Kata "menikah" hanya hadir di otak Arkan ketika sedikit demi sedikit teman-temannya mulai memasuki jenjang tersebut. Arkan tak punya target menikah harus kapan atau pun ia harus menikah dengan siapa. Ia hanya berpikir bahwa ia akan menikah ketika waktunya sudah tepat dan ia menemukan seseorang yang menurutnya layak untuk menjadi teman hidupnya. Dan sekalipun Arkan heran mengapa waktu yang tepat untuk menikah adalah sekarang dan mengapa seseorang yang tepat untuk ia nikahi adalah seseorang yang bahkan sama sekali tak ia bayangkan, Arkan tetap merasa bahwa menikahi Almira sekarang adalah langkah yang tak bisa ia sesali. Dan hari ini, saat dengan lantangnya ia mengucapkan ijab kabul, saat itu Arkan berjanji bahwa ia akan terus berusaha mempertahankan pernikahannya sekalipun pernikahan mereka terkesan mendadak, buru-buru dan tanpa latar belakang yang jelas. Arkan tak memiliki perasaan khusus kepada Almira, namun saat ini ia hanya tahu, bahwa Almira orang yang harus ia sayangi, hormati, dan terima. Dan hati kecil Arkan tahu, bahwa mencintai Almira tak akan menjadi tugas yang sulit.
"Alhamdulillah sah juga." Ujar Riko, sepupunya. Saat ini mereka sedang pulang menuju rumah Almira. Tadi akad nikah sudah dilaksanakan di masjid dekat rumah istrinya. Dan sekarang mereka sedang berjalan menuju rumah Almira untuk masuk ke acara berikutnya, yaitu syukuran.
Arkan hanya tersenyum tipis menanggapi Riko dan matanya terus menatap Almira yang saat ini jalan di depannya, ditemani sepupu perempuan itu. Sungguh, tadi saat ia selesai membacakan ijab kabul dan Almira duduk bersebelahan dengannya, jantungnya terus berdegup kencang. Kenyataan bahwa ia sekarang menjadi seorang suami membuatnya berdebar sekaligus merasa tertantang karena sebentar lagi ia akan memiliki kehidupan yang berbeda dari sebelumnya. Dan sungguh, Almira tampak sangat cantik hari ini meskipun perempuan itu tak banyak tersenyum.
"Diliatin mulu istrinya." Canda Riko lagi dan Arkan terkekeh mendengarnya, "Cantik banget soalnya bini gue."
"Hadeuh." Balas Riko malas. Namun beberapa detik kemudian, lelaki itu berjalan mendahului Arkan dan memanggil Almira.
Almira yang merasa dipanggil pun menoleh ke arah belakang, dan ia langsung bertatapan dengan Arkan yang sedang tersenyum tipis padanya.
"Neng Almira.. nih suaminya ngeliatin mulu dari tadi." Seru Riko. Lalu lelaki itu mengajak sepupu Almira untuk berjalan lebih dulu dan membiarkan Almira dan Arkan berjalan berdua. Arkan yang menyadari tingkah Riko pun terkekeh, sama sekali tak keberatan.
"Tadi udah sarapan?" Arkan bertanya saat mereka sudah jalan berdampingan.
Almira mengangguk tanpa menatap Arkan. Perempuan itu fokus menatap ke depan.
"Nggak nanya saya udah sarapan atau belum?" Tanya Arkan lagi. Berniat menggoda Almira.
"Sebelum ke masjid tadi aku liat Mas Arkan lagi makan bubur bareng Mas Riko." Balas Almira yang entah kenapa terdengar lucu di telinga Arkan sehingga lelaki itu terkekeh pelan.
"Oh ya, Ibu Mas Arkan gimana?" Tanya Almira.
Mendengar pertanyaan itu, mendadak wajah Arkan langsung murung. Ia teringat bahwa sampai sekarang Ibu dan adiknya belum sampai ke Bandung. Kemarin keluarga Alm Ayahnya datang dan menginap di Bandung, sedangkan orang terdekatnya yaitu Ibu dan Adiknya, Aldi belum sampai ke Bandung karena baru berangkat tadi shubuh. Sebetulnya Ibunya bisa saja berangkat kemarin bersama keluarga lainnya..
"Almira, maaf ya karena sampai sekarang Ibu saya belum datang. Terakhir saya telpon sebelum akad tadi Ibu bilang masih di jalan."
Almira mengangguk, "Iya, nggak apa-apa, kok, Mas. Asal selamat aja perjalanannya."
"Aamiin. Mudah-mudahan." Arkan tersenyum lagi. Well, sepertinya hari ini ia banyak tersenyum.
"Btw, saya udah bilang belum, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekonsiliasi | Seri Self Healing✅
General FictionKatanya, Almira itu "sakit" Almira tak punya banyak keinginan, ia tak pernah menuntut apa-apa akan kehidupannya. Hanya satu inginnya saat ini; bisa terlepas dari label "sakit" dan menjalani hidup sebagai manusia kebanyakan. Dan hanya Arkan, satu-sat...