaf. Itulah sebuah kata yang dilontarkan oleh pria penyandang julukan pemersatu China, dalam batinnya. Kata yang tak sanggup ia ucapkan langsung kepada [Y/n] . Dan untuk pertama kalinya setelah ia diangkat menjadi kaisar, ia mengucapkan kata maaf.

"Bodohnya aku..., dengan mudah dimanfaatkan olehmu!" lirih [Y/n], menangkupkan dua tangannya lalu ia gunakan untuk menutupi seluruh wajahnya. Qin mengepalkan tangannya, ia mempercepat langkahnya, berusaha keras untuk tak mendengar ucapan [Y/n] lagi.

***

Beberapa menit setelah Qin pergi dari sisinya, [Y/n] melanjutkan perjalanannya menuju Buddha. Pahanya terasa lemas, sampai-sampai beberapa kali ia hampir jatuh berlutut akibat kakinya sendiri. Akibatnya, ia harus bertumpu pada dinding, meskipun tangannya bergetar tak karuan saking lemasnya.

"[Y/n]-chan, apa kau ada masalah?" tanya Buddha, cemas. Saking cemasnya ia, dirinya yang sedari tadi tiduran langsung terduduk. Ucapan Buddha sukses memperkuat rasa sesak dada [Y/n] , pria itu memang tahu sekali isi hati lawan bicaranya.

Cepat-cepat [Y/n] menggeleng, ia bersikukuh untuk tak menangis di hadapan Buddha. Lagipula harusnya ia menyambut kemenangan Buddha dengan senang, bukan? Gadis itu membulatkan tekadnya. Kali ini berusaha keras untuk tak berjalan dengan gontai. Kemudian duduk di sisi Buddha.

"Aku tak menyangka Kak Buddha berkhianat demi manusia, apalagi lawanmu adalah Hajun." [Y/n] tersenyum lebar, dadanya kian sesak. "Walau terluka parah begitu, Kak Buddha selalu keren, ya! Selamat atas kemenanganmu!"

Buddha terkekeh, menunjukkan dua gigi taring bawahnya. "Wah [Y/n]-chan malah memujiku? Padahal dewa-dewi yang lain tampak membenciku tadi. Aku dapat merasakan kalau apa yang kau ucapkan adalah sebuah ketulusan. Namun, terlepas dari itu, sepertinya kau sedang sedih, kan, [Y/n]-chan?"

[Y/n] meremas pahanya, ia semakin menunjukkan senyumannya."Ah, iya, aku lupa kalau aku punya permen cola!" serunya, mengalihkan pembicaraan. Cepat-cepat gadis itu merogoh saku yang berada di sisi jahitan dress tidurnya.

"Aku suka menyimpan permen cola di baju tidurku sebelum tidur agar kalau ingin ngemil tinggal merogoh sakuku. Ya, walaupun bentuknya berbeda dan lebih kecil ... mungkin kau tetap akan suka," jelasnya. Mengambil beberapa permen cola, lantas menyodorkannya pada dewa yang kini memasang wajah senang di hadapannya.

"Apapun permennya, jika rasa cola itu tetap menjadi kesukaanku! Aku terima dengan senang hati, ya, [Y/n]-chan!" Buddha tersenyum, menerima cepat-cepat beberapa permen yang [Y/n] beri. "Tapi bukan berarti aku lupa kalau kau sedang sedih, jadi apa masalahmu? Barangkali dengan bercerita, kau sedikit lega dan kembali mencintai dirimu sendiri." [Y/n] mendengkus, ia sadar memang seperti itulah Buddha. Ia dewa yang semaunya, tetapi juga baik hati.

✔ Demi God [ Qin Shi Huang x Reader] || Record of RagnarokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang