Begitu Sahna membuka mata, hidungnya mencium aroma bawang putih yang digoreng. Sedap dan menggugah selera. Akan tetapi, mencium aroma bawang putih seperti sekarang, dengan posisi dia masih di atas ranjang, bukanlah hal yang wajar.
Sahna mengangkat tubuhnya perlahan. Dia merasakan sakit kepala yang cukup berat. Untuk sesaat, perempuan itu diam, menunduk sambil memijat pelan kepalanya. Lalu, dia mengarahkan pandangannya ke jendela kamar. Di luar, cahaya sudah terlihat. Di sampingnya, Saga sudah tidak ada.
"Hari apa ini?" dia mencoba mengingat. Lalu, dia menarik napas lega begitu sadar bahwa hari ini akhir pekan. Dia menurunkan kedua kakinya ke lantai. Perlahan, Sahna menarik tubuhnya untuk berdiri. Rasanya, seperti ribuan ton batu kerikil yang ada dalam dirinya.
Tak lama kemudian, perempuan itu berhasil berjalan ke arah dapur. Di sana, dia melihat Saga sibuk menuangkan nasi goreng ke atas piring. Pemandangan yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
Selama ini, Sahna yang menyiapkan sarapan, kamar mandi, pakaian, dan perlengkapan Saga lainnya. Semestinya, di saat hari normal, Sahna akan bahagia melihat suaminya menyiapkan sarapan. Mungkin, di hari normal itu, Sahna akan tertawa lebar, menghampiri Saga, kemudian mengomel karena dapur jadi berantakan.
Namun, hari ini bukan hari Normal seperti dalam bayangan Sahna.
***
Saga menyadari kehadiran Sahna. Lelaki itu menoleh, lalu berusaha menarik sudut-sudut bibirnya. Semestinya, dia bisa tersenyum dengan normal. Namun, dia gagal. Saga yakin bahwa Sahna menyadari bahwa senyumnya dipaksakan.
"Kamu sudah bangun?" tanya Saga. Lelaki itu meletakkan penggorengan ke atas kompor, mencuci kedua tangannya, lalu mengeringkannya dengan tisu kering. Begitu selesai, dia menghampiri Sahna. "Kamu baik-baik saja?"
Saga menelan ludah. Dia merasa tidak pantas bertanya seperti itu pada Sahna. Lelaki itulah yang melukai Sahna hingga perempuan itu menderita seperti ini. Tenggorokan Saga terasa ada yang mengganjal. Dia ingin kembali meminta maaf pada Sahna, tetapi permintaan maaf saja rasanya tidak cukup.
"Mas masak nasi goreng," kata Saga lagi, canggung. Sahna masih diam. Saga mengulurkan tangannya, menyentuh dahi Sahna. Entah apa yang dia lakukan. Dia hanya ingin menyentuh istrinya itu. "Mau mandi air hangat?"
Sahna menggeleng. Lalu, dia menjauhkan diri dari Saga. Perempuan itu berjalan ke kamar mandi, membuka pintu, kemudian menutupnya.
Saga mendesah. Kedua bahunya terkulai. Dia belum tahu bagaimana cara memulai berbicara dengan Sahna. Istrinya itu terlihat begitu lemah dan menderita. Bagaimana caranya Saga menjelaskan padanya?
Lelaki itu kembali ke dapur, lalu membersihkan tempat itu. Dia melihat minyak bertebaran di sisi kompor dan lantai. Saga segera membereskannya dan mengepel tempat itu. Tak lama kemudian, dia mendengar pintu kamar mandi terbuka. Sahna keluar dan berjalan cepat menuju kamar.
"Mas tunggu buat sarapan, ya," ucap Saga, sebelum Sahna menghilang dari pandangannya.
Sahna berbalik, lalu berkata, "Mas Saga duluan saja."
Setelah berkata begitu, Sahna menghilang dari pandangan Saga.
***
Tak ada yang bisa Sahna lakukan, kecuali mendengarkan penjelasan Saga. Namun, suaminya itu tidak mengatakan apa-apa kepadanya. Haruskah dia yang memulai? Haruskah Sahna bertanya kenapa dan mengapa Ayana berada di sana?
Tidak, sahut Sahna dalam hati.
Dia tidak bisa melakukan itu. Dia takut mengenai kalimat yang akan keluar dari bibir Saga. Penjelasan apalagi yang harus Sahna dengar dari lelaki itu? Seperti inikah balasan Saga atas kesalahan yang Sahna perbuat?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Sahna
General FictionPernikahan itu tidak pernah diinginkan oleh Sahna. Dia masih terlalu muda untuk menikah. Sahna masih ingin kuliah dan bekerja untuk dirinya sendiri. Tapi, Sahna tidak bisa menolak keinginan kedua orang tua angkatnya. Mereka begitu baik padanya, mere...