Saat Arkan mengutarakan keinginannya tanpa sadar, genggaman Almira pada tangannya terasa semakin kuat. Perempuan itu pun menundukkan kepalanya dengan mata yang terpejam. Saat itu Arkan sadar bahwa keinginannya terlalu memberatkan untuk istrinya saat ini.
"Almira.. kalau kamu-"
"Maaf." Potong Almira. "Maaf kalau aku nggak bisa ngasih apa yang Mas Arkan pingin."
"Nggak apa-apa kalau kamu belum siap. Saya bisa tunggu." Balas Arkan menenangkan. Ia lalu menarik Almira ke pelukannya, dan ia bersyukur karena perempuan itu tak menolaknya.
"Aku.. percaya Mas Arkan. Tapi aku takut." Bisik Almira.
"Saya nggak akan nyakitin kamu."
"Aku tahu Mas nggak akan nyakitin aku. Aku cuman takut inget hal yang nggak mau aku inget lagi."
Arkan lalu memejamkan matanya. Sikap Almira sekarang semakin memperkuat dugaannya. Dugaan bahwa kemungkinan besar istrinya memiliki pengalaman yang kurang mengenakkan. Melihat raut tersiksa Almira membuat dada Arkan terasa sesak. Ia tak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Almira dulu. Kemungkinan-kemungkinan buruk yang ia pikirkan mengenai istrinya membuat Arkan tanpa sadar menahan napas. Ia belum siap mengetahui itu.
"Almira.. sampai sejauh mana perlakuan Fajar?" Arkan menarik Almira dari pelukannya dan menatap wajah perempuan itu.
Almira terdiam sejenak sebelum menggelengkan kepalanya, "Bukan salah Kak Fajar." Serunya pelan. Sangat pelan. Lalu, meskipun ragu, Almira kembali memeluk Arkan. Ia tak pernah tahu bahwa pelukan Arkan ternyata mampu membuatnya jauh lebih tenang dan lebih efektif dilakukan dibandingkan ketika ia harus mewarnai. Dada Arkan yang hangat membuatnya merasa lebih tenang dan mengingatkan pada alm Bapaknya.
"Kamu mau cerita?"
Almira diam, tak menjawab. Dan Arkan mengasumsikan bahwa istrinya belum siap untuk cerita.
"Saya bakal nunggu sampai kamu siap cerita." Arkan mengeratkan pelukannya. Sesekali bibirnya terus mengecup puncak kepala Almira. Sekarang ia tahu, bahwa ia harus mendekati istrinya secara perlahan.
"Maaf karena kemarin saya-"
"Nggak ada yang harus dimaafkan. Yang ada aku yang minta maaf karena udah nyakitin Mas."
"Iya nggak apa-apa, kok."
Almira lalu melepaskan pelukannya. Mendadak ia merasa malu karena tadi lebih dulu memeluk lelaki itu.
"Mas Arkan.."
"Hm?"
"Kalau nanti aku pingin dipeluk lagi, boleh?"
Arkan tak bisa menahan senyumnya. Permintaan sederhana Almira disertai wajah polosnya membuat Arkan merasa gemas dan bahagia dalam satu waktu. Almira memang selalu tak pernah bisa diduga. Selalu ada hal baru dari perempuan itu yang membuat Arkan tak habis pikir. Lantas, apa menurut Almira ia bisa menahan diri jika terus-terusaan melihat tingkah Almira yang seperti ini?
"Nggak usah minta pun bakal saya kasih." Arkan terkekeh. "Kamu harusnya bersyukur, karena di dunia ini, perempuan yang bisa dipeluk saya cuman Ibu sama kamu, istri saya."
Arkan kira, istrinya akan tersipu malu. Namun, responnya ternyata di luar dugaan. Almira tampak kesal.
"Mas Arkan bohong."
"Hah? Bohong apa?"
"Waktu itu Mbak Nada peluk Mas. Berarti di dunia ini perempuan yang bisa meluk Mas ada tiga."
Sontak, Arkan pun tertawa. Ia lalu kembali menarik Almira ke pelukannya dan terus menghujani kepala istrinya dengan kecupan lembut. "Kamu lucu." Bisiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekonsiliasi | Seri Self Healing✅
General FictionKatanya, Almira itu "sakit" Almira tak punya banyak keinginan, ia tak pernah menuntut apa-apa akan kehidupannya. Hanya satu inginnya saat ini; bisa terlepas dari label "sakit" dan menjalani hidup sebagai manusia kebanyakan. Dan hanya Arkan, satu-sat...