Sahna baru saja pulang dari toko kelontong. Dia membeli garam dapur yang ternyata sudah habis. Dia mendesah, mematikan kompor dan keluar rumah. Begitu kembali, dia melihat mobil suaminya terparkir di halaman rumah mereka. Saga seharusnya masih di kantor, bekerja. Sekarang masih pukul tiga sore.
Sahna mencari-cari suaminya itu, tetapi dia tidak menemukannya. Maka, dia menaruh belanjaannya di dapur, kemudian berjalan ke arah kamar. Dia membuka pintu dan tertegun.
Saga sedang mengenakan kaus menghadap ke arah pintu. Sahna bisa melihat dengan jelas dada dan perut suaminya yang berisi itu. Sahna salah tingkah, dia langsung berpaling.
"Maaf," kata Sahna. Dia sudah sering tidak sengaja melihat suaminya bertelanjang dada, tetapi hal itu tetap saja membuat pipi Sahna memanas dan malu.
"Kenapa?" tanya Saga dengan santai. Dia sudah selesai berganti pakaian. Saga berjalan ke arah Sahna, jarak mereka hanya setengah meter.
Sahna membasahi bibirnya, dia melihat ke arah Saga. "Baru jam tiga sore. Mas Saga sudah pulang?"
Saga mengangguk. "Sedikit enggak enak badan. Ingin tidur."
Kedua mata Sahna membulat. Tangan kanannya secara impulsif terulur menyentuh dahi Saga, meskipun dia harus sedikit berjinjit. Dahi Saga terasa hangat. Dan lelaki itu terlihat terkejut. Sahna sadar, kemudian buru-buru menarik tangannya.
"Em ..." gumam Sahna. "Mas Saga tidur saja, nanti aku bangunkan," putus Sahna. Saga hanya mengangguk dan berbalik ke ranjang. Sedangkan Sahna kembali ke dapur.
Di dapur Sahna menarik napas berat. Tanpa sadar, Sahna menyentuh lelaki itu. Padahal, dia sendiri yang ingin menjaga jarak dengannya. "Astaga, Sahna ..." dia mengalihkan ingatan dada bidang Saga ke masakan yang belum tuntas.
Sahna berharap, Saga baik-baik saja.
***
Sejak siang, Saga merasakan tubuhnya tidak beres. Dia bersin-bersin, kemudian tubuhnya hangat. Sampai akhirnya, Saga memilih untuk pulang, beristirahat lebih cepat.
Sesampainya di rumah, Saga tidak menemukan istrinya. Hari ini Sahna libur kuliah, dia tentu ada di rumah. Dilihatnya dapur Sahna hangat. Ada masakan yang belum selesai. Sepertinya istrinya itu pergi ke suatu tempat. Maka, Saga berjalan ke kamar.
Saga membuka pintu kamar, melepas kancing lengan, kemudian membuka kancing kemejanya. Dia melepas pakaiannya dan mengambil kaus bersih dari lemari. Ketika dia mengenakan kaus, pintu kamarnya terbuka. Mata Saga langsung melihat Sahna di ambang pintu. Istrinya itu tertegun, kemudian memalingkan wajah. Sudut bibir Saga terangkat sedikit.
Perasaan jahilnya keluar. Saga mendekati Sahna, sengaja agar jarak mereka berdekatan. Lalu, perempuan itu melihat ke arahnya. Hal pertama yang dilihat Saga dari wajah Sahna adalah matanya, lalu turun ke hidung, kemudian bibirnya. Dia penasaran kenapa bibir Sahna bisa terlihat selembut itu? Apakah bibir itu benar-benar seperti kelihatannya.
"Baru jam tiga sore. Mas Saga sudah pulang?" tanya Sahna.
Saga mengangguk. "Sedikit enggak enak badan. Ingin beristirahat."
Tiba-tiba saja tangan Sahna terulur dan menyentuh dahinya. Tubuh Saga membeku. Dadanya berdebar. Dia menelan ludah. Lalu, Sahna menarik tangannya kembali setelah sadar dengan perbuatannya.
"Mas Saga tidur saja, nanti aku bangunkan," kata Sahna akhirnya. Saga berdeham, kemudian mengangguk. Dia berbalik dan berbaring di atas ranjang. Sedangkan Sahna menutup pintu kamar dan kembali ke dapur.
Di ranjang, Saga tidak langsung tidur. Kedua matanya menghadap ke langit-langit kamar. Dia tidak tahu, sampai kapan bisa menahan gairahnya untuk tidak menyentuh Sahna. Dia mendesah. Lalu, matanya menutup. Dia harus mencari cara untuk berbicara pada Sahna, mengenai keinginannya itu.
