"Suami kamu tanya.. apa kamu sering histeris. Kamu nggak kenapa-kenapa, kan?"
Almira memilih diam. Tak tahu harus menjawab apa.
"Mau Ibu hubungi Dokter Mitha?" Tanya Aida pelan.
"Buat apa, Bu? Lagian udah empat tahun ini aku bukan pasien Bu Mitha lagi."
"Tapi selama ini kamu kan nggak pernah tuntas berobatnya. Jadi, nggak ada salahnya kan kalau konsul lagi, apalagi kalau kamu merasa belum baik-baik aja."
"Aku nggak mau." Sungguh, perkataan Aida membuatnya mengingat kejadian beberapa tahun lalu saat ia menjalani perawatan. Keluarga, teman-teman, dan tetangganya terus menjadikannya sebagai topik pembicaraan karena ia satu-satunya orang yang harus menjalani perawatan psikologis. Cibiran terus ia dapatkan karena di usianya yang sudah beranjak dewasa, ia belum bisa mandiri dan masih terjebak di masa lalu. Apalagi dengan biaya perawatan yang tak murah, membuat Bapak harus bekerja lebih extra. Saat itu, perasaan bersalah dan tertekan terus menyelimuti Almira, sehingga ia memutuskan untuk berhenti menjalani perawatan dan mencoba menyembuhkan dirinya sendiri. Kenyataannya ia tak bisa. Akhirnya Almira pun memilih hidup dan tumbuh dengan luka yang masih basah. Sampai sekarang.
***
Dengan perasaan kacau dan pikiran yang kosong, Almira terus berjalan. Hanya satu harapnya; ia bisa melupakan semuanya dan jika ia tidak bisa melupakannya, maka ia bersedia mengakhiri semuanya.
***
Halo!
Untuk baca kelanjutan kisah ini, silahkan kunjungi akun KaryaKarsa ku, ya!
boleh search @akhryra / Yara Akhir
Terima kasih semua! Semoga ceritaku bisa jadi teman untuk kamu terus tumbuh, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekonsiliasi | Seri Self Healing✅
General FictionKatanya, Almira itu "sakit" Almira tak punya banyak keinginan, ia tak pernah menuntut apa-apa akan kehidupannya. Hanya satu inginnya saat ini; bisa terlepas dari label "sakit" dan menjalani hidup sebagai manusia kebanyakan. Dan hanya Arkan, satu-sat...