Saga menurunkan Sahna di depan kampusnya. Lelaki itu mematikan mesin, kemudian menunggu Sahna keluar. Sebelum istrinya itu keluar, Saga berkata, "Nanti siang mau makan di luar?"
Sahna tak langsung menjawab. Dia melepaskan sabuk pengamannya, kemudian berkata, "Sepertinya enggak bisa, Mas. Aku harus membicarakan mengenai tugas kelompok waktu makan siang."
Saga mengulum senyum. Dia mengangguk. Sahna berpamitan dan keluar dari mobil. Saga melanjutkan perjalanannya ke kantor.
Sahna berjalan pelan ke arah gedung jurusannya. Dia mengirim pesan kepada Augi, bertanya di mana perempuan itu. Begitu pesan itu terkirim, Sahna melihat Augi duduk di kursi beton di depan gedung kampus mereka. Augi yang terlihat menunduk menatap layar ponselnya, mengangkat wajah bersamaan dengan pesan masuk yang diterima oleh Sahna.
"Na!" panggil Augi sambil melambaikan tangan ke arah Sahna. Sahna hendak melakukan hal yang sama, tetapi dia melihat seseorang yang duduk di depan Augi ikut menoleh.
Sahna menelan ludah. Lelaki di depan Augi adalah Halil.
Halil melihat ke arah Sahna. Laki-laki itu menarik sedikit satu sudut bibirnya. Sahna tersenyum kaku. Dia berjalan menghampiri Augi. Sahna tidak tahu, kenapa dia masih canggung di hadapan Halil. Padahal, mereka tidak pernah menjalin hubungan yang jelas. Sejak awal, Halil teman sekelasnya. Dia bukan mantan kekasih Sahna.
"Diantar suami?" tanya Augi, begitu Sahna sampai di dekatnya. Sahna mengangguk. Dilihatnya, Halil sibuk dengan laptop yang menyala di depannya. "Halil lagi bantu aku benerin laptop." Augi menjelaskan. "Duduk, Na." Augi menepuk dua kali kursi beton di sebelahnya. Sahna menurut.
"Kenapa laptop kamu?" tanya Sahna.
"Terkena virus," sahut Halil. Dia menengadahkan kepalanya, melihat ke arah Sahna. Laki-laki itu tidak melepaskan kontak matanya dengan Sahna. Begitu juga dengan Sahna. Menatap mata Halil seperti candu. Keduanya merasakan hal itu. Dulu, keduanya bisa berjam-jam mengobrol dengan kedua mata saling menatap. Kini, di antara mereka ada Saga.
"Nanti siang kita kumpul di kantin, ya," ucap Halil pada Sahna. "Seperti yang aku informasikan di grup."
Sahna mengangguk.
"Sahna sudah sarapan?" tanya Augi.
"Sudah. Kamu belum?" tanya Sahna. Augi menggeleng. "Mau ditemani ke kantin?"
"Hem," Augi bergumam. "Enggak perlu. Nanti sekalian makan siang saja."
"Aku punya roti," sahut Halil. Lelaki itu membuka ranselnya dan mengeluarkan roti sobek dan menyerahkannya pada Augi. "Makan saja."
Mata Augi membulat. "Terima kasih, Halil. Kamu baik sekali."
Halil hanya menyunggingkan senyum. Lalu, terdengar suara ponsel berdering. Ternyata ponsel Sahna.
Sahna menatap layar ponselnya. Dari Saga. Dia tidak langsung mengangkat telepon dari Saga. "Angkat, Na," ucap Augi. Sahna mendongak. Augi dan Halil melihat ke arahnya. Sahna kemudian memutus kontak mata dengan Halil dan mengangkat telepon dari Saga.
"Ya, Mas?"
"Kamu di mana? Dompetmu ketinggalan," kata Saga.
"Ah, aku di depan gedung. Aku tunggu di depan, ya," kata Sahna. Dia hendak berdiri, tetapi Saga menyahut.
"Enggak perlu, sudah ketemu."
"Hah?" Sambungan telepon terputus. Lalu, Sahna melihat Saga tidak jauh darinya. Lelaki itu berlari kecil menghampiri Sahna. Secara cepat, Sahna melihat ke arah Halil, kemudian kembali melihat ke arah Saga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Untuk Sahna
General FictionPernikahan itu tidak pernah diinginkan oleh Sahna. Dia masih terlalu muda untuk menikah. Sahna masih ingin kuliah dan bekerja untuk dirinya sendiri. Tapi, Sahna tidak bisa menolak keinginan kedua orang tua angkatnya. Mereka begitu baik padanya, mere...