Bukankah Saga memiliki hak untuk itu?
Namun, Saga ingat janjinya pada Sahna. Dia tidak akan menyentuh perempuan itu, jika perempuan itu tidak mengizinkannya.
Saga mendesah. Kepalanya semakin berat. Lalu, ketukan samar terdengar dari pintu kamar. "Mas Saga sudah tidur?"
Suara Sahna. "Belum," jawab Saga. Kenop pintu bergerak, kemudian pintu terbuka. Sahna membawa segelas teh hangat dan menyerahkannya pada Saga. Saga menegakkan tubuhnya, dan mengangkat kedua alisnya.
"Minum teh hangat dulu sebelum tidur," kata Sahna. Saga menerimanya tanpa banyak bicara. Istrinya itu menunggu Saga menghabiskan tehnya. "Habiskan." Sahna mendorong mug di tangan Saga yang hendak diberikan kepadanya.
Saga menurut. Dia akhirnya meminum teh hangat itu sampai habis. Dia mengulurkan mug kosong itu ke arah Sahna. "Terima kasih."
Sahna mengangguk, membalikkan badan, keluar kamar dan menutup pintu.
***
Sahna selesai membuat ayam tepung bumbu bawang putih sebelum pukul lima sore. Dia sibuk mencuci peralatan dapur yang sudah digunakannya, mengelapnya, kemudian mengembalikan ke tempat semula. Lalu, Sahna menyapu rumah, membersihkan halaman, barulah dia mandi.
Sahna membuka pintu kamar secara perlahan, kemudian mengambil pakaiannya di lemari dan berganti pakaian di kamar mandi. Setelah selesai berganti pakaian, Sahna menata makan malam di meja makan dan kembali ke kamar. Dia membangunkan Saga.
Saga masih tidur di atas ranjang. Dia tidur dengan tenang. Seperti janji Sahna, dia datang untuk membangunkan suaminya itu. Kakinya yang telanjang menapaki lantai yang dingin. Sahna berjalan perlahan, sehingga sama sekali tidak menimbulkan suara langkah kaki. Begitu sampai di tepi ranjang, Sahna duduk di sana.
"Mas, sudah sore," lirih Sahna. Dia berharap dengan begitu Saga akan bangun. Sayangnya, suaranya sama sekali tidak terdengar oleh suaminya itu. Maka, Sahna mengulurkan tangannya, menyentuh pundak Saga, menggoyangnya perlahan. "Mas Saga, sudah sore." Tapi, Saga tetap diam. Sahna beringsut lebih dekat dengan suaminya. Dia menyentuh kening Saga. Dingin. Demamnya sudah turun.
Sahna kembali menggoyang lengan Saga perlahan. "Mas, sudah sore."
Tubuh Saga bergerak, matanya terbuka. Pada saat itu, kedua mata itu mengerjap beberapa kali, sebelum menatap Sahna dengan intim. Sahna sadar dipandangi seperti itu, segera mundur hendak turun dari ranjang. Tapi, tangan Saga mencengekeram lengannya. Sahna terkejut, jantungnya berdetak lebih cepat.
Melihat wajah Sahna yang terkejut, Saga melonggarkan cengkeraman tangannya. "Maaf."
Sahna mengangguk, kemudian segera turun dari ranjang. "Sudah aku siapkan air hangat. Aku tunggu di meja makan."
"Hem ..." sahut Saga sebagai balasan. Sahna tersenyum kikuk, kemudian keluar kamar. Saga melemaskan tubuhnya, dia mendesah. Matanya terpejam sebentar. Dadanya berdebar.
Saga berharap, kehidupan rumah tangganya bisa normal. Seperti rumah tangga pada umumnya. Sayangnya, tidak demikian. Dia harus merebut hati Sahna. Saga tahu, Sahna tidak mencintainya, bahkan lebih buruk dia belum bisa menerima pernikahan mereka.
Sebuah pesan masuk ke ponselnya. Saga beringsut untuk meraih benda yang ada di atas nakas itu. Pesan itu dari Ayana.
Pak Saga baik-baik saja? Saya khawatir
Saga tidak tahu. Dia tidak pernah menduga sebelumnya, bahwa Ayana yang bisa memberikan apa yang diinginkannya kelak. Perempuan itu, pada akhirnya yang akan membawa Saga ke langit dan melupakan Sahna.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Sahna
General FictionPernikahan itu tidak pernah diinginkan oleh Sahna. Dia masih terlalu muda untuk menikah. Sahna masih ingin kuliah dan bekerja untuk dirinya sendiri. Tapi, Sahna tidak bisa menolak keinginan kedua orang tua angkatnya. Mereka begitu baik padanya, mere...