Kalimat yang dilontarkan oleh Saga memenuhi kepala Sahna. Dia memegang bibirnya berkali-kali, membayangkan Saga akan menciumnya. Ini gila. Sahna belum pernah berciuman. Sahna mengulum bibirnya, otaknya tak bisa berkonsentrasi untuk mengerjakan tugas. Saat ini, pukul sebelas malam. Saga sudah terlelap di kamar, sedangkan Sahna duduk berselonjor di ruang tamu dengan buku-buku, pensil, dan laptop di atas meja.
Iseng, Sahna mengetik sesuatu di mesin pencarian 'bagaimana rasanya berciuman',' bagaimana cara berciuman'. Mendadak, Sahna merasa konyol sendiri. Memangnya, hal seperti ini harus Sahna lakukan? Apa keuntungan Sahna untuk melakukan hal itu? Tidak ada. Itu adalah hasrat Saga, bukan dirinya. Tapi, Sahna tak bisa berbohong. Mendengar kata cium keluar dari bibir Saga, membuat Sahna merinding. Tubuhnya berdesir, bahkan sekarang dia sulit berkonsentrasi.
"Astaga, Na!" dia kesal dengan dirinya sendiri.
"Kenapa?" tanya seseorang, membuat Sahna terkejut. Saga berdiri tidak jauh darinya dengan wajah mengantuk.
"Enggak apa-apa, Mas," sahut Sahna. Dia buru-buru menutup laptopnya. Di sana masih menampilkan halaman pencarian Google. Sahna menelan ludah, berharap Saga tidak melihatnya.
"Belum selesai?" tanya Saga. Dia berkacak pinggang, kemudian menguap dengan keras.
"Belum," sahut Sahna.
"Segera tidur, ya. Besok, kan, bangun pagi."
"Iya, Mas."
Saga berjalan ke arah kamar mandi. Sahna menghela napas lega. Dia segera menutup halaman pencarian di laptopnya. Dia mulai berkonsentrasi mengerjakan tugasnya. Dia mengetik di laptop, menggarisbawahi bahan di buku dengan pensil.
"Jam dua belas tidur, ya," ucap Saga. Dia meletakkan secangkir teh hangat di atas meja.
Sahna mengangkat wajahnya. Saga tersenyum ke arahnya, kemudian menguap lagi. "Aku mau tidur lagi."
"Iya, Mas. Terima kasih."
Saga mengangguk dan meninggalkan Sahna di ruang tamu sendirian. Sahna melihat cangkir teh hangat di hadapannya dengan tatapan kosong. Kenapa Saga harus repot-repot membuatkannya teh hangat. Selama ini, Saga memang baik terhadapnya, terlepas Sahna menuruti keinginannya atau tidak. Sahna tidak tahu bagaimana lelaki itu bisa menahan amarahnya terhadap Sahna. Dia merasa beruntung mendapatkan suami seperti Saga, tetapi hatinya belum benar-benar milik Saga.
Sahna mendesah. Dia berharap, Tuhan melunakkan hatinya, agar bisa menerima Saga. Itu saja.
***
Bagaimana bisa Sahna menerima Saga, kalau dia terus menerus bertemu Halil?
Sore itu langit terlihat bersih. Awan cirrostratus memenuhi langit. Awan tipis yang memikat mata. Sahna duduk menghadap laptopnya di dudukan dari beton. Di sisinya sudah ada Meyta. Di sisi lain ada teman kelompoknya yang lain, salah satunya adalah Halil.
Ini jam peralihan sekaligus jam makan siang. Selain laptop, buku, dan kertas-kertas, di hadapan mereka sudah ada botol-botol air mineral, sekantong camilan, dan roti. Mereka memutuskan untuk tidak makan siang dengan pergi ke kantin. Tapi, memilih makan camilan di halaman kampus.
"Enggak masalah, kan, kita makan ini?" tanya Halil. Pertanyaan itu ditujukan pada semua anggota kelompok, tetapi matanya mengarah ke Sahna.
"Tenang saja," sahut Yonas yang duduk di sebelah Halil. Sahutan serupa juga keluar dari temannya yang lain.
"Oke," ucap Halil.
Hening. Masing-masing anggota kelompok sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Mereka menunduk, menatap layar laptop, menulis di buku, membaca, mengambil camilan, minum. Hal itu dilakukan secara acak. Perpaduan itu menghidupkan kampus, memberikan energi positif ke sekitar. Lalu, kepala Halil terangkat, begitu juga Sahna. Keduanya sama-sama mengambil roti di tengah meja. Dan tangan mereka saling menyentuh roti. Keduanya saling pandang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Sahna
General FictionPernikahan itu tidak pernah diinginkan oleh Sahna. Dia masih terlalu muda untuk menikah. Sahna masih ingin kuliah dan bekerja untuk dirinya sendiri. Tapi, Sahna tidak bisa menolak keinginan kedua orang tua angkatnya. Mereka begitu baik padanya, mere...