[29]

936 127 4
                                    


Seharusnya candaan yang Indah lontarkan tadi Almira tanggapi dengan tawa ataupun senyum, bukan dengan wajah kaku yang membuat Indah berpikir lain. Sungguh, sejak tadi, rasanya Almira terus memaki dirinya sendiri, apalagi saat Linda mendengar percakapan mereka dan menanyakan hal yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Almira mendadak pening, tak tahu harus bersikap bagaimana.

Dan sekarang, saat semua kerabat Linda sudah pulang, ia berada di dapur bersama Linda untuk membereskan beberapa hidangan sisa acara tadi. Sri sedang beres-beres di ruang tamu membuat ia harus terjebak berdua bersama Linda yang sejak tadi memberikan aura tak mengenakkan padanya. Berkali-kali Almira menghembuskan napasnya, berusaha bersikap tenang di tengah kegugupan yang ia rasakan.

"Kamu tadi ngobrol apa aja sama Indah?" Linda membuka suara.

"Nggak ngomongin apa-apa kok, Bu. Teh Indah cuman ngajak bercanda." Balas Almira mencoba tenang. Dalam hati ia berharap Linda tak menyinggung topik yang ia dan Indah bicarakan tadi. Tapi sepertinya doanya tidak terkabul.

"Jadi Indah cuman bercanda kan pas dia bilang kamu belum 'berhubungan' sama Arkan?" Tanya Linda to the point.

"Itu kan urusan ranjang antara aku sama Mas Arkan, Bu." Ujar Almira defensif. "Orang lain nggak boleh tahu urusan itu kan selain aku sama Mas Arkan."

"Memang." Jawab Linda langsung. Tangannya terus sibuk memanaskan sup di atas panci, dan sejak tadi, wanita itu sama sekali tak menatapnya.

"Tapi saya rasa, saya harus tahu urusan itu."

"Kenapa?" Tanya Almira langsung. "Meskipun Ibu orang tua Mas Arkan, tapi Ibu tetep orang lain, kan?"

"Tadinya saya memang nggak akan ikut campur, tapi saya rasa, saya harus tahu sesuatu juga."

"Tapi itu kan urusanku sama Mas Arkan, Bu."

Dan untuk pertama kalinya sejak mereka mengobrol tadi, Linda menghentikan kegiatannya dan menatap Almira. "Waktu di Bandung kemarin Ibu kamu sempet ngobrol sama saya."

Almira mengernyit, tak paham mengapa mertuanya tiba-tiba berbicara seperti itu. "Ngobrol tentang apa?"

"Tentang kamu. Saya tahu masa lalu kamu."

Almira diam. Kepercayaan dirinya yang tipis semakin menipis saat tahu Linda mengetahui masa lalunya. Ia belum siap untuk menghadapi kenyataan bahwa Linda mengetahui sesuatu yang selalu ia coba sembunyikan.

"Saya turut prihatin dengan apa yang terjadi pada kamu dulu. Tapi, jika masalah itu belum sembuh dan mempengaruhi masa sekarang, saya mohon segera disembuhkan. Kamu nggak hidup sendiri sekarang, kamu sudah menikah, dengan anak saya. Arkan juga berhak dapat haknya sendiri, kan?"

Perkataan Linda sukses membuat Almira tak bisa tidur malam ini. Sekalipun Arkan sudah pulang dan sedang tertidur di sampingnya. Tak ada yang salah dari perkataan mertuanya, yang salah adalah dirinya yang menyeret Arkan ke kehidupannya dan membuat hidup lelaki itu kesusahan. Ia memang pernah meminta Arkan untuk mau menunggu sampai ia siap, tapi sampai kapan? Bahkan Almira sudah nyaman dengan hidupnya yang sekarang karena ia memiliki Arkan sebagai orang yang ia percayai dan yang bisa ia andalkan. Dan ia belum bergerak untuk memperbaiki dirinya karena merasa sudah hidup dengan nyaman, tapi apakah Arkan merasakan hal yang sama?

Sekali lagi, Almira menghela napasnya. Dengan ragu, ia menggeser tubuhnya untuk mendekat pada Arkan. "Mas." Panggilnya sambil menepuk pelan lengan lelaki itu.

"Hm." Gumam Arkan tanpa membuka matanya.

"Mas, bangun dulu."

"Kenapa?" Tanya Arkan dengan suara parau. Mata lelaki itu terbuka sedikit, dan ia melihat istrinya yang sekarang berbaring dengan jarak yang sangat dekat dengannya, bahkan lengannya dan lengan Almira saling bersentuhan. Hal ini tak pernah terjadi, karena selama mereka tidur bersama, Almira selalu menjaga jarak darinya, perempuan itu bahkan selalu tidur memunggunginya.

Rekonsiliasi | Seri Self Healing✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang