Sahna sedang menekuri kuku-kuku jarinya. Memotong kuku-kuku itu sampai bersih. Perempuan itu begitu larut, duduk di atas sofa dengan kepala menunduk menatap kuku-kukunya yang mulai bersih. Tanpa Sahna sadari, suaminya sudah duduk di sebelahnya. Pergerakan sofa yang diduduki Saga, membuat Sahna sadar akan kehadiran suaminya.
"Mas Saga ..." lirih Sahna sedikit terkejut.
"Boleh minta tolong?" tanya Saga.
"Apa?"
Saga mengulurkan tangannya, "Kukuku panjang. Minta tolong potongin," katanya kemudian.
Sejenak, Sahna melihat jemari Saga yang terulur di depannya, lalu beralih ke wajah Saga. Keduanya bersitatap, kemudian Sahna mengangguk. Dia menyentuh jemari Saga, memotong kuku-kuku suaminya itu dengan perlahan.
Baik Saga maupun Sahna tidak ada yang bersuara. Seperti tadi, Sahna menekuri kuku-kuku, tetapi kali ini kuku milik suaminya. Saga sendiri melihat Sahna tanpa berkedip. Lelaki itu merasakan sentuhan kulit Sahna di jemarinya. Debaran dada lelaki itu begitu ribut, membuat Saga cemas Sahna akan mendengarnya.
Sahna mengerti kenapa Saga memintanya untuk memotong kukunya. Suaminya itu ingin berinteraksi dengan Sahna dan sesuai dengan apa yang diminta Sahna, maka dia mengikutinya. Saga sedang memainkan perannya, begitu juga dengan Sahna. Perempuan itu sedang berusaha membuka pintu hatinya, perlahan-lahan.
Meskipun berat, Sahna berusaha untuk mencobanya. Bagaimanapun, Saga adalah suaminya, seseorang yang sudah dipilihnya. Lagipula, Sahna pernah menaruh perasaan pada Saga, walaupun sebentar.
Ya, Sahna pernah menaruh perasaan pada Saga, ketika dia begitu kecil. Sebuah perasaan sementara karena ketampanan Saga, lalu perasaan itu menghilang begitu saja dan digantikan oleh Halil.
***
Sahna membersihkan kuku Saga sampai bersih. Dia menggesek-gesekkan ibu jarinya ke ujung kuku Saga, meniupnya perlahan. Sahna melakukan itu pada setiap jari Saga. Dia melakukan itu dalam diam, tanpa melihat ke arah Saga. Sedangkan Saga, dia melihat Sahna terus menerus, ketika perempuan itu sibuk dengan kuku-kuku di kedua tangannya.
"Bagaimana kuliahmu?" tanya Saga. Sahna menengadah.
"Baik," jawab Sahna.
"Sah," panggil Saga.
"Ya, Mas?" Kali ini, Sahna memusatkan perhatian pada Saga. Tanpa sadar, kedua tangannya masih memegang jemari Saga.
"Jawab yang panjang. Bisa?"
"Seperti di novel-novel?" tanya Sahna.
Saga mengangkat kedua sudut bibirnya, lalu menggeleng, "Nggak perlu."
Sahna kembali menunduk, dia memotong kuku jari kelingking Saga. Itu kuku terakhir yang dia potong. Sejujurnya, Sahna lihat kuku Saga belum waktunya dipotong, sebab sejak tadi Sahna memotong kuku-kukunya yang tumbuh hanya sedikit saja.
"Nggak ada yang perlu Sahna ceritakan," kata Sahna. Dia menyelesaikan potongan terakhir, mengusapnya dengan ibu jari, kemudian melepaskan tangan Saga. "Kehidupan kuliahku membosankan." Dia menambahkan. "Sudah selesai."
"Terima kasih," sahut Saga. "Sangat membosankan?"
Sahna membetulkan letak duduknya. Kali ini, dia duduk lebih lurus daripada tadi. Lalu, dia mengangguk. "Mengerjakan tugas, ngobrol sama Augi, lalu makan siang. Hanya begitu-begitu saja." Tentu saja, Sahna tidak menyebut nama Halil di percakapannya dengan Saga.
"Sepertinya, kamu paling dekat dengan Augi, ya."
Sahna mengangguk. "Bisa dibilang, dia teman pertama di kampus. Aku bukan tipe mahasiswa yang mudah bergaul," cerita Sahna. Lalu, Sahna ingat bahwa semester ini dia memiliki kelompok. Dia sedang menimbang-nimbang, apakah perlu bercerita kepada Saga? Sebab, kemungkinan Sahna akan ikut kerja kelompok di hari Minggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Sahna
General FictionPernikahan itu tidak pernah diinginkan oleh Sahna. Dia masih terlalu muda untuk menikah. Sahna masih ingin kuliah dan bekerja untuk dirinya sendiri. Tapi, Sahna tidak bisa menolak keinginan kedua orang tua angkatnya. Mereka begitu baik padanya, mere...